Mohon tunggu...
puji handoko
puji handoko Mohon Tunggu... Editor - laki-laki tulen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hidup untuk menulis, meski kadang-kadang berlaku sebaliknya.

Selanjutnya

Tutup

Money

Subsidi LPG Bikin Jebol Kantong, Saatnya Pemerintah Serius Dorong Penggunaan Kompor Induksi

29 Oktober 2020   17:26 Diperbarui: 29 Oktober 2020   17:26 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebanyak 70% Liquified Petroleum Gas (LPG) yang dikonsumsi masyarakat berasal dari impor. Jumlahnya mencapai 5,73 juta metrik ton. Subsidi negara untuk LPG 3 kilogram juga terus menanjak, pada 2019 jumlahnya menyentuh angka Rp42,47 triliun.

Ini tentu fakta yang mencengangkan. Sebab, sebagian subsidi itu jatuh ke tangan mereka yang mampu. Kontrol terhadap peredaran gas melon sulit dilakukan. Hari ini konsumsi gas melon mencapai tujuh juta metrik ton per tahun. Dan itu akan terus meningkat jika tidak ada tindak lanjut.

Pemerintah perlu membuat terobosan. Jangan mengandalkan LPG. Ingat, PLN hari ini lebih dari mampu untuk mencukupi kebutuhan listrik. Kompor induksi bisa dijadikan salah satu solusi. Jika dulu orang beralasan listrik PLN belum mampu menopang seluruh kebutuhan masyarakat, sekarang kondisinya berbeda.

Pembangunan pembangkit listrik yang dilakukan sebelumnya telah membuahkan hasil. Fokus PLN hari ini bahkan bukan membangun pembangkit biasa, melainkan fokus pada energi baru dan terbarukan. Oleh sebab itu, niat untuk berpindah dari kompor LPG ke kompor induksi harus dilakukan sepenuh hati. Sekarang juga.

PLN baru-baru ini mengkampanyekan penggunaan kompor induksi dengan bahan bakar listrik di kalangan masyarakat. Perusahaan pelat merah itu bahkan membuat program Gerakan Konversi Satu Juta Kompor Elpiji ke Induksi. Tujuannya tentu untuk meringankan beban pemerintah yang saat ini telah memberikan subsidi LPG yang sangat besar. 

"Dulu kami sudah beberapa tahun lalu ada konversi dari minyak tanah ke elpiji yang dilakukan pada saat itu kompor-kompor minyak tanah diambil, masyarakat diberikan tabung ditambahin dengan kompornya," kata Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril, sebagaimana dikutip Kompas, Selasa 27 Oktober 2020.

Jika dihitung-hitung, penggunaan kompor listrik bisa lebih hemat dibandingkan kompor gas, jumlahnya bisa mencapai Rp50.000 per bulan. Penghematan lainnya, yaitu menekan biaya untuk membeli tabung gas. Kompor induksi jelas lebih aman. Kompor induksi juga dilengkapi dengan sensor panas yang otomatis mati ketika terjadi overheat dan juga ada setting waktu, sehingga lebih mudah digunakan. Permukaannya berbahan keramik atau kaca licin, mudah untuk dibersihkan.

Banyak orang mengatakan, kompor induksi itu ribet. Menurut mereka setidaknya ada dua persoalan besar, pertama daya rumah tangga pengguna LPG tiga kilogram biasanya 450VA-900VA. Padahal daya listrik yang dibutuhkan oleh kompor listrik itu rata-rata 1000 watt. Itu artinya, kompor itu idealnya hanya bisa digunakan oleh pelanggan dengan daya 2.200 VA ke atas.

Persoalan selanjutnya yang sering disorot, kompor listrik relatif lebih mahal. Karena selama ini penggunanya juga masih sedikit. Otomatis, orang yang ingin menggunakan kompor listrik juga mesti berhitung biaya reparasi juga kalau terjadi kerusakan. Karena penggunanya masih sedikit, tentu biaya reparasinya juga masih mahal dan lokasinya pun terbatas.

Tapi dua alasan klasik di atas sebetulnya tidak sepenuhnya benar. Nyatanya hari ini sudah banyak kompor listrik yang murah dengan daya listrik yang rendah, yaitu 100-600 watt. Bahkan untuk merk Maspion bisa bekerja cukup dengan 40 watt, harganya pun cuma delapan puluh ribu rupiah. Meskipun jenis itu cocoknya memang untuk penghangat makanan.

Untuk melihat varian kompor induksi bisa masuk ke situs https://pickybest.id/kompor-listrik-terbaik/ atau https://productnation.co/id/6992/kompor-listrik-terbaik-indonesia/, di sana dipaparkan bermacam-macam jenis kompor listrik yang murah dan berwatt rendah. Bahkan sudah ada sistem sensor pula, kompor otomatis mati jika di atasnya sudah tidak ada barang yang dipanaskan lagi.

Idealnya memang kompor listrik itu ber-watt besar, supaya cepat panas dan masakan juga cepat matang. Tapi kompor hemat daya ini bisa dijadikan opsi jika ingin dijadikan contoh kompor induksi yang bisa digunakan masyarakat dengan daya listrik rendah. Apalagi banyak merk kompor yang sudah memberikan opsi beberapa daya sekaligus.

Di sinilah pentingnya peran pemerintah. Daripada uang yang sangat besar digunakan untuk subsidi LPG, lebih baik dana jumbo itu digunakan untuk menggenjot transisi penggunaan kompor induksi. Caranya pemerintah memberikan subsidi naik daya dan memberikan kompor induksi kepada masyarakat, kalau bisa gratis.

Atau pemerintah bekerja sama dengan pihak ketiga untuk menciptakan kompor induksi ber-watt rendah yang murah. Ini praktiknya sama dengan kompor gas waktu itu. Program ini akan berhasil jika pemerintah sungguh-sungguh ingin berbenah. Sebab jumlah subsidi dan impor LPG terus meningkat, penggunaannya pun sulit dipertanggung jawabkan. Tidak ada alasan lagi untuk menunda program konversi kompor gas ke kompor induksi. Sekarang, atau kantong pemerintah akan semakin jebol memberikan subsidi LPG.

Puji Handoko

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun