Mohon tunggu...
Prycilia Grace Nicole Suoth
Prycilia Grace Nicole Suoth Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Massa dan Digital

Penulis pemula yang mencoba peruntungannya di dunia digital. Kritik dan saran akan sangat berarti bagi saya. Selamat membaca! | e-mail: pgracens@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kebenaran Pahit "The Vow" (2012): Pernikahan Tak Selalu tentang Bahagia

15 Desember 2020   11:17 Diperbarui: 22 Agustus 2021   18:46 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster film Stuck In Love (kiri) dan The Vow (kanan), Sumber: kolase Dok. pribadi - allposters.com

Konstruksi realitas tentu saja tidak tersebar dengan sendirinya. Agar sebuah konstruksi dapat tersebar, dibutuhkan media dengan dampak besar seperti komunikasi massa.

Pada kasus ini, film sebagai salah satu produk komunikasi massa adalah hal yang dipilih untuk melanggengkan konstruksi realitas tersebut. Namun kehadiran film dapat ditilik dari dua peran berbeda.

Di satu sisi, film dapat memuat informasi yang telah dikonstruksi ulang dengan tujuan tertentu

Di sisi lain, film berperan untuk memberikan informasi kepada masyarakat sebagaimana realita sebenarnya. Dalam opini saya, peran inilah yang dipegang oleh film Stuck In Love dan The Vow.

Keduanya memperlihatkan warna-warni kehidupan pernikahan yang sesekali tentu menemukan kesulitan.

Teori Dimensi Budaya Individualisme dan Teori Marxisme

Stuck In Love, karya sutradara Josh Boone, menceritakan kehidupan sebuah keluarga setelah sang istri dan suami memutuskan untuk bercerai. Erica, sang istri, meninggalkan suaminya, Bill, karena tidak lagi merasa bahagia. Hubungan mereka berakhir setelah Bill mendapati istrinya tengah berselingkuh dengan laki-laki lain.  

Sementara itu, dalam film The Vow karya sutradara Michael Sucsy, terdapat sepasang suami istri yang berpisah karena nasib yang kurang mujur. Leo dan Paige terpaksa berpisah setelah sebuah kecelakaan membuat Paige kehilangan ingatannya dan tidak mengenali Leo sama sekali.

Hubungan mereka berakhir setelah Leo merasa ingatan Paige tidak akan pernah kembali. Ditambah lagi dengan faktor keluarga Paige yang tidak merestui hubungan putrinya dengan Leo.

Untuk menjabarkan relasi kedua film di atas dengan konstruksi realitas sosial, saya akan menggunakan teori dimensi budaya oleh Geert Hofstede mengenai individualisme dan kolektivisme.

Individualisme merupakan pemahaman dimana seseorang cenderung menganggap dirinya sebagai hal utama dalam lingkungan apapun. Karena itu, masyarakat dengan dimensi ini akan menjadikan tujuan pribadi sebagai prioritas utama. Seorang individualis juga cenderung menentang keputusan atau pendapat apapun yang membatasi kebebasan dirinya sendiri.

Berbeda dengan mereka yang menganut paham kolektivisme. Seorang kolektivis memiliki kecenderungan untuk mengutamakan kebutuhan dan tujuan kelompok sosialnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun