Sibuk, sibuk dan sibuk. Hanya kata itu yang selalu dilontarkan. Rasa-rasanya tiada hari tanpa kesibukan. Rasa-rasanya tiada hari tanpa target yang dikejar. Target duniawi. Prestasi duniawi yang dikejar. Tidak lagi pernah memikirkan akhirat. Tidak ada target amalan akhirat dalam kehidupannya.
Kejarlah akhiratmu maka dunia akan mengikutinya. Kata-kata itu rasa-rasanya hanya sebatas kamuflase. Kata-kata itu rasa-rasanya tak memiliki sentuhan makna di hati . Kehidupan yang berjalan selama ini, sepertinya hanya kesibukan dunia, dunia dan dunia.
Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, kebaikan dalam bentuk apa? Kebaikan dalam target dunia. Lagi-lagi prestasi dunia yang ditonjolkan. Berapa dokumen yang harus dikerjakan, berapa kegiatan yang harus dilakukan, berapa outcome yang harus dikeluarkan. Itu lagi, itu lagi di setiap harinya.
Hidup ini terasa hambar. Ada sesuatu yang harus dirubah. Ada sesuatu yang harus diluruskan. Rasa-rasanya kita berkutat dengan kesibukan setiap hari dan setiap saat.
Bagaimana mengubah orientasi dunia menjadi orientasi akhirat? Tidakkah pekerjaan-pekerjaan duniawi bisa menjadi amalan akhirat asalkan niatnya untuk Allah Subhanahu wa taala? Sering  dengar kata-kata itu , namun  apakah kata-kata itu tidak hanya sebagai penghibur belaka? Penghibur yang hanya sebentar menenteramkan hati, namun ternyata hanya pepesan kosong?
Kenapa bisa mengatakan seperti itu? Tidak lain dan tak bukan itu karena memang amalannya hanya sekedar itu. Yang dikerjakan setiap harinya ya hanya itu-itu saja. Hampir-hampir  tak punya prestasi amalan akhirat. Amalan akhirat tidak rutin dikerjakan.
Kalaupun dikerjakan sepertinya hanya sebatas menggugurkan kewajiban. Itupun kalau diterima, karena nyatanya  mengerjakan sepertinya tidak focus, sering tidak memiliki ruh di dalamnya. Seperti mengerjakan sholat misalnya, nyatanya dikerjakan namun sambil memikirkan apa saja. Sholat melamunkan sesuatu, sholat mngingat-ingat sesuatu, sholat namun tidak tumaninah.
Kapankah  akan memulainya? Dari dulu sudah sering bertekad, amalan hari ini harus lebih baik dari kemarin. Namun lagi-lagi godaan kemalasan selalu lebih dikedepankan. Godaan menunda amalan selalu datang dan dimanjakan. Hingga hari ini pun rasa-rasanya amalan baik tak ada yang nyangkut di buku catatan. Bahkan perbuatan dosa masih mendominasi. Kalau seperti ini bagaimana akan siap di kehidupan nanti?