Mohon tunggu...
Mbah Priyo
Mbah Priyo Mohon Tunggu... Engineer Kerasukan Filsafat

Priyono Mardisukismo - Seorang kakek yang suka menulis, karena menulis bukan sekadar hobi, melainkan vitamin untuk jiwa, olahraga untuk otak, dan terapi kewarasan paling murah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Banyak Anak-Banyak Rejeki: Konsep Mantul Saat Orang Tua Butuh Dukungan

6 Agustus 2025   20:41 Diperbarui: 6 Agustus 2025   20:45 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pepatah Jawa "Akeh anak, akeh rejeki" sering dianggap sekadar kata-kata lawas, tidak cocok dengan kondisi zaman sekarang yang penuh tekanan ekonomi. Namun dalam kenyataan, pepatah ini tetap relevan---terutama saat anak-anak dibesarkan dengan nilai-nilai luhur seperti tanggung jawab dan bakti marang wong tuwo (berbakti kepada orang tua).

Kami delapan bersaudara. Dari kecil, kami dididik dalam suasana yang penuh kedisiplinan dan kebersamaan. Orang tua kami bukan orang kaya, tapi mereka kaya akan nilai. Salah satu yang paling melekat adalah pentingnya bakti kepada orang tua, bukan hanya ketika mereka masih kuat, tapi justru saat mereka mulai menua dan butuh dukungan.

Sekarang, kami semua sudah dewasa dan bekerja. Kebetulan kami berdelapa main di dunia proyek, rejeki datang dari berbagai arah. Setiap bulan, kami menyisihkan sebagian penghasilan untuk orang tua. Jumlahnya tidak selalu sama, tapi komitmen kami tidak pernah putus. Hasilnya? Orang tua kami hidup tenang, berkecukupan, bahkan bisa dibilang "jutawan" karena dapat uang saku dari delapan anaknya secara rutin.

Namun, di balik itu semua, ada satu hal yang sangat penting: kompromi dalam rumah tangga. Memberi kepada orang tua bukan hanya keputusan pribadi, tapi keputusan bersama antara suami dan istri. Kami semua menyadari, rumah tangga itu perlu keseimbangan. Tidak bisa asal memberi tanpa komunikasi, apalagi kalau sudah punya anak sendiri.

Karena itu, setiap pemberian kepada orang tua selalu kami bicarakan dulu dengan pasangan masing-masing. Kami jaga agar tidak mengganggu kebutuhan rumah tangga sendiri, dan sebaliknya, pasangan kami juga memahami bahwa membantu orang tua adalah bentuk bakti yang mulia. Dari situ muncul keseimbangan: rumah tangga tetap harmonis, dan orang tua tetap bisa menerima uluran tangan anak-anaknya tanpa menimbulkan beban atau konflik.

Di zaman sekarang, banyak muncul istilah generasi sandwich---anak-anak yang merasa terjepit antara membiayai orang tua dan keluarga sendiri. Tidak sedikit yang mulai menganggap orang tua sebagai beban. Ini tentu menyedihkan. Karena dalam filosofi Jawa, orang tua itu adalah sumber berkah, bukan beban. Justru dengan membahagiakan mereka, hidup kita akan lebih tenang dan rejeki mengalir lebih lancar.

Jadi, pepatah "Akeh anak, akeh rejeki" bukan sekadar soal kuantitas, tapi soal kualitas hubungan. Anak-anak yang tumbuh dengan nilai, dibekali rasa bakti, dan tahu caranya menghormati pasangan, akan menjadi sumber kebahagiaan bagi orang tua tanpa mengorbankan keluarga sendiri.

Karena pada akhirnya, rejeki bukan cuma soal uang. Tapi soal rasa cukup, tentrem, dan ridho dari orang tua.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun