Setelah itu, ia berupaya menghubungi orang-orang yang dianggap mengetahui soal masuknya agama Kristen di Rote Ndao. Ia teringat akan saudaranya yang berprofesi wartawan, Jon Yosep Henukh, di Dusun Oederas, Batutua, Kecamatan Rote Barat Daya yang juga merupakan tempat asal-usul nenek moyangnya juga yang memiliki marga Henuk.
Keduanya bersepakat untuk bertemua di Batutua pada Jumat, 3 Juni 2015 pukul 08.00 Wita, sehingga penulis datang sendirian dari Ba’a ke Batutua lebih awal dan tiba tepat waktu di kediaman Yeheskial Henukh (Ketua RW 4 Desa Batutua, Kecamatan Rote Barat Daya). Kemudian, ia meng-cross-chek garis keturunan suku Henula’e dan fam-fam yang tergabung dalam suku tersebut dengan beberapa ketua suku Henula’e dan mereka semua mengakui bahwa apa yang ditulis ‘saudara mereka’ (Prof. Yusuf L. Henuk) sudah tepat dan benar, yaitu:
HENULA’E: Adu, Aduta’e, Mesah, Fanggi, Ndolu, Boru, Mesak, Henuk, Daud, Ndun, Pandi, Resi, Mone, Salu, Haning, Tulle, Kainara, Kaiadu, Kaife, Kai, Kain, Narang, Nggiri, Manafe, Adutode, Nalle, Foeh, Pah, Dato, Koen.
@ProfYLH: ME AND MY OLDER GENERATION IN OEDERAS, BATUTUA, ROTE BARAT DAYA, ROTE NDAO REGENCY - NTT - INDONESIA http://pic.twitter.com/c3RfPujJGv
Selanjutnya, kedua saudara dari suku Henula’e ini memulai merancang untuk menulis sejarah masuknya agama Kristen di Rote Ndao dengan dampingi narasumber utama dari generasi tua dan narasumber pendukung dari generasi muda dari suku Henula’e di Batutua dan berhasil diperoleh informasi yang bisa dipercaya dan layak dipublikasi dalam buku : “Rote Mengajar Punya Cerita” (Henuk dan Haning, 2015), karena salah satu narasumber utama berumur 93 tahun bernama: “Melkianus Bessi” dari suku Henulae yang lahir di Oederas, Batutua pada 23 Januari 1922.
Setelah itu, Prof. Yusuf L. Henuk mengajak ‘kunyadu’-nya bernama: “Herman Hello” dan dilatihnya secara kilat menjadi “juru potret” lalu mereka berdua menggunakan sepeda motor dari Oederas, Batutua menuju Gereja Fiulain di Dusun Danoheo, Desa Oebou, Kecamatan Rote Barat Daya. Setelah semua gambar diambil, ia mengantar kembali ‘kunyadu’-nya ke Oederas untuk bertemu beberapa generasi penerus dari suku Henula’e.
@ProfYLH: PROF. YUSUF L.HENUK MEMAKAI TOPI FOE MBURA LALU BACA ALKITAB DI MIMBAR BATU KARANG ASLI DALAM GEREJA PERTAMA DI ROTE DI FIULAIN, ROTE BARAT DAYA DAN BERITANYA DAPAT DIBACA DALAM BUKU: "ROTE MENGAJAR PUNYA CERITA", SUB-BAB: "MASUKNYA AGAMA KRISTEN PERTAMA DI ROTE" http://pic.twitter.com/Q1AwFAzm6G.

Dalam perjalanan pulang sendirian dari Batutua menuju Ba’a tanpa disengaja Prof. Yusuf L. Henuk bertemu rombongan Bupati Rote Ndao (Drs. Leonard Haning, MM) dan bergabung dengan rombongan yang sedang mengambil gambar oleh TVRI Kupang di Desa Tudameda. Kemudian ia menitipkan sepeda motornya dan melanjutkan dengan pengambilan gambar oleh kru TVRI bersama rombongan di Desa Oeseli di Kecamatan Rote Barat Daya. Setiba di sana lalu disuguhi minum air kepala muda, sambil menyaksikan hampir semua pejabat sedang asyik mencari batu akik di Pantai Oeseli, ia segera pulang duluan bersama ‘senior’-nya, Ir. Onisimus Jermias Ndun, M.Si (Sekretaris Daerah Kabupaten Rote Ndao) lalu diantarnya ke tempat penitipan sepeda motor semula di Desa Tudameda lalu mereka berpisah untuk kembali ke Ba’a:
@ProfYLH: PENULIS I DAMPINGI PENULIS II BUKU: "ROTE MENGAJAR PUNYA CERITA" SEDANG TURUN KUNJUNGI MASYARAKAT DI DESA TUDAMEDA DAN DESA OESELI DI KECAMATAN ROTE BARAT DAYA http://pic.twitter.com/93e7R7y09g.
D. Ekspedisi Sangga Mamanak Kadoik di Rote Ndao (4 Juli 2015)
Berhubung, karena Prof. Yusuf L. Henuk harus segera mengakhiri petualangnya : “Empat Hari Menghebohkan Dunia”, maka dalam perjalanan pulang ke Dermaga Ba’a dengan diantar oleh saudaranya, Ronny Fanggi dari Mokdale sempat mengambil gambar di "Gereja Menggelama" yang didirikan pada tahun 1880 dan ditabiskan pada tanggal 31 Oktober 1893 serta telah dipugar tahun 1986. Sebelum ke pelabuhan, Prof. Yusuf L. Henuk berupaya mencari informasi sekitar Kota Ba’a dan berhasil mendapatkan “Mamanak Kadoik” atau “Tempat Uang” di Rote, yaitu: