Mohon tunggu...
ARIES1993
ARIES1993 Mohon Tunggu... Warga biasa

Penulis lepas yang peduli isu sosial dan kehidupan rakyat kecil. Menyuarakan kegelisahan melalui tulisan agar menjadi bahan refleksi bersama. Percaya bahwa kata-kata bisa mengubah arah kebijakan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ijazah Tak Lagi Sakti: Ketika Pintu Kerja Tertutup, Perut Tetap Harus Diisi

6 Oktober 2025   23:28 Diperbarui: 6 Oktober 2025   23:28 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekolah yang rajin, biar gampang dapat kerja.

Namun kini, banyak sarjana justru menumpuk di rumah  menatap tembok dengan tumpukan berkas lamaran yang mulai menguning.
Bukan karena malas, tapi karena sistem kerja yang penuh nepotisme dan koneksi.

 Aku sudah lulus cumlaude, tapi yang diterima malah anak pejabat,"
curhat seorang teman di Palembang yang sudah melamar ke 30 perusahaan tanpa satupun balasan.

Ijazah bukan lagi jaminan, hanya selembar kertas yang kadang kalah oleh "siapa yang kau kenal".

---

Pengangguran yang Diam-Diam Jadi Bom Waktu

Setiap tahun ribuan mahasiswa diwisuda dengan toga dan senyum bangga. Tapi seminggu setelah itu, realitas datang tanpa ampun.
Lamaran ditolak, panggilan kerja tak datang, dan tabungan habis pelan-pelan.

Banyak yang akhirnya kerja serabutan --- jadi kurir, jaga konter, atau jualan online kecil-kecilan.
Kreatif memang, tapi itu bukan pilihan ideal --- itu bentuk bertahan hidup.

Jika terus dibiarkan, pengangguran bukan hanya soal ekonomi, tapi bisa berubah menjadi api sosial yang membakar kesabaran rakyat.

---

 Harapan yang Mulai Pudar

Ada yang memilih merantau ke kota besar, tapi justru terjebak dalam biaya hidup tinggi.
Ada pula yang nekat kerja ke luar negeri, menanggung risiko besar karena di negeri sendiri terasa tak ada tempat.

Sementara itu, di layar-layar besar dan baliho, wajah para pejabat tersenyum sambil berkata,

Kami telah menciptakan lapangan kerja baru."
Padahal rakyat masih berjuang menahan lapar sambil menunggu panggilan dari perusahaan yang mungkin tak pernah datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun