Mohon tunggu...
Priscila DianS
Priscila DianS Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNJ

Seseorang yang tak pandai merangkai kata, dan memiliki kemauan yang tak terbata.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketimpangan Sosial Pendidikan Kala Pembiasaan Pembelajaran Jarak Jauh

31 Oktober 2022   17:29 Diperbarui: 31 Oktober 2022   17:35 2911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Priscila Dian Santoso
Pendidikan Sosiologi, FIS, UNJ
prisciladiansnts@gmail.com

PENDAHULUAN
Pendidikan menjadi hak yang diperoleh bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa memandang latar belakang yang dimilikinya. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan potensi individu yang sudah tercantum pada UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 3. Deklarasi tersebut supaya masyarakat memiliki pemahaman terhadap sesuatu dan membuat seorang manusia menjadi kritis dalam berpikir dan bertingkah laku. Menurut Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, pendidikan merupakan suatu proses menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada peserta didik, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya (Maria, 2019).


Implementasi atas fungsi dan tujuan Pendidikan itu sendiri di Indonesia, masih menjadi perbincangan yang hangat akan realita yang menyatakan ketimpangan di masyarakat. Ketidakmerataan pembangunan berdampak pada efektivitas Pendidikan di suatu wilayah. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan ciri geografis yang berbeda menyebabkan ketidakmerataan penduduk dan proposional suatu daerah yang berbeda, seperti akses untuk menjangkaunya. Pendidikan formal di daerah pedalaman atau bahkan di perbatasan masih menjadi juga menjadi salah satu dampak atas permasalahan sosial tersebut. Para peserta didik di daerah pedalaman menjadi terbatas dalam memeroleh Pendidikan formal, yang mana permasalahan tersebut tetap menjadi tanggung jawab dari pemerintah. Tertuang di dalam UUD 1945 Pasal 31 yang menyatakan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti Pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayai Pendidikan tersebut, meski pada realitanya tidak demikian. Berbeda dengan perkotaan, Pendidikan formal telah mendapatkan fasilitas yang memadai dan sangatlah mudah untuk ditemukan.


Permasalahan yang sudah turun-temurun terjadi atas pendidikan Indonesia, dan dapat dikatakan pula sukar diperbaharui karena akar permasalahan yang tidak hanya dari faktor eksternal terkait sarana prasarana, kebijakan pemerintah yang mana sudah menjadi rahasia public bahwa ganti Menteri ganti kebijakan. Namun terdapat pula faktor internal individu dan kebudayaan masyarakat desa. Perubahan untuk meningkatkan kualitas Pendidikan tetap dapat dilakukan, hanya saja waktu yang dibutuhkan akan memakan waktu yang sangat panjang.

Permasalahan tidak hanya berhenti disitu, pada akhir 2019 dan awal 2020 dunia dihebohkan dengan kehadiran virus baru yaitu dikenal dengan istilah virus corona. Corona Virus Disease 2019 teridentifikasi pada akhir 2019 di negeri tirai bambu. Berbagai informasi diterima dengan mudah melalui media sosial mengenai latar belakang hadirnya virus tersebut. Hingga diterima bahwa Indonesia teridentifikasi virus corona pertama pada bulan maret 2020, yang mana membuat seluruh struktur sosial masyarakat mengambil keputusan dan mendeklarasikan untuk memberhentikan seluruh kegiatan tatap muka menjadi daring.
Dalam bidang Pendidikan, awalnya pembelajaran daring ditetapkan hanya untuk dilakukan selama 2 minggu. Keadaan tersebut, ternyata di luar prediksi, wabah virus corona semakin cepat menyebar dan ditetapkan oleh WHO (World Health Organization) bahwa virus corona telah menjadi pandemic, yaitu keadaan penyakit yang menyebar di wilayah yang luas. Menurut Dian, dkk (2020: 41) ketetapan tersebut berdasar pada data harian di dunia yang mengabarkan bertambahnya cakupan dan dampak Covid-19 yang sangat signifikan. Sehingga, Indonesia masuk ke dalam keadaan darurat nasional. Angka penduduk yang terkena virus dan kematian akibat virus corona terus meningkat setiap harinya. Hal tersebut mempengaruhi kebijakan yang dibuat pemerintah, seperti pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) hingga PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) yang secara garis besar merupakan kebijakan untuk melakukan aktivitas di dalam rumah. Kebijakan tersebut bertujuan untuk meminimalisir penyebaran virus corona yang sangat cepat tanpa memandang usia, karena dampak yang ditimbulkan sangatlah besar dan berbahaya. Penyebaran virus ini terjadi melalui droplet atau cairan dari mulut.


Kebijakan di bidang Pendidikan untuk melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) menjadi tindakan yang menarik perhatian banyak lapisan sosial masyarakat. Pasalnya, diketahui bahwa tanpa adanya wabah ini, Pendidikan di Indonesia masih belum memumpuni terlebih pada wilayah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal). Seluruh jenjang PTN/PTS, SMA/SMK/MA sederajat, SMP/MTS sederajat, SD/MI sederajat, TK/RA sederajat dan SLB sederajat melakukan pembelajaran daring (Rudi, dkk, 2021: 255). Dengan begitu, seluruh elemen yang terlibat dalam proses Pendidikan turut ambil andil untuk mencapai tujuan pembelajaran. Gejolak yang terjadi ini, dikarenakan tidak adanya persiapan dan pengajaran sebelumnya terkait pembelajaran daring, bahkan di wilayah perkotaan pun. Di awal penerapan pembelajaran jarak jauh, seringkali menerima keluhan dari masyarakat. Salah satunya kurangnya pemahaman atas penggunaan media pembelajaran daring, sebagai aplikasi yang baru untuk dicoba mayoritas masyarakat Indonesia, seperti zoom, google meeting, google classroom, dan sebagainya. Kendala lainnya didasari atas keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh keluarga peserta didik. Seperti yang diketahui, tidak semua keluarga mampu dan tidak semua daerah terjangkau sinyal yang baik untuk digunakan dalam mengakses aplikasi online tersebut. Kesulitan memahami materi, sebab minimnya interaksi yang terjalin antara peserta didik dan tenaga pendidik, sehingga keluhan yang dilontarkan tersebut menjadi dasar atas klaim ketidak efektifan pembelajaran jarak jauh. Menitikkan pada wilayah pedalaman yang minim akan keseluruhan terlebih yang bersinggungan dengan ekonomi keluarga, membuat tenaga pendidik harus memiliki banyak inovasi untuk memperlancar jalannya proses pembelajaran. 

Keadaan tersebut sangat berdampak pada kualitas Pendidikan, tuntutan bagi para pendidik, yaitu guru dan dosen ialah menerapkan inovasi yang dimilikinya. Secara sosiologi, peran guru, peserta didik, pemerintah hingga keluarga, memiliki fungsinya masing-masing dalam ketercapaian tujuan pembelajaran. Mulai dari kesiapan pemerintah untuk mengkritisi berbagai faktor atas kebijakan yang telah ditetapkan, tenaga pendidik yang perlu mempersiapkan bahan materi dengan matang, menentukan penggunaan media pembelajar, serta memperhatikan permasalahan pada peserta didiknya dalam pembelajaran jarak jauh ini. Orang tua dengan peran mengawasi proses pembelajaran peserta didik.

PEMBAHASAN
Pandemi Covid-19 telah mendorong pemerintah untuk mengambil kebijakan dalam meminimalisir permasalahan sosial pada penyebaran virus corona. Keputusan tersebut berupa ditahannya mobilitas antar wilayah dan juag pemberlakuan pembatasan aktivitas di luar ruangan dengan kata lain WFH (work from home) bagi seluruh aspek kehidupan, tak terkecuali Pendidikan.
Insitusi Pendidikan baik formal, informal dan nonformal menaati kebijakan pemerintah untuk membatasi kegiatan pembelajaran secara tatap muka dengan dialihkannya kepada pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau daring. Penerapan PJJ ini tidak hanya berlaku di kota-kota besar dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, namun juga di daerah-daerah yang masih asri. Peralihan sistem pembelajaran ini, menjadi suatu problematic bagi seluruh elemen Pendidikan, baik itu pemerintah, tenaga pendidik hingga peserta didik.
Problematika pembelajaran daring dapat ditinjau dari banyaknya keluhan yang dilontarkan masyarakat luas dalam penilaian pembelajaran daring ini. Seperti yang dikemukakan oleh Rudi (2021: 258) bahwa "sebagaian besar institusi Pendidikan kurang siap untuk mengajar pelajar dalam basis online. Penyebabnya dikarenakan kurangnya sumber daya manusia, proses transformasi teknologi, inftrastruktur teknologi telekomunikasi, multimedia dan informasi yang menjadi dasar dalam terselenggarakannya IT untuk Pendidikan". Faktor tersebut tidak hanya menjadi kendala bagi peserta didik, tenaga pendidik seperti guru dan dosen pun memiliki kendala yang sama dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh ini.
Kendala pembelajaran jarak jauh juga menjadi masalah yang memprihatinkan bagi masyarakat yang tinggal di daerah terpencil. Ketimpangan sosial sangat terlihat terlebih di masa pandemic seperti sekarang ini. Keperluan untuk menunjang pembelajaran yang bersinggungan dengan ekonomi, membuat mereka semakin kesulitan dan membuat realita yang tak terelak bahwa kualitas Pendidikan di Indonesia masih perlu dan harus dibenahi. Pasalnya, jika dikaitkan dengan Undang-Undang sudah jelas tertulis bahwa Pendidikan merupakan hak warga negara Indonesia dengan minimal 12 tahun, serta 6 tahun atau jenjang SD biaya dipenuhi oleh pemerintah. Para peserta didik yang tinggal di daerah 3T, kerap menjadi sorotan public dalam evaluasi pemerintah supaya dapat menyalurkan bantuannya di tengah pandemi untuk mereka yang membutuhkan sebagai penunjang pembelajaran jarak jauh.
Berbagai macam problematika yang dialami peserta didik di daerah 3T antara lain, kendala sinyal yang membuat mereka harus mencarinya hingga ke bukit atau bahkan naik ke atas pohon. Ketidaktersediaannya penunjang pembelajaran daring seperti handphone atau laptop, hingga banyak dari mereka yang benar-benar tidak dapat mengikuti pembelajaran, dan di titik tersebutlah peran pendidik dibutuhkan supaya pembelajaran tetap berjalan. Terdapat satu berita yang beredar dan mendapat banyak pujian bagi guru tersebut dalam mengakali keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh peserta didiknya dalam pembelajaran di masa pandemic ini. Guru tersebut berinisiatif untuk mendatangi rumah peserta didiknya secara berkala dan memberi pengajaran serta tugas melalui pegangan buku sekolah, supaya peserta didik tersebut tetap dapat mengikuti pembelajaran dan tidak tertinggal dengan ketetapan kurikulum. Sehingga, dapat dikatakan pembelajaran daring ini sangat tidak efektif bagi peserta didik di daerah 3T.
Berbeda halnya dengan peserta didik yang berada di perkotaan, dimana dapat dikatakan bahwa peserta didik perkotaan ini lebih terbuka dan melek akan teknologi serta lebih cepat untuk beradaptasi. Meskipun pada awalnya pembelajaran juga kurang efektif karena belum adanya kesiapan bagi peserta didik dan tenaga pendidik dalam melaksanakan pembelajaran secara daring. Namun, hal tersebut dapat diminimalisir karena masyarakat perkotaan secara pembangunannya lebih maju dan juga mereka telah terbiasa dalam menggunakan teknologi berbasis internet. Berbagai media pembelajaran online sudah banyak diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran daring ini, mulai dari video conference seperti zoom, google meet, Microsoft teams, dan sebagainya. Jika dilihat dari jenjang Pendidikan formal yang rendah, seperti SD/MI sederajat, biasanya orang tua bertanggung jawab untuk memantau peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran yang dilakukan di rumah. Perbedaan Pendidikan antara masyarakat perkotaan dengan masyarakat pedesaan menunjukkan adanya ketimpangan yang terjadi. Ketimpangan sendiri merupakan keadaan yang tidak seimbang dan menimbulkan perbedaan yang signifikan antara wilayah satu dengan yang lainnya. Terbukti dengan perbedaan sumber daya manusianya dalam beradaptasi dengan tuntutan permasalahan yang ada.

KESIMPULAN
Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran jarak jauh yang disebabkan oleh adanya pandemic Covid-19 ini membawa ketimpangan masyarakat. Perbedaan atas sarana dan prasarana pendidikan yang terjadi di Indonesia juga kerap mendapatkan perhatian khusus bagi para peneliti ilmu sosial dan juga secara langsung mengubah cara pandang masyarakat dalam  mengkritisi kebijakan pemerintah. Ketimpangan yang terjadi dapat dikategorikan sangat mencolok dan perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah dalam meratakan pembangunan agar dapat menciptakan sumber daya manusia yang unggul serta meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

REFERENSI ARTIKEL
Rohman, N. (2020). PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL KONFLIK. At-Tahdzib: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Dasar, 5(01), 29-48.
Maliki, Z. (2010). Sosiologi pendidikan.
Maunah, B. (2015). Pendidikan dalam Perspektif Struktural Konflik. Cendekia: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 9(1), 71-78.
Aprilla, W. (2020). Masalah Ketidakmerataan Pendidikan Formal Di Indonesia.
Imaculata, M. G. Hak Atas Pendidikan ditinjau dari Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia.
Astuti, A. D., & Prestiadi, D. (2020, June). Efektivitas penggunaan media belajar dengan sistem daring ditengah pandemi Covid-19. In Prosiding Web-Seminar Nasional (Webinar) (Vol. 20, pp. 129-135).
Haryadi, R., & Selviani, F. (2021). Problematika pembelajaran daring di masa pandemi Covid-19. Academy of Education Journal, 12(2), 254-261.
Siahaan, M. (2020). Dampak pandemi Covid-19 terhadap dunia pendidikan. Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Dunia Pendidikan, 20(2).
Khasanah, D. R. A. U., Pramudibyanto, H., & Widuroyekti, B. (2020). Pendidikan dalam masa pandemi covid-19. Jurnal Sinestesia, 10(1), 41-48.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun