Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang saat ini sedang dibahas mendapat penolakan dari GMNI Palu. Bentuk penolakan ialah aspek yang memicu kontroversi terhadap revisi Pasal 47 ayat (2), yang memungkinkan prajurit TNI aktif menduduki posisi di kementerian dan lembaga negara lainnya. GMNI Palu berpendapat bahwa kebijakan ini berisiko mengaburkan pemisahan antara sektor militer dan sipil, sekaligus membuka peluang kembalinya dwifungsi TNI seperti yang terjadi di era Orde Baru.
"Presiden pertama Indonesia, Soekarno, pernah menekankan pentingnya menjaga TNI sebagai alat pertahanan negara yang profesional dan tidak terlibat dalam politik praktis. Pandangan ini sejalan dengan semangat reformasi yang berupaya memisahkan peran militer dari ranah sipil untuk mencegah kembalinya militerisme dalam pemerintahan". Ungkap Putra selaku Ketua GMNI Palu.
Olehnya, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Palu menyatakan sikap tegas menolak pengesahan RUU TNI. Kami berpendapat bahwa pengesahan RUU ini berpotensi mengembalikan peran sosial politik TNI yang telah ditinggalkan sejak reformasi, sehingga mengancam prinsip demokrasi dan supremasi sipil dalam pemerintahan. TNI seharusnya fokus pada fungsi pertahanan negara tanpa terlibat dalam urusan sipil yang dapat mengganggu netralitas dan profesionalismenya.
Selanjutnya melalui momentum ini sikap GMNI Palu tegas menolak RUU TNI, dan mengimbau kepada anggota dan kader untuk mengisi seluruh ruang-ruang konsolidasi bersatu dalam unifikasi gerakan mahasiswa dan rakyat yang diinisiasi dengan tetap memperhatikan kondusivitas selama terlibat dalam aksi gerakan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI