Mohon tunggu...
Poor Aspiration
Poor Aspiration Mohon Tunggu... -

"The real tragedy of the poor is the poverty of their aspirations." -Adam Smith

Selanjutnya

Tutup

Money

Urgensi Pusat Arsip Keuangan Nasional

3 Februari 2012   09:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:06 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13297911271870713452

Harus disadari bahwa tata kelola arsip dan dokumentasi keuangan yang baik merupakan bagian dari akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Laporan keuangan negara tentu memiliki daur hidup yang jauh lebih panjang daripada pelaku sejarahnya. Oleh sebab itu, kita harus bertanggungjawab untuk menyediakan informasi pengelolaan keuangan negara secara sitematis bagi generasi masa depan bangsa. Yakinlah, data, dokumen, arsip dan informasi itu akan semakin bermakna ketika dibutuhkan di masa depan. Paling tidak dapat menjadi cermin untuk menetapkan target-target prestasi tertinggi untuk pembangunan kesejahteraan masyarakat.

Rentetan bencana yang tejadi di Tanah Air dalam satu dekade terakhir telah menyadarkan kita, bahwa tepat di bawah tempat tinggal kita terdapat jaringan magma raksasa dalam rangkaian sabuk seimik yang melilit separuh bumi. Kita tidak akan membahas mengenai bagaimana itu semua bekerja, karena BMKVG yang paling berkompeten memberikan penjelasan tentang fakta mengenai cincin api itu. Demikian juga dengan cuaca dan iklim yang tak menentu akibat perubahan komposisi, suhu, dan tekanan di atmosfir bumi kita seringkali mengakibatkan banjir, dan badai yang sulit sekali diprediksi. Tidak, bencana bukan untuk ditakuti melainkan kita harus mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Kita sungguh tidak pernah mengharapkan, namum ketika kemungkinan itu menjadi kenyataan maka kesiapan akan memberikan peluang keselamatan menjadi lebih besar.

Pertanyaannya adalah, sejauhmanakah kesiapan Kementerian Keuangan sebagai pengelola keuangan negara dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan dihadapi dikemudian hari apabila terjadi bencana? Apakah segala bentuk aset kekayaan negara dalam bentuk data, arsip dan dokumen yang memiliki kekuatan hukum, keamanan dan atau bernilai ekonomi sudah mendapatkan perlindungan yang semestinya dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana?

Fakta menunjukkan bahwa untuk pertamakalinya dalam sejarah, Bangkok terendam selama lebih dari sebulan sehingga melumpuhkan hampir separuh aktivitas industri otomotif negara itu. Pasokan makanan, listrik dan obat-obatan menjadi komoditas pokok di tengah kota Bangkok yang gelap gulita. Tidak diketahui bagaimana nasib server, dokumen, arsip dan surat-surat berharga lainnya di sana dan yang pasti menyisakan trauma. Menara kembar WTC di New York, Amerika Serikat luluh-lantak bersama semua surat-surat berharga, data keuangan, transaksi pasar modal dan dokumen perbankan yang disimpan di dalamnya menjadi korban serangan terorisme pada 2001. Beruntung, meskipun sempat membuat pasar AS “terkejut” tetapi tidak sampai membuat ekonominya terpuruk, karena ternyata duplikat segala bentuk aset data, dan dokumen transaksi yang hancur telah tersimpan dalam suatu super komputer di satu kota kecil daerah selatan Amerika sehingga kepercayaan para pelaku pasar bisa cepat pulih.

Bagaimana dengan Jakarta? jauh lebih beruntung, hanya diprediksi akan memasuki siklus kelebihan pasokan air 5 (lima) tahunan alias banjir kiriman pada awal 2012 (Sumber: BMKVG). Semoga tidak lebih dari itu. Tidak berlebihan kiranya apabila kita mulai memikirkan sejumlah alternatif resiko bencana yang berpotensi terjadi di Jakarta. Mengingat posisi geografisnya yang tepat berada diatas cincin api dan sabuk seismik bumi, cukup dekat dengan Gunung Anak Krakatau, dengan rata-rata tinggi permukaan tanah tidak lebih dari hanya 10 mdpl, kita perlu waspada. Turunnya permukaan tanah setiap tahun, beban berat gedung-gedung bertingkat, berkurangnya air tanah-intrusi air laut dan alur-alur sungai yang memungkinkan menjadikan Jakarta sebagai “muara” di Teluk Jakarta menjadikan kota ini sangat tidak ideal digunakan sebagai lokasi tunggal untuk penyimpanan data dan arsip. Demikian juga dengan meningkatnya rata-rata angka kebakaran di Jakarta mencapai lebih 200 titik setiap bulan pada tahun ini karena arsitektur kotanya yang ruwet (sumber: Kompas Nov). Dengan demikian, sejumlah lokasi alternatif untuk pembangunan Pusat Arsip Keuangan yang lebih aman dan efisien perlu dicermati dan dikaji.

Tsunami yang menerjang aceh pada Desember 2004 telah memberikan pelajaran yang nyata bagi kita, ketika lebih dari 5 juta sertifikat tanah dan bangunan ikut terendam dan sekian juta lainnya hilang. Respon aktif Arsip Nasional (ANRI), Perpustakaan Nasional (Perpusnas) bersama tim relawan dari Jepang dalam upaya preservasi (penyelamatan) 160 ton surat berharga yang terendam lumpur itu harus diapresiasi. Mempertimbangkan sejumlah resiko itu, tidak dapat dielakkan lagi bahwa munculnya gagasan mengenai pembangunan Pusat Asrip bagi Kementerian Keuangan saat ini, mendapatkan momen yang tepat.

Sudah saatnya disaster plan dan preparedness for response harus mulai disusun. Arsip-arsip vital, data, dan dokumen yang terkait dengan kekayaan negara harus diinventarisasi secara nasional dan fasilitas repository (penyimpanan data) harus segera dibangun. Fasilitas yang terintegrasi, dengan tingkat keamanan yang tinggi dengan ukuran fisik maupun digital yang masif harus menjadi prioritas, karena separah apapun bencana menerjang suatu daerah, rakyat di daerah lain harus tetap membayar pajak, bea masuk dan cukai. Target penerimaan negara harus tetap tercapai untuk memastikan pembiayaan pembangunan recovery / pemulihan setelah bencana dapat berjalan dengan baik tanpa hambatan. Jangan sampai proses layanan penerimaan negara, pembangunan ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat terhambat atau terhenti samasekali karena bencana, sehingga beresiko menyengsarakan lebih banyak orang.

Oleh sebab itu, perlu dipikirkan bagaimana menjamin setiap data, dokumen, arsip dan surat-surat berharga lainnya tetap aman dari bermacam-macam resiko bencana. Fasilitas bangunan Pusat Arsip harus mengikuti standar-standar baku untuk mengantisipasi resiko kebakaran, banjir, gempa bumi, badai, bencana vulkanik, dan tsunami. Posisi geografisnya harus cukup tinggi dan jauh dari garis pantai, terletak di pegunungan dan jauh dari gunung aktif, tanahnya stabil, fasilitas pengairan yang bagus, AC dan pengatur kelembaban, pembangkit listrik independen, server dan jaringan internet (komunikasi), serta gudang bahan makanan, air bersih dan cadangan air minum yang cukup digunakan oleh staf operasi selama beberapa bulan. Paling tidak sejumlah syarat tersebut harus dipertimbangkan dalam pembangunannya nanti, menyesuaikan dengan nilai data, dokumen dan arsip yang disimpan dalam masing-masing fasilitas itu.

Tidak hanya itu, respon kita ketika benar-benar terjadi bencanapun harus mulai dipikirkan dan disepakati. Langkah-langkah apa yang harus dilakukan pada saat berpacu dengan waktu, siapakah / unit manakah yang harus melakukannya, dan data/ dokumen apa saja yang disepakati mendapatkan prioritas utama untuk diselamatkan lebih dulu. Membiarkan hujan terjadi bukan merupakan kesalahan, namun membiarkan hujan membuat kita basah kuyup, sementara kita membawa payung adalah fatalis.

Data mengenai profile wajib pajak (WP) misalnya, setiap tahun terus meningkat dengan target lebih dari 14 juta WP pada tahun 2012 dan sifatnya rahasia dengan sensitivitas yang sangat tinggi karena rawan disalahgunakan. Mempertimbangkan ukuran dan sifat data digital yang unik, maka model multiple auto-server sebagai langkah pengamanan dan antisipasi yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak sekarang sudah tepat dan harus diapresiasi. Barangkali sistem transaksi National Single Window (NSW) yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai juga sudah mengantisipasi hal serupa. Mengurangi resiko dengan menempatkan sejumlah server kembar di sejumlah daerah yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara untuk merekam setiap transaksi penerimaan bea masuk dan cukai.

Bagaimana dengan direktorat-direktorat yang lain, apakah langkah-langkah antisipasi sudah dipersiapkan? Bukankah menjamin keamanan data dan kelancaran transaksi dalam pengelolaan kekayaan negara merupakan tugas dan tanggungjawab Kementerian Keuangan secara umum? Semoga menggugah kesadaran kita, menjadi bahan diskusi dan renungan bagi kita semua bahwa bencana tidak harus mutlak diterima melainkan merupakan tantangan yang harus diantisipasi dan dipersiapkan secara sistematis dan permanen. Kita tidak pernah tahu kapan hujan akan turun, oleh sebab itu sediakan payung di musim hujan.

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun