Mohon tunggu...
Probo Pribadi S.M
Probo Pribadi S.M Mohon Tunggu... Prospective Lecturer, Advocate & Active in writing articles

Aktif sebagai Advokat dan Penulis, tertarik pada edukasi dan literasi.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pendidikan sebagai Hak Konstitusional dalam Pemenuhan Hak Ekonomi Warga Negara

21 Juli 2025   14:42 Diperbarui: 26 Juli 2025   15:17 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi: Probo Pribadi S.M

Setiap anak Indonesia punya mimpi, dan pendidikan adalah pintu awal untuk mencapainya. Ketika negara hadir memastikan semua anak bisa belajar tanpa terbebani kondisi ekonomi, maka harapan tumbuh di setiap pelosok negeri. Pendidikan bukan hanya hak, tapi juga harapan untuk masa depan yang lebih adil dan sejahtera bagi semua.

Lebih dari 4,1 juta anak Indonesia belum bisa melanjutkan sekolah di tahun ajaran 2024/2025, termasuk sekitar 9.400 pelajar SMK. Ketimpangan partisipasi kerja antara lulusan SMA/SMK di kota dan daerah tertinggal mencerminkan bahwa pendidikan yang tidak merata turut membatasi daya saing ekonomi wilayah dan memperlebar kesenjangan pembangunan antar daerah. Pendidikan seharusnya jadi ruang tumbuh bagi semua, bukan perlombaan yang hanya bisa dimenangkan oleh mereka yang punya lebih banyak kesempatan.

Konstitusi kita menegaskan bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara, dan negara punya tanggung jawab penuh untuk memenuhinya. Pendidikan bukan sekadar soal belajar di ruang kelas, tapi juga jalan untuk memberdayakan diri dan membuka peluang ekonomi yang lebih baik. Bahkan Mahkamah Konstitusi menekankan bahwa pendidikan adalah investasi penting negara untuk membangun manusia Indonesia yang unggul dan setara.

Pendidikan sebagai Hak Dasar dan Bagian dari Hak Konstitusional

Setiap manusia berhak tumbuh lewat pendidikan, karena di sanalah harga diri dijaga, masa depan dibuka, dan peran negara diuji dalam memenuhi janji konstitusinya. Dalam Pasal 31 UUD 1945, Negara tidak hanya menjamin hak warga negara atas pendidikan, tetapi juga mewajibkan negara hadir secara nyata untuk membiayai dan memastikannya dapat diakses oleh semua kalangan tanpa kecuali. Diakui dunia sebagai hak asasi dan ditegaskan konstitusi sebagai tanggung jawab negara, pendidikan sejatinya adalah pondasi keadilan yang membuka jalan bagi setiap warga untuk tumbuh, setara, dan berdaya.

Pendidikan bukan sekadar soal sekolah, tapi hak setiap orang sejak lahir yang wajib dijamin negara sebagai bagian dari martabat dan janji konstitusi. Dalam putusannya, No. 011/PUU-V/2007 Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa pendidikan bukan sekadar hak, tapi juga investasi penting negara untuk membangun manusia Indonesia yang cerdas, merdeka, dan sejalan dengan cita-cita konstitusi. Dalam pandangan Dworkin dan Rawls, pendidikan adalah hak yang tak boleh dikalahkan oleh kepentingan negara, setiap orang punya peluang yang adil dan setara untuk tumbuh, berdaya, dan berperan dalam kehidupan sosial yang harus dijamin melalui kebijakan yang adil dan berpihak.

Pemerataan Pendidikan sebagai Upaya Pembangunan Manusia Dan Fondasi Kemandirian Ekonomi 

Ketika negara menjadikan pemerataan pendidikan sebagai prioritas nyata, maka pembangunan tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menegaskan bahwa setiap warga apapun latar belakangnya memiliki hak yang sama untuk maju, mandiri, dan bermartabat. Dalam kerangka negara hukum, pemerataan pendidikan bukan sekadar tuntutan moral, melainkan strategi konstitusional untuk membangun keadilan sosial dan kemandirian rakyat yang bermartabat. Dalam kerangka keadilan sosial dan konstitusi, pemerataan pendidikan merupakan instrumen negara untuk memastikan setiap individu, termasuk yang paling rentan secara sosial, memiliki peluang yang adil untuk berkembang, berdaya, dan memutus rantai kemiskinan antar generasi.

Beragam regulasi telah dikeluarkan pemerintah untuk menjamin pemerataan pendidikan, mulai dari Sistem Pendidikan Nasional, kebijakan pengelolaan pendidikan, hingga desentralisasi kewenangan kepada daerah. Kondisi ini menunjukkan bahwa regulasi saja tidak cukup tanpa dibarengi dengan komitmen fiskal, pemerataan infrastruktur, serta penguatan kapasitas tata kelola pendidikan di daerah. Pemerataan pendidikan akan lebih bermakna jika negara hadir tidak hanya sebagai pembuat aturan, tetapi juga sebagai penggerak utama perubahan yang berkeadilan.

Di tengah ketimpangan sosial dan geografis yang masih menghambat akses pendidikan, negara tidak hanya dituntut hadir sebagai penyedia layanan, tetapi sebagai penjamin hak konstitusional setiap warga negara, sebagaimana amanat sila ke-5 Pancasila dan UUD 1945 tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam perspektif hukum tata negara dan ekonomi pembangunan, menjadikan pendidikan sebagai pondasi ekonomi kerakyatan bukan sekadar pilihan strategis, melainkan kewajiban konstitusional yang mengakar pada Pasal 33 UUD 1945, yang menuntun arah pembangunan berkeadilan dan berbasis pada kemandirian rakyat. Sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi keadilan sosial, reformasi kebijakan pendidikan harus diarahkan pada penguatan afirmasi anggaran di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), pemberian insentif dan beasiswa yang mempertimbangkan keadilan spasial, serta optimalisasi mekanisme pengawasan dalam implementasi hak atas pendidikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun