Mohon tunggu...
Ken Irgi Putra Rudiansyah
Ken Irgi Putra Rudiansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Etika Profesi TIK di Era Digital: Penyalahgunaan Media Sosial dan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia.

17 Oktober 2025   15:19 Diperbarui: 17 Oktober 2025   15:19 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

1.PENDAHULUAN

          Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan manusia di berbagai bidang. Internet dan media sosial telah menjadi sarana utama dalam bekerja, belajar, dan berinteraksi sosial. Kemudahan ini tentu membawa manfaat besar, tetapi di sisi lain juga menghadirkan tantangan baru yang berkaitan dengan etika profesi. Dalam dunia yang semakin digital, etika menjadi kompas moral bagi para profesional TIK agar setiap penggunaan teknologi tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain. Tanpa etika, kemajuan teknologi justru dapat disalahgunakan dan merusak nilai-nilai sosial di masyarakat. Dalam konteks profesi TIK di Indonesia, terdapat berbagai permasalahan etika yang perlu mendapat perhatian serius. Dua di antaranya adalah penyalahgunaan media sosial dan pelanggaran hak kekayaan intelektual (HKI). Penyalahgunaan media sosial mencakup perilaku seperti penyebaran berita palsu (hoaks), ujaran kebencian, hingga tindakan cyberbullying yang dapat menimbulkan dampak sosial dan psikologis. Sementara itu, pelanggaran hak kekayaan intelektual mencakup penggunaan perangkat lunak bajakan, plagiarisme digital, serta penyebaran karya orang lain tanpa izin. Kedua masalah ini menunjukkan lemahnya kesadaran masyarakat terhadap tanggung jawab moral dalam menggunakan teknologi. Oleh karena itu, pemahaman dan penerapan etika profesi TIK menjadi hal yang sangat penting. Etika membantu profesional IT menjaga integritas, kejujuran, serta tanggung jawab dalam setiap tindakan di dunia digital. Permasalah aini menunjukkan bahwa kemajuan teknologi tanpa diimbangi kesadaran etika dapat mengancam keadilan digital dan kepercayaan masyarakat terhadap teknologi.

2. PEMBAHASAN 

A.Permasalahan 

          Etika profesi dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sangat dibutuhkan untuk mengarahkan bagaimana seseorang bersikap di dunia digital. Namun, pada praktiknya, masih banyak pelanggaran etika yang terjadi di Indonesia, terutama dalam bentuk penyalahgunaan media sosial dan pelanggaran hak kekayaan intelektual (HKI). Penyalahgunaan media sosial menjadi permasalahan etika yang paling menonjol di masyarakat. Banyak pengguna media sosial yang tidak menyadari bahwa kebebasan berekspresi memiliki batas moral dan hukum. Kasus penyebaran hoaks dan ujaran kebencian saat Pemilu 2024 menjadi contoh nyata bagaimana media sosial digunakan untuk memecah belah masyarakat. Data dari Kominfo (2023) mencatat lebih dari 11.000 konten hoaks tersebar di berbagai platform seperti Facebook, Instagram, dan X (Twitter). Selain itu, tindakan cyberbullying juga marak terjadi, terutama di kalangan remaja. Beberapa kasus bahkan berujung pada depresi hingga bunuh diri, yang menunjukkan bahwa dampak penyalahgunaan media sosial bukan hal sepele. Sementara itu, pelanggaran hak kekayaan intelektual juga menjadi isu besar di dunia digital. Banyak masyarakat yang masih menggunakan software bajakan, menonton film dari situs ilegal, atau menyalin karya orang lain tanpa izin. Contoh kasusnya adalah pembajakan film "Sri Asih" (2022) yang beredar di situs streaming ilegal hanya beberapa hari setelah tayang di bioskop. Kerugian akibat pembajakan digital di Indonesia menurut CNN Indonesia (2024) mencapai miliaran rupiah setiap tahunnya. Selain itu, penggunaan software bajakan di lingkungan kampus juga masih sangat umum terjadi. Padahal, hal tersebut jelas melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta bertentangan dengan nilai kejujuran dan profesionalisme yang seharusnya dijunjung tinggi oleh mahasiswa TIK.  

B. Dampak 

          Permasalahan etika dalam TIK memberikan dampak luas terhadap berbagai aspek kehidupan. Bagi individu, penyalahgunaan media sosial seperti hoaks dan cyberbullying dapat menimbulkan gangguan pada psikologis hingga menurunkan kepercayaan diri korban. Di sisi lain, pelaku juga dapat terkena sanksi hukum dan kehilangan reputasi digital. Bagi masyarakat, penyebaran hoaks menimbulkan keresahan sosial dan perpecahan antar kelompok. Ujaran kebencian di dunia maya sering kali berujung pada konflik di dunia nyata. Sementara pelanggaran hak cipta menghambat perkembangan budaya menghargai karya dan menurunkan kualitas konten digital di masyarakat. Bagi negara, dampak yang muncul adalah turunnya kepercayaan publik terhadap informasi resmi serta meningkatnya beban pemerintah dalam menangani kejahatan siber. Selain itu, pelanggaran HKI juga berdampak pada perekonomian nasional, karena industri kreatif dan teknologi kehilangan potensi pendapatan yang besar. Bagi dunia usaha, pembajakan software dan pelanggaran lisensi menurunkan nilai bisnis dan inovasi. Perusahaan teknologi yang mengalami kerugian akibat pembajakan menjadi enggan berinvestasi lebih lanjut di Indonesia. Akibatnya, laju pertumbuhan ekonomi digital pun melambat.

C. Tanggung Jawab 

          Etis Profesional TIK memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga integritas dan keamanan dunia digital. Etika profesi menuntut agar setiap individu di bidang ini menggunakan keahliannya secara bertanggung jawab, tidak untuk merugikan orang lain, dan selalu menjunjung nilai kejujuran, keadilan, serta penghormatan terhadap hak orang lain. Dalam menghadapi penyalahgunaan media sosial, profesional TIK seharusnya berperan aktif dalam memerangi penyebaran informasi palsu dengan menerapkan sistem deteksi hoaks, melaporkan konten berbahaya, dan mengedukasi masyarakat tentang literasi digital. Mereka juga harus menjadi contoh pengguna yang bijak dengan tidak ikut menyebarkan konten yang tidak jelas kebenarannya. Sedangkan dalam konteks pelanggaran hak kekayaan intelektual, tanggung jawab etis seorang profesional TIK adalah menghormati hasil karya cipta dan menggunakan software legal. Kode etik profesi TIK --- seperti yang diterapkan oleh organisasi profesional seperti IEEE dan Asosiasi Prakarsa TIK Indonesia --- menekankan bahwa seorang profesional IT harus menjunjung tinggi kejujuran, integritas, dan menghormati hak kekayaan intelektual pihak lain. Implementasi nilai-nilai ini dapat diwujudkan dengan tidak menggunakan software bajakan, mengembangkan program open-source, serta menolak praktik plagiarisme digital.  

D. Solusi 

          Untuk mengatasi berbagai permasalahan etika TIK tersebut, diperlukan pendekatan dari berbagai sisi --- regulatif, teknis, dan sosial. Dari sisi regulatif, pemerintah perlu memperkuat penegakan hukum terhadap pelanggaran UU ITE dan UU Hak Cipta. Pengawasan terhadap platform media sosial harus lebih ketat, dengan kerja sama antara Kominfo dan penyedia layanan digital untuk memblokir konten negatif atau ilegal. Dari sisi teknis, perlu dikembangkan sistem keamanan siber dan algoritma yang mampu mendeteksi serta memblokir penyebaran hoaks dan konten ilegal. Profesional IT juga perlu mengimplementasikan teknologi Digital Rights Management (DRM) untuk melindungi karya cipta digital dari pembajakan. Dari sisi sosial dan edukatif, peningkatan literasi digital menjadi solusi utama. Masyarakat perlu diberikan pemahaman tentang pentingnya etika dalam bermedia sosial serta dampak dari pelanggaran hak cipta. Kampus dan sekolah dapat mengintegrasikan pendidikan etika profesi dalam kurikulum, agar mahasiswa sejak dini terbiasa bersikap jujur dan bertanggung jawab di dunia digital.

REFLEKSI 

          Sebagai mahasiswa Informatika, saya menyadari bahwa tantangan etika di dunia digital bukan hanya sesuatu yang terjadi jauh di luar sana, tetapi juga sangat dekat dengan kehidupan saya sehari-hari. Saya sendiri pernah mengalami salah satu bentuk pelanggaran etika digital ketika akun media sosial saya diretas. Saat itu, pelaku mengirim pesan tidak pantas ke beberapa teman saya menggunakan akun tersebut. Kejadian itu membuat saya sadar bahwa keamanan digital dan tanggung jawab pribadi dalam menjaga data sangat penting. Dari pengalaman itu saya belajar untuk memperkuat kata sandi, mengaktifkan autentikasi dua faktor, dan lebih berhati-hati terhadap tautan mencurigakan. Selain itu, saya juga pernah berada pada posisi sebagai penyebar informasi tanpa verifikasi. Saya pernah membagikan berita di grup WhatsApp keluarga yang ternyata merupakan hoaks. Meskipun tidak bermaksud buruk, saya merasa bersalah setelah mengetahui fakta sebenarnya. Sejak saat itu, saya selalu memeriksa sumber berita sebelum membagikannya. Pengalaman sederhana ini membuat saya memahami bagaimana penyalahgunaan media sosial bisa terjadi bahkan oleh orang yang berniat baik sekalipun. Dari sisi pengamatan lingkungan, saya melihat bahwa di kampus maupun di lingkungan rumah masih banyak yang menggunakan software bajakan. Banyak teman yang menganggap hal itu wajar karena "hanya untuk tugas" atau "lisensinya mahal". Di sisi lain, masih banyak orang tua atau kerabat yang mudah percaya pada informasi palsu di media sosial tanpa menyaring kebenarannya. Fenomena ini menunjukkan bahwa kesadaran etika digital di masyarakat masih rendah, baik di kalangan muda maupun tua. Menurut pendapat saya, masalah ini bisa diatasi dengan dua pendekatan utama: pendidikan dan keteladanan. Pendidikan tentang etika digital harus diberikan sejak dini, bukan hanya di perkuliahan, tetapi juga di sekolah menengah. Literasi digital tidak hanya tentang cara menggunakan teknologi, tetapi juga bagaimana bertanggung jawab terhadap dampaknya. Selain itu, kita perlu memberikan contoh nyata --- mulai dari tidak menyebarkan berita palsu, menggunakan software legal, hingga menghargai karya cipta orang lain. Keteladanan dari dosen, orang tua, dan profesional IT sangat berpengaruh dalam membentuk budaya etika digital. Sebagai calon profesional TIK, saya berkomitmen untuk menerapkan nilai-nilai etika dalam setiap pekerjaan saya nanti. Jika saya terlibat dalam pengembangan sistem atau aplikasi, saya akan memastikan bahwa teknologi yang saya buat tidak disalahgunakan untuk merugikan orang lain. Saya ingin menjadi profesional yang jujur, menghormati privasi pengguna, serta mendukung penggunaan perangkat lunak legal. Saya juga berencana ikut dalam kegiatan literasi digital di masyarakat untuk membantu meningkatkan kesadaran etika berteknologi. Saya percaya bahwa perubahan besar selalu dimulai dari hal kecil dan dari diri sendiri. Jika setiap mahasiswa Informatika mampu menjaga etika digitalnya, maka dunia teknologi Indonesia akan menjadi lebih aman, jujur, dan bermartabat.  

KESIMPULAN 

          Dari pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa etika profesi TIK memegang peran penting dalam menjaga keseimbangan antara kemajuan teknologi dan tanggung jawab moral manusia. Dua permasalahan utama yang sering terjadi di Indonesia, yaitu penyalahgunaan media sosial dan pelanggaran hak kekayaan intelektual (HKI), menunjukkan bahwa banyak pengguna teknologi belum memahami batasan etika dalam dunia digital. Penyalahgunaan media sosial, seperti penyebaran hoaks dan cyberbullying, dapat merusak hubungan sosial, menimbulkan keresahan, bahkan menyebabkan gangguan psikologis. Sedangkan pelanggaran HKI seperti penggunaan software bajakan atau plagiarisme digital berdampak pada kerugian ekonomi serta menurunkan semangat inovasi di industri kreatif. Dampak dari kedua masalah tersebut tidak hanya dirasakan oleh individu, tetapi juga oleh masyarakat, dunia usaha, dan negara secara keseluruhan. Karena itu, penegakan etika profesi menjadi hal yang tidak bisa ditunda. Profesional TIK harus menempatkan kejujuran, tanggung jawab, dan penghargaan terhadap karya orang lain sebagai landasan utama dalam bekerja. Berbagai solusi dapat dilakukan untuk mengatasi persoalan etika digital, antara lain melalui penegakan regulasi yang tegas, pengembangan sistem keamanan dan teknologi pelindung hak cipta, serta peningkatan literasi digital di semua lapisan masyarakat. Pendidikan etika TIK harus menjadi bagian penting dalam proses pembelajaran agar generasi muda tumbuh menjadi pengguna teknologi yang berintegritas. Saya percaya bahwa menjaga etika dalam dunia digital bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab pribadi setiap pengguna teknologi. Sebagai calon profesional di bidang TIK, saya bertekad untuk selalu menerapkan nilai-nilai kejujuran, menghargai karya orang lain, dan menggunakan teknologi untuk kebaikan. Dengan menjunjung tinggi etika profesi, kita dapat membangun dunia digital yang lebih aman, bermartabat, dan bermanfaat bagi semua.

DAFTAR PUSTAKA 

1. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. (2023). Laporan Tahunan Literasi Digital Nasional 2023. Jakarta: Kominfo RI. 

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.  


Ken Irgi Putra Rudiansyah
Mahasiswa Informatika
Universitas Muhammadiyah Malang

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun