Mohon tunggu...
koko anjar
koko anjar Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang penikmat senja dengan segala romantikanya. Menyukai kopi dan pagi sebagai sumber inspirasi dan dapat ditemui di Hitsbanget.com.

Seorang penikmat senja dengan segala romantikanya. Menyukai kopi dan pagi sebagai sumber inspirasi dan dapat ditemui di Hitsbanget.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Menantikan Masa Depan AC Milan Pasca Dinasti Berlusconi

17 April 2017   23:44 Diperbarui: 18 April 2017   06:50 1031
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
AC Milan merayakan gol pertama ke gawang Palermo yang dicetak Suso dalam pertandingan Liga Italia 2016-2017 di Stadion San Siro, Milan, Italia, pada Minggu (9/4/2017).(MIGUEL MEDINA / AFP)

Tanggal 13 April 2017 lalu, berakhirlah kepemilikan Silvio Berlusconi selama 31 tahun di AC Milan. Perusahaan milik Berlusconi, Finninvest menyatakan telah menjual 99,93 persen kepemilikan sahamnya atas AC Milan senilai 10,4 triliun rupiah kepada konsorium Tiongkok yang diwakili Rossoneri Sport Investment Lux. Proses pengambil alihan itu sendiri membutuhkan waktu yang relatif cukup lama, yakni kurang lebih 8 bulan. Dalam beberapa tahun terakhir, Milan memang tengah dilanda krisis. Dalam 2 tahun terakhir ini saja klub peraih 7 gelar juara Liga Champion ini menderita kerugian mencapai 1,3 triliun rupiah. 

Hal itulah yang kemudian mendorong Berlusconi untuk menjual kepemilikannya atas AC Milan. Berlusconi menjadi pemilik Milan sejak tahun 1986. Sebelum diambil alih Berlusconi, kondisi keuangan Milan sedang kacau balau. Pemilik lamanya, Farina tidak mampu mengangkat Milan dari keterpurukannya pasca degradasi ke Seri B pada tahun 1982. Berlusconi yang ketika itu merupakan seorang pengusaha kaya dengan bisnis medianya, akhirnya dilirik Farina untuk mengambil alih Milan.

Bak gayung bersambut, Farina yang sudah kolaps dan Berlusconi yang sedang melebarkan sayap bisnisnya, akhirnya Milan pun dijual ke Berlusconi. Ia lantas menjadi harapan baru bagi Milanisti kala itu. Bahkan banyak spanduk terbentang ketika Milan memperkenalkan skuad musim 1986-1987 di curva nord San Siro, yang pada intinya berisi harapan serta permintaan kepada pemilik baru AC Milan tersebut.

Cerita panjang selama seperempat abad lebih itupun dimulai. Untuk menarik kembali minat Milanisti, Berlusconi lantas mendatangkan trio Belanda Ruud Guilit, Van Basten, dan Frank Rijkaard. Merekalah yang menjadi tonggak awal kejayaan Milan di medio 1990-an. Scudetto pada tahun 1987-1988 seolah menjadi pintu masuk bagi trophy-trophy lain bagi AC MIlan era Berlusconi. 2 musim setelah itu, giliran throphy Piala Champion yang dibawa pulang ke lemari piala Milan.

 Hebatnya lagi, skuad Milan yang kala itu dilatih Arrigo Sacchi melakukannya 2 tahun berturut-turut. Visi Berlusconi membangun Milan dengan mendatangkan pemain bintang untuk menarik perhatian serta menaikkan prestasi klub inipun kemudian mulai dicontoh klub-klub lain. Terutama klub-klub Seri A. Maka tidaklah mengherankan kalau kemudian medio 90-an Seri A menjadi kiblatnya sepakbola Eropa, bahkan mungkin dunia.

Total, selama 31 tahun memimpin Mlan, Berlusconi telah mampu membawa Milan meraih 8 gelar Seri A, 1 gelar Coppa Italia, 5 Liga Champion,  5 Piala Super Eropa, 3 Piala Interkontinental, 1 Piala Dunia antar club serta 7 piala super Italia. Sebuah hasil yang sangat membanggakan tentunya. Namun, Milan dibawah Berlusconi tentunya juga tak luput dari kisah buruk. Kasus skandal Calciopoli pada tahun 2006 juga menyeret AC Milan sebagai salah satu pesertanya.

 Milan pun harus menerima hukuman pengurangan poin pada musim berikutnya. Tapi untungnya, Milan tidak sampai harus turun kasta ke Seri B seperti Juventus. Terlepas dari baik buruknya seorang Berlusconi, sejarah bahwa dia yang menciptakan Milan menjadi Dream Team Eropa tetap tidak bisa dihapuskan. Maka kalimat yang pas ketika Berlusconi menyerahkan "tahtanya" kepada Li Yonghong hanyalah "Grazie Berlusconi!!!"

Setelah resmi menjadi pemilik Milan, Li Yonghong pun langsung menjanjikan bahwa dia akan membangun kembali kejayaan Milan. "kami upayakan terus dan akan membawa tim legendaris ini ke puncak dunia sesuai harapan pendukungnya "

Namun tetap saja, disamping ada harapan, pastilah ada keraguan. salah satu pihak yang meragukan tersebut adalah mantan pelatih AC Milan sendiri, Fabio Capello. Adalah proses pengambil alihan klub itu sendiri yang menjadi penyebab keraguan Capello. Konsorium Tiongkok tersebut membutuhkan waktu berbulan-bulan dan berbelit-belit ketika hendak mengakuisisi Milan. 

Sedangkan tim satu kotanya, Inter Milan hanya butuh waktu beberapa minggu saja ketika Sunning Group mengambil alih klub tersebut. Jelas harapan untuk berprestasi baik di Italia maupun Eropa nantinya akan menjadi cukup sulit. Apalagi, klub-klub Liga Inggris, Spanyol, maupun Prancis ataupun Jerman berani perang harga untuk mendapatkan pemain yang diinginkannya. 

Semua memang butuh proses. Tak terkecuali Li Yonghong. Sangatlah tidak adil kalau kita langsung membandingkannya dengan Berlusconi. Bahkan Berlusconi sendiri baru bisa mempersembahkan trophy pertama untuk Milan lebih dari satu tahun setelah ia resmi menjadi presiden Milan. Begitu juga dengan Li Yonghong, kalaupun musim depan belum ada tophy baru yang menghiasi lemari piala Milan, bisa jadi ia baru mulai membangun fondasi tim ini menuju kejayaannya lagi. Setidaknya ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan untuk membangun kembali fondasi kejayaan Milan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun