Mohon tunggu...
Fath Qanitah
Fath Qanitah Mohon Tunggu... -

a happy muslimah, a good daughter, student, and.. I can't give up, it's not an option. :)

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

(Perokok) Dilarang Mencintai Anak-anak

3 Juni 2011   08:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:55 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saya sedih sekali ketika malam itu, sepulang kantor, saya mendapati Geo (bukan nama sebenarnya) tetangga saya yang masih berusia enam tahun sedang asik menikmati sebatang rokok. Saya semakin miris karena saat itu Geo tidak sendirian, ayahnya ada disampingnya. Ya, ayahnya yang ‘mendidik’ Geo merokok.

Sepekan sebelumnya, dalam perjalanan dari Rawamangun menuju Kayumanis, saya juga mendapati seorang bapak yang tanpa berdosa menyalakan rokok didalam angkot. Mungkin saya akan diam saja jika angkot itu hanya berpenumpang sedikit. Paling tidak saya masih bisa menghirup udara yang lebih bersih dari jendela angkot. Tapi saat itu, angkot yang saya tumpangi penuh dengan anak-anak yang baru pulang dari gelanggang olahraga. Riuh anak-anak yang saling bercerita tentang aktivitas yang baru saja mereka jalani berganti dengan suara batuk-batuk akibat asap rokok yang ditimbulkan bapak tadi. Dduhh..!

Anda juga pasti sering mengalami peristiwa yang sama dengan saya bukan?, apalagi didalam angkot. Meskipun sudah ada perda yang melarang para perokok untuk merokok di tempat umum, tetap saja masih banyak yang tak mematuhinya. Oke, kita sepakat bahwa rokok mengandung racun yang membahayakan kesehatan jiwa bahkan menyebabkan kematian. Namun, kenapa masih banyak yang merokok?. Sialnya, mereka yang tidak merokok dan hanya ‘menikmati’ asapnya (perokok pasif) ternyata memiliki resiko tiga kali lipat bahayanya dibanding perokok yang sebenarnya (perokok aktif).

Bahaya merokok

Asap rokok mengandung 40 bahan kimia penyebab kanker, sejumlah racun seperti arsenikum dan sianida serta lebih dari 4000 bahan kimia lain. Saat merokok, serangkaian bahan kimia ini menjelajah ke organ vital tubuh seperti otak, paru-paru, jantung dan pembuluh darah. Tubuh menjadi terpolusi bahan kimia dan bisa menyebabkan kanker.

Asap rokok juga mengandung karbon monoksida (CO) yang jika dihirup akan menggantikan fungsi oksigen di sel-sel darah. CO memiliki kecenderungan yang kuat untuk berkaitan dengan hemoglobin dalam sel-sel darah merah. Seharusnya hemoglobin ini berkaitan dengan oksigen, tapi karena CO lebih kuat dari pada oksigen maka gas CO ini merebut tempatnya “di sisi” hemoglobin.

Seorang ibu yang merokok, selama dan setelah kehamilan, beresiko tiga kali lebih besar menyebabkan bayi meninggal akibat sydrom kematian mendadak atau lahir cacat serta berat badan yang rendah. :(

Bagaimana perkembangan anak dilingkungan perokok?

Dilarang mencintai anak-anak, adalah kalimat untuk mereka yang masih tetap merokok di tempat-tempat umum, terlebih di rumah – di hadapan anak-anak mereka sendiri. Dalam UU Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002 Pasal 44 disebutkan bahwa seorang anak berhak mendapat fasilitas dan penyelenggaraan kesehatan yang optimal sejak didalam kandungan. Jika seorang anak bertumbuh didalam lingkungan keluarga yang merokok, sesungguhnya anak tersebut telah dirampas haknya untuk hidup sehat.

Rokok menyebabkan perkembangan fisik dan kecerdasan anak buruk/rendah. Data menunjukkan konsumsi rokok terbesar dilakukan oleh kelompok berpenghasilan rendah. Seseorang yang membakar rokok tiap hari berarti telah kehilangan kesempatan untuk membelikan susu atau makanan lain yang bergizi untuk keluarganya. Akibatnya anak tidak dapat tumbuh dengan baik dan kecerdasannya juga tidak cukup berkembang, sehingga kapasitas untuk hidup lebih baik diusia dewasa menjadi sangat terbatas.

Pertumbuhan anak dilingkungan perokok juga meningkatkan prevalensi perokok atau usia pertama kali merokok meningkat. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan usia anak merokok telah bergeser dari usia belasan, kini menjadi 5 – 9 tahun atau rata-rata usia tujuh tahun. Sangat menyedihkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun