Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Pelajaran Penting dari Biodiversity Warriors dan Adventurous Sumbawa

17 April 2023   11:03 Diperbarui: 17 April 2023   11:04 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagaimana caranya menjaga alam sambil menikmati alam? Jawabannya ternyata dimulai dari mengenali alam (memiliki pengetahuan atas alam). Setidaknya itulah pelajaran penting yang kuterima saat mengikuti perjalanan bersama Biodiversity Warriors beberapa tahun lalu.

Perjalanan itu sebenarnya tidak kusangka-sangka. Ada sebuah lomba menulis cerita pendek yang diselenggarakan oleh Nulisbuku. Pemenangnya mendapatkan hadiah ekspedisi ke Way Kambas bersama Biodiversity Warriors. Kebetulan aku menjadi pemenangnya saat itu.

Banyak hikmah yang kudapatkan. Kami melihat kumpulan gajah. Di sana, aku baru tahu bahwa sejatinya gajah bukanlah hewan tumpangan. Struktur punggung gajah berupa tonjolan tulang-tulang tajam yang hanya dilapisi jaringan tipis. Bila diduduki, apalagi dikasih dudukan, hal itu rentan melukai gajah dan menimbulkan cedera tulang belakang jangka panjang pada gajah. Pengetahuan ini sangat penting mengingat ternyata status gajah Sumatra kini sudah kritis dan terancam punah.  Setiap tahun populasi gajah Sumatra terus turun. Sebuah dokumen mencatat pada tahun 2007, populasi gajah Sumatra sekitar 2400-2800 ekor. Kini populasinya diperkirakan hanya sekitar 1000 ekor saja.

Gajah yang cedera parah. Sumber: Kompas. 
Gajah yang cedera parah. Sumber: Kompas. 

Dalam konteks pariwisata yang berkelanjutan dan bertanggung jawab, mengenali gajah seharusnya mampu membuat kita bersikap yang benar tentang gajah. Tak bisa dimungkiri memang menyenangkan (terutama bagi anak-anak) menaiki gajah, tetapi apabila hal tersebut keliru dan berdampak pada "kematian gajah" akan membuat kondisi suatu saat nanti tak ada lagi gajah. Apalagi sebelum bisa dinaiki, seringkali dilakukan penyiksaan terhadap gajah agar ia menjadi "jinak". Apa kita tega?

Kegiatan lain yang tidak kalah menarik dalam ekspedisi tersebut adalah bagaimana teman-teman Biodiversity Warriors mendokumentasikan spesies yang ada. Jadi, kami dibagi dalam beberapa tim yang kemudian mencatat (dan kalau bisa memfoto) setiap spesies tumbuhan (beserta nama ilmiahnya) atau hewan yang kami temui di hutan. Setelah itu, hasilnya didiskusikan untuk melihat apakah karakteristiknya memang benar mengacu pada spesies yang dimaksud. 

Ini adalah sebuah upaya belajar mengenali keanekaragaman hayati. Semakin beraneka ragam, berarti kondisi alamnya berada dalam kondisi yang lebih baik. Menjaga keanekaragaman hayati ini penting teman-teman, karena kita jadi bisa tahu keterkaitan antar spesies, juga kelebihan dan kelemahannya dalam menghadapi situasi yang tidak diinginkan. Teman-teman mungkin pernah menonton Interstellar. Dalam bagian awal film, jagung-jagung bertahan dalam kondisi yang ekstrem. Keanekaragaman hayati pada jagung saja misalnya itu memiliki fungsi dalam keberlanjutan pangan. Ada jagung yang mampu bertahan dalam kondisi ekstrem (panas/dingin), tetapi karena jumlah produksinya dianggap tidak menguntungkan, menjadi menghadapi kemudahan. Nah, ini yang kemudian harus dipikirkan oleh wisata berjenis agrowisata. Agrowisata perlu membudidayakan berbagai jenis tanaman yang menghadapi kepunahan karena sifatnya yang kurang menguntungkan tadi.

Way Kambas juga bukan hanya tentang gajah. Aku menaiki sebuah rumah pohon untuk mengamati Cairina. Lengkapnya, Cairina Scutulata alias mentok rimba, yang statusnya sudah critical in danger alias di ambang kepunahan. 

Pada intinya, setelah banyak berinteraksi dengan para Biodiversity Warriors, jurnalis lingkungan yang juga ikut serta dalam perjalanan itu, dan masyarakat, tebersit pikiran bahwa memang wisata edukasi lingkungan seperti ini dibutuhkan dengan catatan membutuhkan kolaborasi banyak pihak. Edukasi lingkungan terpenting itu justru harus menyasar masyarakat setempat terlebih dahulu yang nantinya akan menjadi elemen penting dalam menjaga lingkungan tersebut.

Berkat ekspedisi tersebut, aku jadi mengenang masa-masaku di Sumbawa. Di sana aku berhimpun di dalam Adventurous Sumbawa. Pada saat itu bisa dibilang Sumbawa baru belajar membuka diri menjadi destinasi wisata mendampingi Lombok. Sejumlah anak muda Sumbawa berkumpul dan melakukan perjalanan. Eksplorasi sekaligus edukasi mengenai bagaimana menjadikan suatu tempat sebagai tujuan wisata yang berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun