Sinopsis Epik Janur Kuning
Malam itu, Yogyakarta bergemuruh. Kota yang masih menyisakan bayangan penjajahan Belanda menjadi saksi bisu keberanian sekelompok pejuang muda. Di balik janur kuning yang melambai di setiap sudut, simbol harapan dan semangat kemerdekaan, Letkol Soeharto menyiapkan pasukannya untuk sebuah serangan yang akan menorehkan sejarah: Serangan Umum 1 Maret 1949.
Dengan strategi yang cermat dan keberanian yang tak tergoyahkan, para pejuang bergerak di kegelapan, menghadapi senjata dan pasukan yang jauh lebih kuat. Setiap langkah adalah pertaruhan, setiap keputusan bisa menjadi penentu nasib bangsa. Di medan yang dipenuhi debu, asap, dan dentuman artileri, persaudaraan dan keberanian diuji hingga batasnya.
Di tengah pergolakan itu, sosok Jenderal Sudirman tetap menjadi cahaya inspirasi—tanda bahwa semangat perjuangan tak pernah padam. Sementara itu, para prajurit biasa, dengan ketulusan dan keberanian mereka, membuktikan bahwa kemerdekaan bukan hanya milik pemimpin, tapi milik setiap orang yang berani bermimpi dan bertindak.
Janur Kuning bukan sekadar film perang. Ia adalah lagu heroik tentang keberanian, pengorbanan, dan tekad sebuah bangsa untuk berdiri di hadapan sejarah. Saat layar gelap menelan adegan terakhir, yang tersisa bukan hanya debu peperangan, tapi gema semangat yang tak lekang oleh waktu—sebuah pengingat bahwa kemerdekaan dibangun oleh mereka yang berani menantang malam.
Rating: 9/10 – Film ini hebat dalam skala produksi dan penggambaran heroik, tapi perlu ditonton dengan pemahaman kritis terhadap latar sejarah dan politiknya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI