Mohon tunggu...
Proyeksi
Proyeksi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Sosial

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mempertanyakan Upaya Dedikasi Kampus

4 Desember 2022   15:22 Diperbarui: 4 Desember 2022   16:59 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sepertinya ada yang keliru dengan pengelolaan sistem keorganisasian di kampus kami, keterpurukan yang mendera sebagian besar Mahasiswa menjadi potret pembungkaman intelektual. Mahasiswa seolah mengemis tentang kebebasan berorganisasi sementara birokrasi selalu berupaya membatasi gerak perkembangan organisasi. 

Gurita pembodohan dan doktrin nampak sistematis diatur oleh seolah menjadi takdir sejarah. Mainstream yang terjadi melahirkan sebuah paradigma yang kapitelistik, manipulatif, dan nepotisme dalam institusi kampus kami.

Dipahami bersama bahwa salah satu tugas Negara sesuai Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, namun bagaimana cara "mencerdaskan" hal ini menjadi permasalahan besar dalam dunia pendidikan dari dulu sampai sekarang. Institusi pendidikan, khususnya perguruan tinggi, saat ini perlu dipertanyakan dan dikoreksi lagi terhadap cara "mencerdaskan" mahasiswa? Jika ditanya mengapa perlu dipertanyakan dan dikoreksi lagi, jawabannya tentu saja karena hal itu adalah keinginan kita untuk menciptakan pendidikan yang lebih baik. Hak asasi kita sebagai warga negara perlu mempertanyakan hal tersebut. 

Lantas, bagaimana kita menyikapi kebijakan kampus ketika kampus mendidik dan membina mahasiswa untuk mematuhi aturan dengan cara-cara pemaksaan? Seperti yang saat ini terjadi di kampus kami, Sulawesi Selatan, di mana Organisasi Mahasiswa dibekukan atau dinon-aktifkan sepihak dan tidak adil dari struktur Lembaga Kemahasiswaan Kampus.

Kampus yang memiliki SDM nampak tidak berimplikasi terhadap mahasiswa nya, pembatasan kegiatan organisasi bahkan sampai pada pembekuan organisasi adalah hal yang keliru sehingga menjadi fakta yang otentik yang tidak bisa dipungkiri. Mahasiswa hanya ingin memenuhi haknya sebagai orang terpelajar, menjalankan perannya. Namun apakah dengan pembatasan atau pembekuan organisasi adalah suatu hal yang patut dilakukan apalagi dalam hal ini belum jelas apa yang menjadi penyebabnya.? ..

Olehnya itu perlu dipertanyakan perihal mekanisme pembinaan yang dilakukan kampus terhadap organisasi kemahasiswaan. yang menjadi salah satu poin adalah keputusan yang tidak jelas, tanpa SK dan melanggar nilai-nilai konstitusi. "Tidak ada mekanisme yang menggambarkan instansi yang sistematis perihal administratif. "Bila mekanisme pembinaan organisasi telah dilakukan tolong dibuktikan pada lampiran SK atau dalam bentuk apapun. Bila memang tiba-tiba dibekukan, maka pimpinan dan jajarannya telah merugikan nama baik sendiri,"

Saya menilai keputusan sepihak yang dikeluarkan birokrasi melalui pesan WhatsApp terlalu berlebih-lebihan dan mengebiri semangat berpikir mahasiswa, apalagi pembekuan tersebut dilatarbelakangi kritik terkait sejumlah persoalan kampus.

Menurut saya, sebenarnya masih banyak cara-cara lain yang seharusnya bisa dilakukan kampus selain membekukan ormawa. Misalkan meningkatkan pelayanan pihak kampus kepada mahasiswa perihal administrasi akademik yang berbelit, transparansi anggaran pendanaan kegiatan organisasi mahasiswa, dan transparansi alokasi anggaran pendidikan, pembangunan dan pembinaan.

Keputusan pembekuan tersebut menunjukkan ketidakmampuan kampus dalam mengelola konflik di tubuh mahasiswa. Padahal, keberadaan ormawa seharusnya menjadi mitra kampus, bukan malah sebaliknya. Jika menurut pimpinan dan jajarannya ditemukan persoalan di tubuh ormawa maka seharusnya persoalan itu yang diselesaikan, bukan malah lembaganya yang dibekukan..

Kalau pimpinan dan jajarannya menemukan ada ketidak sesuaian antara pengurus organisasi dengan kampus maka seharusnya pengurusnya yang dievaluasi, bukan malah lembaganya yang dibekukan. Kalau lembaganya yang dibekukan artinya pimpinan dan jajarannya juga sekaligus menutup ruang-ruang pembelajaran, membungkam kritik dan kebebasan berekspresi. 

Sehingga organisasi menentang segala upaya pembungkaman terhadap kritik, aktivitas dan kreatifitas, apalagi terhadap gaya-gaya kepemimpinan otoriter, dan sistem nepotisme yang mengesampingkan dialog, gaya-gaya feodalis seperti ini sudah seharusnya sirna karena tidak layak diwarisi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun