Mohon tunggu...
Priya Purnama
Priya Purnama Mohon Tunggu... -

Tuhan yang bisa menindas dan mengkafirkan manusia. Bukan manusia!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pengaruh Pemikiran Voltaire abad Pencerahan

1 Agustus 2012   15:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:21 1538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13438357651620671037

A.Pemikiran Voltaire dan Akibat-akibatnya Pada Abad Pencerahan

Selama jaman Pencerahan abad XVIII Voltaire termasuk filsuf yang termashur diantara berbagai filsuf lainyang ada, ia menghasilkan banyak sekali karya meskipun sebenarnya dia bukanlah seorang penulis yang original. Ia peka sekali terhadap gagasan-gagasan yang tersebar pada jamannya serta pandai mengungkapkannya guna mencapai tujuannya. Banyak sekali pengetahuan yang dipelajari, antara lain sastra, sejarah, ilmu hukum, politik, ilmu pengetahuan alam, kesenian dan filsafat, sehingga pengetahuannya luas sekali. Barangkalikarena pengetahuannya yang terlalu banyak inilah yang menyebabkan tulisan-tulisan yang dihasilkannya tidak begitu mendalam. Sebagian karyanya antara lain memuat tentang kesusasteraan dan syair-syair. Melalui berbagai tulisannya, utamanya kepandaiannya dalam bersastra, ia mengkritik kehidupan para penguasa Perancis abad XVIII.

Menurut Voltaire Agama Alamiah yang memenuhi tuntutan akal ialah ketika orang mengasihi Allah dan berbuat adil serta berniat baik terhadap sesamanya sebagaimana terhadap saudaranya sendiri. Tuntutan-tuntutan kesusilaan yang mengenai keadilan dan kebijakantidak tergantung pada pandangan-pandangan metafisis atau teologis. Hukum kesusilaan bukanlah suatu keseluruhan peraturan-peraturan yang dibawa orang sejak lahir melainkan suatu keseluruhan peraturan yang bersifat abadi dan tidak berubah disegala jaman dan bertempat di mana saja. Isi hukum kesusilaan adalah:”Hidup seperti yang kamu inginkan telah kamu lakukan pada saat kamu mati dan berbuatlah terhadap sesamamu seperti yang kamu inginkan ia berbuat terhadapmu.”

Agam mencakup kepastian tentang adanya Allah. Bahwa Allah ada, hal itu dapat dibela terhadap Ateisme dengan alasan-alasan yang sekali dan semata-mata bersifat alamiah. Penyusunan alam semesta dan peraturan-peraturan umum dari kejadian-kejadian alamiah mengajarkan kepada kita adanya pekerja yang tertinggi, yang menciptakan segalanya, yaitu Allah. Akan tetapi kita tidak tahu apa-apa tentang hakekat dan sifat-sifat Allah ini. Arti kepercayaan kepada Allah ialah untuk menjadikan manusia merasa terikat kepada Allah oleh suatu kewajiban untuk menyembah dan mengasihiNya serta mengharapkan balasan yang adil dariNya mengenai kebaikan dan kejahatan, sekalipun kewajiban itu baru diketahuinya secara samara-samar.[1]

Sebagai tokoh penyebar pencerahan, ia mengkritik keberadaan dan kebenaran tahyul. Orang yang percaya akan tahyul telah timbul dalam paganisme, tahyul ini kemudian diambil oleh agama Yahudi dan menjangkiti Gereja Kristen sejak Jaman Klasik. Semua Bapak Gereja, tanpa terkecuali, percaya akan kekuatan ilmu sihir. Gereja sendiri selalu mengutuk ilmu sihir,namun demikian Gereja tetap percaya akan hal itu. Gereja tidak mengusir tukang ilmu sihir sebagai orang-orang gila yang sesat jalan, melainkan sebagai orang-orang yang dalam kenyataannya mengadakan hubungandengan setan.

Dewasa ini sebagian masyarakat Eropa masih ada yang mempercayai terhadap keberadaan ilmu sihir. Voltaire, sebagaitokoh yang beraliran Protes-tan, menganggap patung suci, pengampunan, samadi, doa-doa bagi orang yang meninggal, air suci dan semua upacara dari Gereja Roma sebagai kelemahan jiwa yang percaya akan tahyul. Menurut Voltaire, tahyul adalah mengandung unsur-unsur yang menganggap pekerjaan yang sia-sia sebagai pekerjaan-pekerjaan yang penting-penting. Masalah tahyul sampai dewasa ini masih dalam perdebatan. Kita sangat sulit untuk memberikan definisi atau batas-batas pengertian tahyul. Berbagai pemuka agama, seperti Uskup dari Canterbury dan Uskup dari Paris percaya akan tahyul. Oleh karenanya, para jemaat Kristen tidak seorang pun yang sepaham akan apa yang dimaksudkan dengan pengertian tahyul.

