Mohon tunggu...
hari nan petang
hari nan petang Mohon Tunggu... hari nan petang merupakan catatan perjalanan senja mengabadikan setiap moment yang hanya merupakan serpihan-serpihan bermakna

hari nan petang lahir di kota Klaten Jawa Tengah, belajar di kota gudeg hingga kota hujan. Meniti karir buruh dan mengabdi negeri sebagai ASN

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(RTC) Kepada: Tuan, Untuk Sapi Panggang Gunung Merapi

1 Februari 2021   22:06 Diperbarui: 1 Februari 2021   22:11 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yang Terhormat

Tuanku,

Tak mungkin aku melarikan diri dari jerat tali keluh di kandang ini. Berbaik hati tuanku telah mencukupi kebutuhan hidupku setiap hari. Merebuskanku air minum setiap pagi dengan dedak nikmat bercampur garam jilatan. Rumput hijaupun kau berikan padaku tuan yang baik hati. Mata ini hanya memandang belas belas kasihmu yang mengusap dahiku setiap hari. Bahkan lalat yang menempelpun kau usirkan dari tubuhku.

Tuanku,

Hari ini sedikit berawan, puncak Merapipun tak nampak cerah seperti biasa.  Asap mulai melambung tinggi ke angkasa seakan tak memberi sisa kehidupan untuk apasaja yang dilalui. Sementara Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPTPKG) telah memberi peringatan sejak dini beberapa hari kemarin agar Tuan segera mengungsi. Tidak hanya Tuan dan keluarga, segenap peliharaan yg bisa diselamatkan dan harta benda agar diamankan. Rupanya Tuan sedang mempersiapkan ritual agar Merapi tak marah berapi-api sehingga saat ini belum mengindahkan himbauan BPTPKG setempat. Walaupun setiap kali batu-batu mulai meluncur dari kawah dan gejolak perut bumi yang sedang mual-mual terasa, suara sirine memperingatkan kepanikan yang terjadi.

Gelisah menghampiri lorong-lorong kandang dan jalanan yang hiruk pikuk agar keluar menjauhi 5 Km dari puncak Merapi. Tidak juga sapi-sapi yang berusaha melarikan diri dari ikatan di kandang. Sebenarnya masih menunggu Tuan agar ikut mengungsi tetapi mengapa Tuan tidak segera datang menghampiriku?

Suara kayuh sepeda ontel membawa beban hijauan rumput mulai terdengar dari balik lubang dinding bambu. Bau khas rumput segar setelah dipotong menggugah selera. Namun apa yang ku kawatirkan bahwa rumput ini tak senikmat biasanya, karena debu-debu vulkanik kawah sudah sebagian menempel di pucuk rerumputan. Perutku lapar dan aku tak mau memakannya, karena aku tau rumput bercampur sulfatara ini berbahaya buat pencernaanku.

Tuanku,

Duduk terperanga disamping tungku pemanas air sambil melihat asap putih membumbung tinggi ke angkasa. Sesekali menatapku dengan memegang rumput yang tidak ku makan. Mendengar bunyi sirine ke-3 siang ini cukup mencemaskan situasi ini. Langit semakin gulita, bercampur mendung, suara gemuruh mulai terdengar. Tuan sangat yakin bahwa himbauan BPTPKG itu mulai benar. Ritual-ritual lama yang diyakininya mulai meluruh dalam hatinya. Sepertinya tanda alam semakin nyata, monyet, babi hutan, rusa, turun dari puncak menuju pemukiman-pemukiman. Tuanku tak ambil risiko segera bergegas melepas tali-tali ikatan di kandang dan membiarkan semua sapi-sapi pergi menemukan nalurinya. Tuanku tak pedulikan ternak milik siapa yang terpenting biarkan selamat dengan nalurinya dan melihat alam ini dengan mematuhi anjuran BPTPKG.

Aku calon beef steak lezat daging panggang awan panas Gunung Merapi. 

Semoga apa yang aku kawatirkan ini tidak terjadi...Aamiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun