Di Indonesia terjadi trend peningkatan volume sampah dalam 3 tahun terakhir seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Namun sampah tersebut belum seluruhnya dikelola dengan metode yang baik sehingga menimbulkan berbagai persoalan ekologis (Kementerian Lingkungan Hidup, 2012). Pemerintah menyadari pentingnya pengelolaan sampah sehingga menetapkan UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. UU tersebut mengatur pengelolaan sampah antara lain melalui pengurangan sampah dari sumbernya menggunakan pendekatan 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Namun sayangnya pendekatan tersebut belum dilaksanakan secara luas akibat kurangnya sosialisasi pada masyarakat (Antara News, 2012).
Untuk mencari solusi bagi permasalahan sampah tersebut, kita mungkin perlu belajar dari pengalaman bangsa lain yang telah berhasil mengatasi permasalahan sampah. Tidak ada salahnya kita menimba pengalaman dari Kota Curitiba Brazil yang telah berhasil mengatasi permasalahan sampah dengan inovasi yang ekonomis namun efisien, sehingga kita dapat melengkapi kekurangan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan pengelolaan sampah di Indonesia.
INOVASI PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA CURITIBA
Curitiba adalah ibukota Provinsi Paraná, Brazil. Kota ini terletak di Brazil bagian tenggara, jaraknya sekitar 1.081 km dari ibu kota Brazil, Brasilia. Kota ini terletak di dataran tinggi sekitar 934,6 meter di atas permukaan laut dan terletak 65 mil dari pelabuhan lautParanaguá. Luas Kota Curitiba ada 430 kilometer persegi. Sensus tahun 2010 menunjukkan penduduk Kota Curitiba berjumlah 2.469.489 jiwa (http://wikipedia.org/wiki/Curitiba).
Sebagaimana kota-kota besar lain di seluruh dunia, Kota Curitiba juga mengalami berbagai permasalahan urban, antara lain pertambahan populasi dan sampah. Jumlah penduduk Kota Curitiba yang besar menghasilkan volume sampah yang besar pula. Namun demikian Kota Curitiba tidak terpuruk dalam permasalahan sampah. Pada tahun 1989 Kota Curitiba memulai inovasi pengelolaan sampah yang ekonomis dan berwawasan lingkungan yang diberi tajuk “Garbage that is not Garbage” (Sampah yang Bukan Sampah). Inovasi pengelolaan sampah tersebut dapat mendaur ulang 70% sampah Kota Curitiba dan 90% penduduknya berpartisipasi dalam program daur ulang sampah. Upaya tersebut diapresiasi oleh United Nations Environment Programme (UNEP) yang pada tahun 1990 memberikan penghargaan tertinggi bidang lingkungan hidup pada Kota Curitiba (Keuhn 2007, Fazzano & Weiss 2004). Adapun empat inovasi tersebut adalah:
A. THE GARBAGE PURCHASE (PEMBELIAN SAMPAH)
Pada tahun 1989, Kota Curitiba membutuhkan pabrik daur ulang sampah. Sayangnya pendirian pabrik tersebut membutuhkan dana 70 juta US dollar sementara itu pemerintah Kota Curitiba tidak memiliki dana sebesar itu. Sebagai solusinya, pemerintah melakukan kampanye pemilahan sampah berdasarkan kategori organic dan non organic. Pelaksanaan kampanye program tersebut dibantu oleh Institute for Social Integration. Program ini selain bertujuan untuk memelihara kebersihan kota juga dapat mengurangi pengangguran karena melibatkan 16.000 pengumpul sampah independent yang dibayar setiap akhir pekan atau akhir bulan setelah mengumpulkan sampah dari 25 area tertentu yang sulit diakses truk pengangkut sampah. Setiap bulan ada 555 ton sampah yang dibeli melalui program ini. Pengumpul sampah independent berfungsi untuk membantu 2.000 petugas kebersihan resmi yang dipekerjakan oleh pemerintah Kota Curitiba. Di Curitiba pengumpul sampah independent mendapat posisi terhormat karena bekerja keras menjaga kebersihan kota dan mereka merupakan komponen ekonomi yang penting (Rabinovitch & Leitman, 1996; Keuhn, 2007).
B. THE GREEN EXCHANGE (PENUKARAN SAMPAH)
C. FREE OPEN UNIVERSITY FOR ENVIRONMENT (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP/PLH)
D. ALL CLEAN (SEMUA BERSIH)
USULAN UNTUK DIDISKUSIKAN:
Mungkinkah kita dapat mengadopsi inovasi pengelolaan sampah Kota Curitiba Brazil dengan modifikasi sesuai kebijakan dan sistem pengelolaan sampah dan program-program terkait yang sudah ada di Indonesia? Misalnya:
A.Inovasi The Garbage Purchase dan The Green Exchange dapat diintegrasikan dengan sistem pengelolaan sampah non formal dan informal yang sudah ada seperti bank sampah dengan penyesuaian mekanisme kerja.
B.Sedangkan inovasi Free Open University for Environment dapat dimodifikasi sesuai program Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang sudah dimulai di jalur pendidikan formal sejak tahun 1984 sesuai dengan program sekolah Adiwiyata. Program PLH ini dapat diperluas pada jalur pendidikan non formal dan informal dengan melibatkan organisasi masyarakat seperti LSM, PKK, PKBM, LPK dan sebagainya sehingga dapat menjangkau sasaran (peserta didik) yang lebih banyak. Selain itu PLH juga dapat diwajibkan bagi pekerja di bidang tertentu misalnya pekerja di industri yang terkait isu lingkungan seperti pengembang, kimia, petrokimia, dan sebagainya sebagimana di Kota Curitiba Brazil.
C.Inovasi All Clean dapat diintegrasikan dengan program padat karya yang sudah ada yang dikelola oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan penambahan frekuensi untuk mengoptimalkan capaian.
Kendala-kendala yang muncul dalam proses adopsi dapat diatasi melalui kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat sebagai wujud komitmen dari semua pihak terhadap isu pengelolaan dan perlindungan lingkungan. Apabila keempat inovasi tersebut diadopsi dan diimplementasikan secara simultan dan berkesinambungan maka membantu memelihara keberlanjutan lingkungan sebagai pendukung perikehidupan generasi sekarang dan yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Fazzano, Alicia and Weiss Marc A., 2004, Global Urban Development. Curitiba, Brazil., Metropolitan Economic Strategy Report., July 2004.
Kementerian Lingkungan Hidup, 2012
http://wikipedia.org/wiki/Curitiba
Keuhn, Kira., 2007, ‘Garbage is not Garbage’ & “Bus Tubes”: Recycling and Transport in the Sustainable City: Curitiba, Brazil, UW-L Journal of Undergraduate Research X.
McCartney, Kelly., 2006, Sustainability, in Curitiba Brazil Transportation Case Studies.
Rabinovitch, Jonas and Leitman, Josef., 1996, Urban Planning in Curitiba in Scientific American.
Rogers, Everett M., 1995, Diffusion of Innovations, Fourth edition, New York: The Free Press.
Stapp, William B., et.al., 1997, The Concept of Environmental Education.
Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.