Voltaire melakukan propaganda modernnya terhadap faham humanitas, toleransi terhadap orang yang berbeda agama atau keyakinan, dengan melalui tulisan sasteranya. Ia menyindir mengenai purbasangka dan kebodohan. Dipergunakannya sandiwara, bersajak, epik, roman lucu misalnya roman Condide digunakan pula uraian dan surat selebaran. Tetapi, dalam perjuangannya salah satu alatnya yang terpenting adalah sejarah. Bukan hal yang baru lagi, bahwa orang menggunakan sejarah untuk menunjukkan atau melukiskan, bahwa faham seseorang dalam lapangan politik, sosial atau dalam lapangan moral. Kritik Voltaire terhadap pemerintahan Perancis abad XVIII, dimasa pemerintahan Louis ke XIV, mengenai pemburuan Agama Kristen dianggap menelikung terhadap kemerdekaan berbicara yang pernah ada. Akan tetapi ia melepaskan usaha-usaha yang besar itu dengan dalih pada pemerintahan yang popular, satu kebijaksanaan yang tidak memandang jauh ke depan, karena kebebasan warga Negara tidak akan tercapai kecuali kebebasan berpolitik juga ada.

Kontribusi Voltair sebagai sosok penyebar pencerahan juga kita dapati dalam lapangan sejarah. Ia memandang sejarah bukan lagi suatu pertentangan antara kebaikan dan kejahatan, tetapi pengertian antara mengerti dan tidak mengerti. Sejarah suci dipisahkan dari sejarah profan. Injil sebagai sumber sejarah tidak lagi memiliki sumber-sumber profan yang lain. Tujuan sejarah ditentukan oleh akal manusia sendiri yaitu memperbaiki kondisi hidup manusia, dalam arti untuk mengurangi kebodohan mereka dan dengan demikian agar dapat hidup lebih baik dan lebih bahagia. Oleh Voltaire, sejarah diberi aspek profan. Bukan penyelenggaraan Ilahi, melainkan akallah yang memimpin manusia masa silam yang bukan ke masa kini yang terang, dan masa kini menuju ke masa depan yang lebih cemerlang.

Tidaklah berlebihan jika kita katakana, bahwa Voltaire merupakan tokoh pertama yang sangat piawai dalam penulisan sejarah baru. Dalam karyanya yang berjudul Sejarah Charles XII yang diterbitkan pada tahun 1731, ia mencoba menerangkan karier raja Swedia yang aneh itu dengan meneliti watak pribadinya. Voltaire, melukiskan Charles sebagai Iskandar Agung dan separuh Don Quixote. Tetapi kehidupan Charles bernuansa sedih dan buku Voltaire ini mengorbankan kebenaran sejarah demi keasyikan. Buku lain yang diterbitkan adalah jaman Louis XIV seluruh uraian hebat mengenai jaman yang cemerlang; wawasannya mendalam demikian juga penilaian yang tajam.[2]

Gagasan pokok yang dikemukakannya selama hidup salah satunya adalah pendiriannya yang tergigih yakni mutlaknya jaminan kebebasan bicara dan kebebasan pers. Kalimat masyhur yang sering dihubungkan dengan Voltaire adalah yang berbunyi "Saya tidak setuju apa yang kau bilang, tetapi akan saya bela mati-matian hakmu untuk mengucapkan itu." Meskipun mungkin saja Voltaire tidak pernah berucap sepersis itu, tetapi yang jelas kalimat itu benar-benar mencerminkan sikap Voltaire yang sebenarnya. Prinsip Voltaire yang lainnya ialah, kepercayaannya akan kebebasan beragama. Seluruh kariernya, dengan tak tergoyahkan dia menentang ketidaktoleransian agama serta penghukuman yang berkaitan dengan soal-soal agama. Meskipun Voltaire percaya adanya Tuhan, dia dengan tegas menentang sebagian besar dogma-dogma agama dan dengan mantapnya dia mengatakan bahwa organisasi berdasar keagaman pada dasarnya suatu penipuan.

Adalah sangat wajar bila Voltaire tak pernah percaya bahwa gelar-gelar keningratan Perancis dengan sendirinya menjamin kelebihan-kelebihan mutu, dan pada dasarnya tiap orang sebenarnya mafhum bahwa apa yang disebut "hak-hak suci Raja" itu sebenarnya omong kosong belaka. Dan kendati Voltaire sendiri jauh dari potongan seorang demokrat modern (dia condong menyetujui suatu bentuk kerajaan yang kuat tetapi mengalami pembaharuan-pembaharuan), dorongan pokok gagasannya jelas menentang setiap kekuasaan yang diperoleh berdasarkan garis keturunan. Karena itu tidaklah mengherankan jika sebagian terbesar pengikutnya berpihak pada demokrasi. Gagasan politik dan agamanya dengan demikian sejalan dengan faham pembaharuan Perancis, dan merupakan sumbangan penting sehingga meletusnya Revolusi Perancis tahun 1789

[1]Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2. 1980 (Yogyakarta: Yayasan Kanisius). hlm. 58.

[2]Ibid; hlm.83-85.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun