Selamat pagi sahabat sunyi,
Pagi ini, seperti pagi-pagi sebelumnya, kita kembali duduk dalam diam yang penuh tanya.
Ada pertanyaan-pertanyaan yang tak pernah benar-benar selesai---pertanyaan yang muncul bukan dari ruang filsafat, tapi dari keseharian yang perlahan berubah menjadi asing. Pertanyaan yang tak kita lemparkan ke langit, tapi justru muncul saat menatap layar kecil di genggaman.
Hari ini, kita hidup dalam sebuah keniscayaan bernama teknologi. Awalnya, ia datang sebagai kemudahan---memudahkan kerja, mempercepat komunikasi, memperpendek jarak, menyederhanakan kehidupan.
Tapi teknologi tidak pernah tinggal diam. Ia tumbuh. Berkembang. Berlipat.
Dari roda dan mesin uap, menuju listrik dan logika.
Dari kabel dan suara, menuju jaringan dan sinyal.
Dan dari teknologi komunikasi, muncullah anak kandungnya yang paling berpengaruh: teknologi informasi.
Lalu dari rahim teknologi informasi, lahirlah satu entitas baru---diam-diam, namun sangat berkuasa:
Algoritma.
Ia bukan sekadar perangkat. Ia bukan sekadar kode.
Ia adalah cara baru bagi dunia untuk membaca kita, mengenal kita, bahkan memprediksi kita.
Bukan lewat jiwa, tapi lewat jejak.
Bukan lewat doa, tapi lewat data.
Dan di titik inilah, kita mulai perlu bertanya kembali:
Masihkah kita memahami teknologi sebagai alat?
Atau justru kitalah yang perlahan menjadi alat dalam dunia yang dibentuk oleh teknologi itu sendiri?
Hari ini, kita akan mengurai pertanyaan itu.
Bukan untuk menemukan jawaban yang pasti,
tapi untuk membuka ruang kontemplasi---agar kita tidak kehilangan diri,
di tengah dunia yang semakin bisa melihat kita...
namun membuat kita semakin sulit melihat diri sendiri.
Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku terbangun dan tanpa sadar tanganku meraih layar.
Sebelum kesadaranku utuh, sebelum jiwaku sempat mengingat siapa aku,
jemariku lebih dulu menyentuh dunia digital yang tak pernah tidur.
Ada notifikasi.
Ada berita.
Ada lagu yang terasa... pas. Terlalu pas.
Seolah ia tahu suasana hatiku sebelum aku sendiri sempat merasakannya.
Dan di sela-sela itu, muncul sesuatu.
Bukan suara. Bukan bayangan. Tapi semacam bisikan lembut yang mengusik:
Apakah aku masih menjadi tuan dari mesin ini...
atau sudah menjadi bagian kecil dari sistem yang tak kupahami?