Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Surat Om-om Buat Afi Nihaya Faradisa

24 Mei 2017   17:33 Diperbarui: 25 Mei 2017   10:53 4487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Afi, kamu sudah dewasa.

Sengaja Om mengawali surat ini dengan kalimat di atas, karena rasa sedih membaca pernyataanmu yang mendefinisikan dirimu sebagai anak-anak, dan orang yang banyak mengkritikmu adalah orang dewasa. Saat Om seumur kamu, Om sudah kuliah soalnya, dan sudah hidup terpisah dari kampung halaman. Kamu sudah dewasa, karena kamu sudah baligh, sudah bertanggung jawab atas dirimu sendiri, meski kalau menurut undang-undang perlindungan anak, kamu masih masuk kriteria anak-anak.

Kita sama-sama manusia dewasa, setara, dan tidak ada sekat usia.

Tapi Om punya cerita. Dulu, setiap ada perkumpulan pemuda antarnegara, Indonesia selalu mengirimkan wakilnya. Dan orang-orang asing terheran-heran dengan perwakilan yang dikirim di Indonesia wajahnya tua-tua. Ternyata, umur mereka rata-rata 30 tahunan. Om suka sedih lihat orang mendefinisikan kedewasaan dari usia. Mungkin itu juga sebabnya, jarang sekali ada atlet yang masih muda bisa masuk timnas senior. Evan Dimas Darmono saja, yang banyak dipuja penggila sepak bola, debut di timnas senior pada usia 19 tahun 8 bulan 15 hari. Yang termuda? Kakak Boaz Salossa pada usia 18 tahun 6 bulan 26 hari. Selain mereka berdua, hanya ada 9 pemain lain yang debut di timnas senior pada usia di bawah 20 tahun. 

Kita tahu Lionel Messi, salah satu pemain terbaik dunia, melakukan debut bersama Barcelona di La Liga pada usia 17 tahun 114 hari, dan debut internasionalnya saat Argentina melawan Hungaria pada 17 Agustus 2005 (usia 18 tahun 1 bulan 23 hari). Dan semua mata pencinta sepak bola seperti beribadah setiap kali melihat ia bermain.

Usia muda tak akan mampu menutupi kecemerlangan seseorang.


Namun, dalam dunia sepak bola, ada banyak wonderkid yang juga meredup ketika umurnya bertambah. Messi (dan Christiano Ronaldo) adalah contoh sukses bagaimana bakat menjadi skill yang terpatri di dalam diri mereka akibat latihan dan disiplin yang mereka jalani.

Kamasean, di Indonesian Idol pernah bilang, seorang jenius akan menjadi manusia biasa ketika menginjak umur 21 tahun. Maksudnya, waktu kecil, misalnya kita bisa menyanyi atau bermain alat musik bagus. Saat itu, anak seusia kita tak banyak yang bisa bernyayi atau bermain alat musik. Namun, pada saatnya kita akan terbebas dari kelompok umur, dan bersaing dengan semua usia. Menjadi manusia biasa adalah melakukan sesuatu dengan usaha yang ekstra agar dapat menjadi lebih baik dari yang lain.

Kenapa Om langsung bilang kamu sudah dewasa, karena mungkin saja banyak orang yang menganggapmu anak kecil dan takjub dengan hal yang kamu tulis. Tapi pernahkah kamu bertanya, benarkah mereka benar-benar takjub dengan pemikiranmu? Ataukah mereka hanya membenarkanmu karena sejalan dengan apa yang mereka pikirkan? Kamu atau ego mereka yang sedang dibela?

Dengan frame semacam itu, Om ingin kamu berhati-hati, takutnya nanti kamu merasa lebih padahal kamu hanya dibandingkan dengan anak kecil untuk memuaskan ego orang lain. Kamu jadi semacam artis karbitan, diangkat oleh media, diundang kemana-mana, tapi lalu kamu menghilang begitu saja. Pemain sepakbola banyak yang begitu soalnya. Sebutlah Mario Balotelli yang sangar (meski sempat bangkit di Nice), Shaun Wright Phillips, Freddy Adu, dan masih banyak yang lain.

Soal tulisan kamu, Om malah tergelitik dengan pernyataan kamu baru-baru ini. Orang-orang yang menanggapi kamu mereka sarjana, master, doktor, dan kamu merasa pesimistis pada pendidikan. Saya setuju sekali. Saya saja merasa pendidikan adalah alat untuk masuk kerja. IPK harus di atas 2,75. Om waktu sarjana punya IPK terendah kedua seangkatan. Apakah itu artinya Om bego? Iya, Om bego.

Hal-hal semacam itu tidak boleh menjadi alasan untuk bilang pendidikan dan sistem pendidikan nggak berguna. Kamu tetap harus sekolah, setinggi mungkin. Tapi lupakan cara mendapat nilai bagus, lupakan sistem pendidikan yang nganu itu. Hal paling penting dari kampus adalah ajang buat cari teman dan cari jodoh! Karena sungguh, kekerenan seorang laki-laki paling rendah adalah kalau menikah dengan teman SMA-nya. Itu tidak gaul!

Soal tulisanmu yang viral, Om juga pernah bertanya hal yang sama dulu waktu kecil. Tapi, dulu nggak ada media sosial sih ya. Seberapa yakin kita, kalau tidak terlahir dari keluarga muslim, akan menjadi muslim saat ini?

Om setuju dan tidak setuju dengan kamu sih. Om belum pernah dapat warisan soalnya. 

Agama adalah warisan. Kita banyak beragama cuma di KTP doang. Ah, orang tuaku Islam, maka agamaku juga Islam. Berapa banyak sih orang ber-KTP Islam yang sungguh-sunggh belajar Islam, dan mengamalkan seengaknya rukun Islam saja? Dan berapa banyak orang yang ber-KTP Islam, yang tidak peduli dengan ke-Islamannya itu, tidak berani membuang Islam dari kolom KTP-nya? Banyak juga yang ketika terjadi kepentingan politik tertentu, tiba-tiba beralih rupa jadi simbol Islam banget? Ilusi ini yang sering Om anggap sebagai Ilusi Mayoritas. Mending kayak zaman Rasul dulu, sedikit, tapi kuatnya luar biasa, ketimbang banyak, tapi nggak berarti.

Kalau memang warisan, seharusnya kita menjaganya atau memperlakukannya sebagai sesuatu yang sangat berhaga, ya? Karena itulah peninggalan dari orang yang menyayangi kita? Meski, jangan salah ya, utang juga bisa diwariskan lho ya.

Om pernah mendengar ceramah yang rekonstruktif banget, setelah didekonstruksi terlebih dahulu. Agama tidaklah ada hubungannya dengan kebaikan manusia. Bingung, kan?

Semua manusia bisa jadi baik karena Allah telah memberi modal yang sama pada semua manusia di dunia ini. Apa itu? Hati nurani. Jadi apapun agamanya, semua orang bisa menjadi manusia baik. Yang bisa membuat manusia menjadi tidak baik adalah hilangnya nurani. Yang bisa membuat nurani hilang adalah kecintaan dan kebencian yang berlebihan terhadap sesuatu. 

Lalu di mana posisi agama? Agama mengubah kebaikan itu menjadi kesolehan. Beda? Beda, kesolehan itu dilandasi keimanan kepada Allah SWT. Saya menolong orang karena Allah. Saya mencintaimu karena Allah. Iman inilah yang tidak dimiliki oleh semua orang beragama. Seorang muslim belum tentu beriman. Kebaikan tanpa keimanan dalam agama, tidak berarti di hadapan Allah.

Jadi, apakah kita sudah beriman? Hanya Allah dan hati nurani kita yang tahu, kan?

Om, jadi kepengen menulis puisi nih:

 Ajari aku caranya melindungiMu
 dari diriku yang terlanjur terlalu mencintaiMu
 Ke mana Kau akan pergi, melarikan diri
 atau bersembunyi
 Sementara seharusnya Kaulah yang memelihara
 dan menguasai dari Kejahatan itu

 Namun, waktu membuat semua aku
 hanya mampu berbisik-bisik
 tak berani lagi menyebut namaMu

 Kejahatankulah setelah sanggup melupakanMu
 Padahal bibirku pernah mengucap cinta tak sudah-sudah

 

PS:

Om sebenarnya masih muda. Tapi sengaja pakai "Om", biar agak garing gimana gitu,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun