Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pola Asuh Induk Lumba-lumba, Bagaimana Menerapkannya kepada Anak-anak?

9 Oktober 2020   08:22 Diperbarui: 10 Oktober 2020   11:01 1003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gaya pengasuhan induk lumba-lumba (Sumber: amazon.com)

"Aku males di rumah, gak betah! serasa ada di kandang macan"

Ucap temanku spontan saat kami bertemu di salah satu coffee shop seolah memberikan alasan mengapa tiba-tiba mengajak bertemu. 

Sebenarnya, alasan tadi masuk di salah satu dugaan dalam benakku mengenai ia yang ingin bertemu sekedar mengobrol di luar. Karena sudah berteman lama sejak sekolah, aku sudah sangat hafal sambatan (red-keluhan) apa saja yang akan ia tumpahkan padaku untuk membuat hati dan pikirannya lega. 

Meskipun sudah berteman lama, tapi bisa dihitung beberapa kali saja aku bermain ke rumah temanku itu, sebab "orangtuanya galak". Itu juga kata teman-teman yang lain, sehingga menjadi alasan mengapa jarang sekali rumah temanku ini menjadi titik kumpul untuk sekadar bermain atau belajar bareng. Ya, bisa dikatakan, aku termasuk yang membetulkan dan merasa wajar, temanku bilang kalau saat di rumah, serasa di kandang macan. 

Sebenarnya, galak bukan kata yang pas untuk menggambarkan pola pengasuhan dari orangtua temanku ini, namun bisa dibilang over protective dan otoriter. 

Contohnya saja, saat saya dan teman-temannya Chia (bukan nama sebenarnya) bermain di sana, orangtuanya tidak akan segan untuk memarahi kami saat tertawa terlalu nyaring, bahkan mainan berantakan sedikit saja, langsung suruh untuk dibersihkan.

Kalau janjiannya main ke rumah belajar bersama, jangan kebanyakan ngobrol sehingga membuat kami merasa tak nyaman. Seolah, kami seorang tawanan yang berada di dalam pengawasan. 

Dan, tentu sebelum kami pulang, Chia lah yang akan meminta maaf kepada kami atas perangai orangtuanya. Dan setelahnya, ia akan mengabari kami lewat chat kalau dia habis dimarahi orangtuanya karena tidak berteman dengan anak-anak yang kalem dan sesuai dengan kriteria orangtuanya.

Aku, sebenarnya prihatin dengan apa yang Chia alami. Ia diasuh oleh orangtua yang menurutku termasuk dalam kategori toxic parents. Di mana, pola asuh seperti itu membuat anak selalu tidak merasa nyaman saat berada di rumah dan selalu mempertanyakan akan apakah ia disayangi oleh orangtuanya. 

Chia, temanku ini seolah kekurangan bahasa cinta dari orangtuanya, terbukti dari dia yang sudah lupa kapan terakhir lagi ngobrol ringan atau bercanda dengan kedua orangtuanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun