Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Romantisme Ibrahim AS dan Hajar Memaknai Ulang Arti Keikhlasan

30 Juli 2020   11:34 Diperbarui: 30 Juli 2020   11:56 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peristiwa Ibrahim a.s dan Hajar adalah kisah romantisme Keikhlasan (ilustrasi: unsplash.com/Juliana Malta)

Di saat matahari bersinar terik di atas gurun pasir tak bertuan yang mengelilingi Ka'bah, Ibrahim a.s melangkah pergi. Ditinggalkannya Hajar dan Ismail kecil, tak dihiraukannya panggilan istri dan anak kesayangannya itu.

Hajar mengejar Ibrahim a.s. Di tengah sunyinya padang pasir yang kering kerontang, Hajar berteriak memanggil suaminya.

"Mengapa engkau tega meninggalkan kami di sini? Bagaimana kami bisa bertahan hidup?"

Ibrahim a.s tak juga menghentikan langkahnya. Ibrahim terus melangkah tanpa menoleh. Juga tak menggerakkan kepala dan telinga untuk mendengar teriakan sang istri yang baru saja melahirkan seorang putra yang sudah lama dia harapkan kehadirannya.

Namun tanpa sepenglihatan Hajar, air mata Ibrahim a.s meleleh. Remuk redam hati Ibrahim. Perasaannya terjepit antara pengabdian, kasih sayang dan pembiaran.

Seolah tak terima dengan diamnya Ibrahim, Hajar terus mengejar sambil menggendong Ismail kecil. Kali ini dia setengah menjerit, dan jeritannya menembus langit.

"Apakah ini perintah Tuhanmu?"

Aneh, begitu mendengar pertanyaan Hajar ini langkah Ibrahim langsung terhenti.

Seiring berhentinya Ibrahim, dunia seperti ikut berhenti berputar. Butir pasir seolah terpaku, kaku tak mampu bergulir. Angin seolah berhenti mendesah.

Malaikat yang menyaksikan peristiwa itu pun turut terdiam. Mereka menanti apa jawaban Ibrahim a.s. Pertanyaan atau lebih tepatnya gugatan Hajar membuat semuanya terkesiap.

Ibrahim a.s lalu membalikkan badannya tegas. Ditatapnya wajah Hajar yang masih mengejar dari kejauhan, lalu meluncurlah jawaban yang ditunggu para Malaikat itu.

"Iya!"

Mendengar jawaban Ibrahim a.s, langkah kaki Hajar langsung terhenti. Setelah terdiam sejenak, meluncurlah kata-kata dari bibirnya yang mengagetkan semua malaikat, bahkan seisi alam semesta.

"Jika ini perintah Tuhanmu, pergilah. Tinggalkan kami di sini. Tak usah mengkhawatirkan kami. Engkau pergi demi Tuhanmu, maka Tuhanmu juga yang akan menjaga kami."

Tanpa berpamitan, tanpa berkata-kata lagi, Ibrahim a.s pun beranjak pergi. Dilema hatinya punah sudah. Langkahnya kian pasti, menuju pengabdian pada Sang Ilahi.

***

Memaknai Ulang Arti Keikhlasan

Peristiwa Ibrahim a.s dan Hajar adalah kisah romantisme Keikhlasan. Nabi Ibrahim a.s dan Hajar mengajarkan pada kita apa sebenarnya arti "Ikhlas".

Selama ini, kita selalu menafsirkan "ikhlas" dengan tidak mengharapkan jerih-payah terhadap amal perbuatan. Kita juga biasa memaknai "kata ikhlas" dengan "lillahi rabbil a'lamin". Seluruh amal perbuatan hanya mengharap ridha Tuhan semata.

Kita juga kerap mengartikan kata "ikhlas" dengan mengetahui lawan katanya, yakni riya dan sum'ah. Ingin pamer dan berhasrat mendengar pujian orang. Dalam bahasa singkatnya, rekayasa perbuatan. Orang yang merekayasa perbuatannya, maka orang itu tidak ikhlas.

Seorang mahasiswa yang berceramah di hadapan jamaah masjid yang mayoritasnya tidak lulus SD, namun ia menyampaikan ceramah dalam bahasa serta istilah yang "rumit" agar jamaahnya  menganggap ia pintar, maka ia bisa jadi telah tidak ikhlas. Atau saya sering menulis soal agama agar memberi kesan kepada pembaca bahwa saya orang yang religius nan salih, maka saya bisa jadi telah terjerumus ke dalam tidak ikhlas.

Tapi kalau kita membaca kisah Ibrahim a.s dan Hajar di atas, kita sepertinya perlu memaknai ulang kata "ikhlas".

Ikhlas adalah kepasrahan, bukan mengalah apalagi menyerah kalah. Ikhlas adalah memilih jalan-Nya, bukan karena kita terpojok tak punya jalan lain.

Ikhlas itu ketika kita sanggup berlari melawan dan mengejar, namun kita memilih patuh dan tunduk.

Ikhlas itu bukan bermain logika, bukan merasionalisasi tindakan, bukan mengkalkulasi hasil akhir.

Ikhlas itu perginya Ibrahim dan diam pasrahnya Hajar. Ikhlas itu mendengar perintah-Nya, mentaati-Nya. Sami'na wa Atho'na.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun