Mohon tunggu...
Purnawan Kristanto
Purnawan Kristanto Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Penulis

Purnawan adalah seorang praktisi komunikasi, penulis buku, penggemar fotografi, berkecimpung di kegiatan sosial, kemanusiaan dan keagamaan. Menulis di blog pribadi http://purnawan.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Logo Senilai Rp 1,3 Milyar

8 September 2012   07:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:46 3171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_211144" align="aligncenter" width="512" caption="ilustrasi/admin (sidomi.com)"][/caption] Demi mengubah logo Palang Merah Indonesia (PMI) para politisi di senayan melakukan studi banding ke Denmark dan Turki. Mengapa harus mengganti logo PMI? Partai Keadilan Sejahtera keberatan dengan lambang PMI saat ini. Mereka mengkaitkan logo 'palang merah' itu dengan lambang salib pada agama Kristen. Apalagi istilah dalam bahasa Inggris untuk palang merah adalah 'red cross.' Sedangkan salib dalam bahasa Inggris adalah 'cross' juga. Benarkah palang merah mengacu pada lambang salib? Apabila kita menilik sejarah, gerakan palang merah internasional ini dirintis oleh seorang pengusaha dari Swiss yang bernama Henry Dunant, pada tahun 1863. Dia merasa tersentuh melihat 45.000 tubuh terluka bergelimpangan pada pertempuran di Solferino, pada tahun 1859. Dia lalu menulis buku berjudul "A Memory of Solferino” yang mengajukan dua buah gagasan: 1. Pihak yang berperang menyepakati waktu tertentu untuk berhenti bertempur untuk memberi kesempatan kepada para relawan untuk mengurus korban perang. 2. Semua negara setuju untuk melindungi para relawan penolong korban perang dan orang-orang yang terluka. Inisiatif ini yang menjadi embrio gerakan palang merah. Sebagai tanda pengenal, maka para relawan ini mengenakan emblem khusus. Pihak yang berperang dilarang menyerang relawan atau korban perang yang mengenakan emblem ini. Sebagai penghormatan kepada Henry Dunant, maka mereka menggunakan bendera negara Swiss sebagai lambang organisasi namun warnanya dibalik, yaitu warna palang merah di atas putih. Dengan demikian, lambang palang merah itu bukan tanda salib. Lambang palang merah itu adalah adaptasi dari bendera negara Swiss. Hal senada diungkapkan oleh ketua PMI, Jusuf Kalla. Mantan Wakil Presiden ini membantah bahwa logo PMI berkaitan dengan salah satu agama tertentu. JK menyatakan bahwa logo PMI untuk semuanya dan tidak ada pengkhususan untuk agama tertentu. "Logo PMI itu kan (tanda) tambah. Tambah itu berasal dari matematika aljabar, ada tambah, kurang, dan bagi. Aljabar yang menciptakan Alkhumaeni, yang merupakan ahli matematika Islam. Jadi itu berasal dari Islam," jelasnya. JK balik bertanya apa keinginan mereka yang tidak setuju dengan logo PMI saat ini. "Kalau tidak setuju, ya dilihat saja di semua kalkulator, dan alat-alat perhitungan, pasti ada logo tambah," tegasnya. Sebagai pihak yang akan menggunakan logo itu, PMI dengan tegas telah menolak penggantian logo itu. Karena PMI sudah menolak, maka alasan DPR untuk studi banding logo itu sudah gugur. Atau, taruh kata, DPR akan mengganti logo palang merah. Jika UU memutuskan demikian, maka alternatifnya sudah jelas yaiyu antara  Bulan Sabit Merah dan Kristal Merah. Itu adalah logo yang diakui secara internasional. Pada tanggal 14 Januari 2007, lembaga palang merah internasional menyepakati ada tiga logo yang diakui secara resmi yaitu palang merah, bulan sabit merah dan kristal merah. Logo lain yang berada di luar ketiga logo ini tidak akan diakui oleh dunia internasional. Dengan demikian, untuk apa melakukan studi banding lagi? Apa mereka akan menciptakan logo baru yang pada akhirnya malah akan menjadi cemoohan dunia internasional. Dalam sejarah, ada 3 negara, yaitu Iran, Israel dan Belanda yang meminta izin menggunakan logo yang berbeda, tapi ditolak. Bayangkan dampaknya jika kita ngotot menciptakan logo baru: Logo kita tidak diakui sehingga para relawan tidak mendapat perlindungan ketika bekerja di bawah konflik. Dengan demikian  studi banding logo PMI ini adalah kesia-siaan dan pemborosan anggaran. Apalagi biaya yang dihabiskan juga tidak sedikit. Berapa dana yang dihabiskan demi logo itu? Negara harus mengeluarkan uang sekitar sekitar Rp 1,3 miliar dengan rincian alokasi anggaran ke Denmark sebesar Rp 666 juta dan alokasi ke Turki sebesar Rp 636 juta. Setiap satu angggota Dewan yang mengunjungi Denmark akan menghabiskan anggaran sebesar 6.917 dollar AS untuk ongkos pesawat di kelas eksekutif dan biaya 472 dollar AS per hari. Adapun untuk rombongan ke Turki setiap anggota Dewan akan menghabiskan 6.641 dollar AS untuk pesawat di kelas eksekutif dan biaya sebesar 365 dollar AS per hari. Kejanggalan lainnya adalah negara tujuan studi banding itu. Mengapa ke Denmark dan Turki? Menurut sejarah, Turki menjadi inisiator lambang bulan sabit merah. Pada tahun 1876-1878, Turki berperang melawan Rusia. Meski mengakui lambang palang merah, tetapi kekaisaran Ottoman yang memerintah di Turki menilai bahwa lambang palang merah kurang sesuai untuk tentara muslim. Untuk itu, selama konflik, mereka meminta izin menggunakan lambang bulan sabit merah di atas warna putih itu. Mereka diizinkan oleh lembaga palang merah internasional. Pada tahun 1929, sebuah pertemuan digelar untuk membicarakan logo bulan sabit merah. Negara Turki, Persia dan Mesir meminta izin untuk menggunakan lambang bulan sabit merah. Pertemuan itu menyepakati penggunaan lambang bulan sabit merah. [caption id="" align="alignnone" width="266" caption="Sumber: http://www.fyidenmark.com/images/Dannebrog.jpg"]

Sumber: http://www.fyidenmark.com/images/Dannebrog.jpg
Sumber: http://www.fyidenmark.com/images/Dannebrog.jpg
[/caption] [caption id="" align="alignnone" width="400" caption="Sumber : http://www.highwaygold.co.uk/images/downloads/flags/reduced/turkey.jpg"]
Sumber : http://www.highwaygold.co.uk/images/downloads/flags/reduced/turkey.jpg
Sumber : http://www.highwaygold.co.uk/images/downloads/flags/reduced/turkey.jpg
[/caption] Okelah, pemilihan Turki sebagai negara tujuan studi banding bisa masuk akal (meski urgensinya sebenarnya perlu dipertanyakan sebab sekali lagi logo yang diakui secara internasional itu sudah final. Jadi buat apa studi banding jauh-jauh ke Turki?). Tapi mengapa ke negara Denmark? Sejauh ini saya belum menemukan dalih yang sahih untuk menjawabnya. Lalu timbul pikiran iseng: Jangan-jangan pemilihan kedua negara ini semata-mata karena bendera negaranya. Bendera Denmark bergambar mirip palang dan bendera Turki menggunakan gambar bulan sabit. Apakah memang begitu? Atau...ah jangan-jangan semua itu hanya dalih untuk plesiran ke luarnegeri. Mereka menjual isu-isu sektarian hanya untuk  menjadi Turis Abidin (Atas Biaya Dinas) [caption id="" align="alignnone" width="565" caption="http://data.tribunnews.com/foto/bank/images/DPR_Plesiran_Denmark-dan-Turki.jpg"]
http://data.tribunnews.com/foto/bank/images/DPR_Plesiran_Denmark-dan-Turki.jpg
http://data.tribunnews.com/foto/bank/images/DPR_Plesiran_Denmark-dan-Turki.jpg
[/caption]


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun