Tanpa pikir panjang langsung saya menyahutnya untuk membantu penerangan jalan.
"Bang, lihat peta kira-kira kurang berapa jam lagi ada kampung terdekat, karena kalau kita lanjut, bahaya nih!" ujar Om Baqi. Periksa peta, terlihat kurang lebih 1 jam lagi sampai kampung terdekat.
Hari sudah semakin gelap. Tiba-tiba terdengar, "Hai, selamat malem!" teriak laki laki dari samping speed boat kami. "Tolong bantu kami, tolong kami kehabisan bahan bakar bensin."
Kami pun kaget dan menoleh ke asal suara itu. Terlihat samar-samar 2 orang lelaki, seorang perempuan serta anak kecil dalam gendongan dalam sebuah ketinting.Â
"Bang, ayo kita bantu mereka, kita berhenti bantu mereka!" pinta salah sorang dari kami. Tapi sang motoris buru-buru memotong pinta kami begini, "Maaf bapak, tidak bisa!"
"Jangan 'gitu Bang, ayo kita bantu!" pintanya lagi. Lalu dijawab oleh motoris, "Bang kami solar, mereka bensin!"
Jawaban itu pun menyadarkan kami. Speed boat pun terus melaju.
Kekhawatiran pun masih terus menyelimuti. Ini ada kampung, tapi masih terlihat hanya satu rumah.
"Sudah kita sandar dan menginap di sini saja, tidak usah mencari Hotel di Atsj!" pinta pimpinan rombongan kami. Kami hanya diam dan melihat sang motoris masih terus menjalankan speedboat-nya
Hore, itu ada banyak lampu terang sekali berderet. Hore kita sampai! Rasanya bagaikan menemukan air dalam gurun padang pasir. Tapi ini bukan kampung Atsj! Tidak peduli kampung apa, yang penting kita singgah sini, sergah salah seorang.
Perlahan-lahan speedboat kami arahkan ke lampu itu. Ternyata sorot lampu di tengah sungai itu adalah sinar lampu kapal berukuran 3 kali speedboat kami. Berjejer 3 buah.