Bahkan kita lebih senang menjalankan ritual puasa tanpa perduli maknanya. Kita lebih senang menyimpan uang untuk belanja makanan berbuka puasa, tanpa memikirkan BERBAGI REZEKI pada mereka yang sedang tidak berpunya.Â
Pandemi Covid-19 Mengajarkan Kita untuk Tidak Manja Saat Berpuasa Ramadan
Bulan Ramadan, di mana umat Islam yang beriman diwajibkan berpuasa, seakan hanya menjadi sebuah bulan di mana orang-orang hanya mengubah jadwal dan pola makan mereka. Lain daripada itu tidak. Nafsu untuk tetap konsumtif masih tetap membara, bahkan lebih menyala dibanding bulan-bulan sebelumnya.
Ramadan saat pandemi yang kita alami sejak tahun kemarin mengajarkan kita perspektif baru bahwa dengan kehendak-Nya, ibadah puasa bisa kita maknai dengan sebenarnya.
Kita bisa merasakan sendiri pada Ramadan saat pandemi kemarin, tak ada lagi buka puasa bersama. Tak ada lagi hangout ke mal-mal atau kafe-kafe mewah. Tak ada lagi pasar takjil yang menyediakan aneka menu khas Ramadan, meski setidaknya masih bisa kita lihat beberapa penjualnya di pinggir jalan.
Ramadan saat pandemi juga membuat kita harus berpikir dua kali jika ingin menumpuk bahan makanan. Kita mulai belajar mengurutkan ulang daftar belanja yang harus segera dipenuhi. Kita mulai belajar memangkas piramida kebutuhan, dari yang semula bisa sampai tersier sekarang mungkin cuma jadi dua: kebutuhan primer dan sekunder saja.
Steven Covey dalam bukunya "7 Habits of Highly Effective People" menasehatkan bahwa kita harus memprioritaskan hal-hal yang sangat penting terlebih dulu ketimbang hal lainnya. First thing first. Alih-alih menumpuk barang, lebih baik memenuhi sekedar yang dibutuhkan.
Pada Ramadan saat pandemi kemarin hingga sekarang, Allah seolah ingin menyadarkan umat Islam. Melalui virus corona, Allah langsung turun tangan mengekang hawa nafsu kita, mengajarkan pada kita agar kalau puasa jangan manja. Melalui pandemi Covid-19 Allah mengingatkan kita untuk tidak kalap berbelanja dan bentuk-bentuk pola konsumtif dan hedonis lainnya.