Namun, apa daya, sebuah berita menghancurkan mimpi saya ke Ubud. Gunung Rinjani berasap, dan asapnya mengarah ke Bali. Bandara Ngurah Rai ditutup. Rescheduling dilakukan, tapi tetap saja... bandara masih ditutup. Penerbangan saya dibatalkan. Mirisnya, penerbangan setelah saya diberangkatkan (selisih hanya 2 jam). Refund dilakukan, tapi bukan tunai, melainkan akan dikreditkan jika melakukan pembelian tiket selanjutnya. Tapi, tidak pernah ada tiket selanjutnya. Uang tiket saya pun hangus.
Padahal Ubud adalah salah satu wilayah yang ada dalam tempat-tempat yang harus saya kunjungi sebelum mati. Sedih rasanya gagal ke Ubud. Saya berusaha menghibur diri sendiri, berkata bahwa memang mulanya saya hanya cadangan, dan itu bukan hak saya. Manusia memang tidak boleh terlalu banyak berharap.
Waktu berlalu. Tiba-tiba satu tulisan saya menjadi viral, isu nasional. Ya, tulisan soal plagiarisme itu. Saya banyak mendapat serangan hebat, bertubi-tubi kecaman masuk ke FB saya pula. Yang lebih lucu dari itu semua adalah saya dibilang bagian dari proxy tertentu. CEO Kompasiana juga menelepon saya, bertanya beberapa hal. Saya bilang saya tak tertarik soal politik. Salah satu alasannya adalah kode etik PNS tidak boleh ngomongin politik.
Selesai lulus D4, saya ditempatkan di Kantor Pusat. Jadinya, saya kadang-kadang applyacara-acara Kompasiana. Saya jadi bertemu dengan beberapa orang. Pertama kali saya datang ketika acara OJK. Saya bertemu dengan Mbak Maria (beda dengan bu Maria). Setelah itu saya diundang gabung ke grup WA Kompasianer Palembang, karena saya asalnya dari Palembang, dan berkenalan dengan dokter Posma, Kak Elly, Mang Due, Ara, dll. Saya juga berkenalan dengan Kompasianer of The Year 2017, Zulfikar, pada acara OJK itu. Kami duduk semeja soalnya. Baru beberapa waktu lalu, Kak Kevin yang ada di Kompasianer Palembang, mengundang saya ke grup WA Kompasianer. Dan saya mengenal nama-nama yang biasanya cuma saya baca tulisannya di Kompasiana.
Saya bukanlah orang yang bisa terbuka dan ramai jika berbicara. Tapi, saya senang punya teman baru. Tidak melulu karena silaturrahim membuka pintu rejeki. Yang lebih penting, adalah menambah wawasan dan ilmu. Saya jadi kenal Pak Arnold dengan tulisan-tulisan ekonominya. Wah, pokoknya!
9 Tahun Kompasiana. 7 1/2 tahun akun Kompasiana saya ada. Kenangan saya berinteraksi dengan teman-teman memang sangat sedikit. Mungkin juga tidak menarik. Tapi, apapun itu, saya senang berada di sini, kecuali jika lagi-lagi webnya mengalami gangguan. Hehe.Â