Mohon tunggu...
Prisca Yulanda
Prisca Yulanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kajian Pembuktian dalam Hukum Acara Perdata di Indonesia

6 Maret 2024   22:05 Diperbarui: 6 Maret 2024   22:19 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Praesumptiones juris et de jure, yang berarti persangkaan yang tidak memungkinkan pembuktian lawan (Sudikno Mertokusumo, 2002).

Adapun jenis persangkaan ini dijelaskan dalam pasal 1916 KUHPerdata, sebagai berikut:

  1. Perbuatan yang oleh undang-undang dinyatakan batal, karena semata-mata demi sifat dan wujudnya dianggap telah dilakukan untuk menyelundupkan hukum;

  2. Perbuatan yang oleh undang-undang diterangkan bahwa hak milik dan pembebasan utang disimpulkan dari suatu keadaan tertentu;

  3. Kekuatan yang oleh undang-undang diberikan pada suatu putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap;

  4. Kekuatan yang oleh undang-undang diberikan kepada pengakuan serta sumpah salah satu pihak.

Persangkaan ini memiliki limitasi dan segala kondisi yang telah diatur dalam undang-undang tersebut harus dipenuhi agar dapat dianggap sebagai alat bukti persangkaan. Dalam hal kekuatan pembuktian untuk persangkaan undang-undang bersifat sempurna, mengikat, dan memaksa sehingga hakim harus menjadikan kebenaran yang melekat pada persangkaan undang-undang sebagai dasar pengambilan putusan (Michael Agustin, 2019). 

Contoh dari persangkaan berdasarkan undang-undang ini adalah dalam Pasal 1394 KUHPerdata ditentukan bahwa tuga kwitansi terakhir sudah dapat membuktikan suatu perbuatan hukum, kecuali dalam hal pihak lawan dapat membuktikan sebaliknya.

Selanjutnya, ada juga yang disebut persangkaan hakim atau persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang atau persangkaan berdasarkan kenyataan karena biasanya didasarkan pada kenyataan atau fakta (Sovia Hasanah, 2018). Persangkaan hakim sendiri diatur dalam Pasal 1922 KUHPerdata. 

Persangkaan jenis ini diserahkan kepada pertimbangan dan kebebasan hakim untuk menyimpulkan suatu persangkaan tertentu dengan cara memutuskan berdasarkan kenyataan sebesar dan sejauh apa suatu kemungkinan terjadi dengan membuktikan peristiwa lain. Dalam persangkaan hakim, yang diperhatikan hanyalah persangkaan yang penting, tertentu, dan telah dengan teliti disesuaikan dengan persangkaan lainnya. 

Dalam penggunaannya, persangkaan ini hanya dapat digunakan hakim saat undang-undang tidak melarang pembuktian yang didapatkan dari keterangan saksi. Artinya, persangkaan ini bersumber dan datang setelah adanya alat bukti surat dan saksi terlebih dahulu dan melalui kedua alat bukti tersebut dapat diperoleh suatu kesimpulan yang akan menjadi alat bukti persangkaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun