Mohon tunggu...
Mang Free
Mang Free Mohon Tunggu... Penulis - Kadar Pok, Kudu Pek

Mahasiswa Tadris Matematika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Siap Nikah Vs Berani Nikah: Sebuah Sudut Pandang

4 Agustus 2022   06:18 Diperbarui: 4 Agustus 2022   06:20 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ini diadopsi dari https://kalam.sindonews.com/

Waktu berlalu, 

Manusia berlalu lalang dalam lintasan jarak dan masa.
Begitupun aku, yang kini tak lagi di kota dingin Jawa Timur itu.

Tulisan ini diinspirasi dari obrolan pernikahan yang rutin dilakukan oleh teman sekamar di asrama tempatku mengajar saat ini. Dengan jumlah delapan orang, kita memulai cerita penuh gelak tawa. Yaah walaupun pada akhirnya yang jomblo ini yang terbully.

Muncul suatu pertanyaan
Apakah benar menikah itu ketika kita sudah siap ?

Siap dalam ekonomi tentunya, salah satu faktor yang sering kali menjadi standar kesiapan seorang pria untuk dapat meminang gadis pujaannnya.

Dari hasil mendengarkan seminar di sela waktu bada shalat shubuh sampai waktu kerja ini, aku mengetahui bahwa harta dan pekerjaan tidak selalu menjadi faktor utama. Ada salah satu kasus dimana satu teman sekamarku menikah di masa kuliah, tentunya dengan berbagai tugas dan SPP yang harus dibayar, apalagi revisian skripsi menuntut pengeluaran yang tinggi, cetak kertas misalnya. Tapi, ketika beliau meminang sang gadis, calon mertuanya dengan tangan terbuka mengiyakan, walaupun tahu berbagai batasan yang masih dialami sang calon menantu.

"Kalau menikah itu yang penting yakin. Datangi langsung rumah si gadis, ngobrol sama orang tuanya", katanya sambil merayuku untuk segera memilih pasangan.

Tapi ketika mendengarkan teman yang lain, dia mengalami hal berbeda, ditinggalkan dengan alasan belum siap. 

Lantas, untuk menikah, apakah kita perlu benar-benar siap ?

Menjalin hubungan dengan orang yang berbeda karakter dengan kita, menjalin ikatan dengan ia yang kita temui setelah dewasa ini. Dan menjalani sisa hidup dengannya ?

Arrgghhh, urusan memutuskan dan memilih terkadang adalah hal yang paling sulit. Ingin rasanya melempar dadu dan bermain tebak-tebakan dengannya, sehingga kita cukup menerima apa yang muncul darinya.

Kotak pandora yang berisi misteri asmara ini sungguh meresahkan. Pasalnya, siapa yang tak mau menjalin ikatan dengan orang yang tepat, yang menerima kita apa adanya, dan menjalin hubungan romansa bagai di film-fillm. Di sisi lain, kita juga takut memilih orang yang salah, kita takut menyesal dengan pilihan yang kita buat. Takut apabila setelah memilih, ternyata dia tidak seperti yang kita angankan, tidak sesuai ekspektasi, bahkan berbeda dengan citra yang biasanya ia tampilkan sebelum ikatan itu terjalin.

Ternyata, menikah bukan tentang memilih. Tapi tentang menerima. Menerima dia apa adanya, menerima kekurangannya, dan mensyukuri apa kelebihannya. Menerima kecerewetannya yang kadang membuat hati ini jengkel, menerima kecerobohannya yang tidak peka ketika kita kerepotan, dan lainnya.

Mungkin, jika itu semua dibalut dengan ikrar cinta sesungguhnya, kita akan sebagian menerima seperti apa ia adanya. Tak heran mengapa salah satu guru menyatakan bahwa, pernikahan itu harus diawali cinta (mawaddah), maka setelahnya ada rasa sayang, rasa ingin menjaga, rasa ingin melindungi, rasa ingin memberikan yang terbaik untuknya, itulah warohmah (rohmah). Di akhir, kita akan menemukan ketenangan dan ketentraman (sakinah).

Tapi sampai saat ini, penulis belum ingin memulai drama asmara. 

Ada tanggung jawab lain yang perlu diemban, ada pengalaman yang belum diarungi. Tapi cukup sendiri, tanpamu yang Allah masih sembunyikan namanya dalam rahasia Lauh Mahfudz.

Ini adalah cerita pihak ketiga, penulis memposisikan diri sebagai orang lain. Maafkan apabila terdapat beberapa sudut pandang yang kadang bertentangan.

Bandung Barat, 04 Agustus 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun