Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang berjalan di MAN 2 Bantul sudah berlangsung selama sepekan. Kehadiran program ini membawa banyak manfaat bagi siswa, terutama dalam pemenuhan gizi harian mereka. Namun, di sisi lain, program ini juga menyisakan food waste (limbah makanan) setiap harinya.
Agar tidak terbuang sia-sia, food waste MBG diarahkan untuk dimanfaatkan menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat. Saat ini, sebagian food waste sudah dikelola menjadi pakan ternak seperti ayam, itik, enthok, dan ikan lele.
Namun, karena jumlah food waste MBG selalu ada setiap hari, perlu dipikirkan inovasi lain dalam pengelolaannya, tidak hanya berhenti pada pakan ternak.
Sebagai tindak lanjut, MAN 2 Bantul menggelar sosialisasi pengelolaan food waste dengan metode Losida, Ember Tumpuk, dan Ecoenzim di halaman Masjid Ta'awun, pada hari Jum'at, 19 September 2025.
Kepala MAN 2 Bantul, Nur Hasanah Rahmawati, dalam sambutannya menekankan bahwa madrasah harus menjadi pelopor gerakan peduli lingkungan.Â
"Sampah bukan hanya urusan kebersihan, tetapi juga tanggung jawab moral. Kita ingin siswa terbiasa berpikir bahwa sisa makanan pun bisa menjadi berkah," ujarnya.
Sosialisasi dipandu oleh guru Kimia, Puji Lestari, yang menjelaskan potensi pengolahan food waste MBG melalui tiga inovasi sederhana. Metode Losida (lodong sisa dapur) cocok untuk sisa sayuran, daun, kulit buah, dan nasi basi yang cepat terurai di dalam tanah.Â
Ember Tumpuk digunakan untuk mengolah sisa dapur lembut seperti nasi, sayur matang, kulit buah, dan ampas makanan sehingga menghasilkan pupuk cair organik.Â
Sedangkan ecoenzim dibuat dari kulit buah-buahan segar---jeruk, nanas, pepaya, mangga, apel---atau sayuran segar dengan kadar air tinggi, yang setelah difermentasi bisa dimanfaatkan sebagai pembersih alami, pupuk cair, bahkan pengusir hama.
Dengan penjelasan ini, siswa memahami bahwa food waste MBG dapat diarahkan ke beberapa jalur pemanfaatan, sesuai jenis dan kandungannya.Â
Tulang, plastik, dan minyak jelantah tidak dianjurkan dimasukkan ke dalam Losida, Ember Tumpuk, maupun ecoenzim karena sulit terurai.
Suasana sosialisasi semakin semarak ketika siswa diajak mengucapkan yel-yel bersama: "Zero Waste, Zero Worry!" yang berarti nol sampah, nol kekhawatiran.Â
Yel-yel ini menjadi simbol semangat bahwa setiap orang bisa berkontribusi menjaga lingkungan mulai dari hal sederhana. Dengan penuh semangat, siswa berteriak kompak sambil mengepalkan tangan, seakan meneguhkan tekad bahwa madrasah mereka siap bergerak menuju budaya tanpa sampah.
Meski baru berupa sosialisasi, kegiatan ini membuka kesadaran baru di kalangan siswa. "Saya baru tahu kalau kulit buah bisa dijadikan cairan pembersih alami.Â
Biasanya kan langsung dibuang. Jadi ingin coba di rumah," ujar salah satu siswa kelas XI. Siswa lain menambahkan, "Kalau program ini jalan, sisa makanan MBG bisa lebih bermanfaat. Tidak mubazir, malah bisa dipakai untuk pupuk kebun sekolah."
Kegiatan ini menjadi langkah awal untuk menumbuhkan kesadaran bahwa food waste bukan sekadar limbah, melainkan peluang belajar dan berinovasi.Â
Dengan pendekatan Project-Based Learning (PjBL), ke depan siswa diharapkan mampu mengamati, memilah, dan mengolah food waste menjadi produk yang bernilai guna.
Melalui sosialisasi ini, MAN 2 Bantul ingin membentuk budaya baru: sisa makanan tidak lagi dianggap sampah, tetapi sebagai sumber ilmu, sumber inovasi, bahkan sumber keberkahan.Â
Jika kegiatan ini berlanjut dan dilaksanakan secara konsisten, bukan mustahil MAN 2 Bantul akan menjadi teladan madrasah hijau yang menginspirasi sekolah lain dalam gerakan menuju zero waste school (Pjl).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI