"Libur Mas?" tanya seorang tetangga di kampung saya.
Itu pertanyaan yang sama untuk kesekian juta kalinya yang saya dengar. Kadang pertanyaan serupa yang saya dengar adalah, "Nggak kerja Mas?"
Pertanyaan itu tak hanya datang dari tetangga, juga dari teman dan sering dari kerabat sendiri. Ketika di hari kerja orang-orang sudah sibuk di kantor atau tempat usaha masing-masing, saya terlihat santai di rumah saja. Jadi, saya menilai wajar saja apabila orang lain yang melihat saya santai sedemikian rupa menanyakan pertanyaan tersebut.
Pekerjaan Tradisional vs Pekerjaan Digital
Sejak memutuskan resign dan menekuni dunia blogging tiga tahun lalu saya memang lebih banyak di rumah. Tapi bukan berarti tidak ada pekerjaan sama sekali.
Aktivitas saya di rumah nyaris sama setiap harinya. Pagi usai bersih-bersih dan mengantarkan anak-anak ke sekolah, saya membuka laptop lalu mulai bekerja.
Namanya juga blogger, pekerjaannya tentu menulis di blog atau menulis konten yang dipesan klien. Kalau lagi suntuk atau saat menulis pikiran saya melayang dan rangkaian kalimat yang tadinya lancar tiba-tiba berhenti begitu saja, waktu kerja di pagi hari itu saya gunakan untuk browsing. Mencari ide atau pengetahuan baru.
Di sela-sela pekerjaan menulis itu, saya keluar rumah. Menyegarkan pikiran dan menyapa para tetangga yang juga sudah mulai beraktivitas. Karena sering menemui saya di rumah saat orang lain pergi bekerja, mereka kerap bertanya, "Lagi libur, Mas?"
Persepsi masyarakat kita tentang "pekerjaan" memang masih tradisional. Kerja itu harus di tempat tertentu, bukan di rumah.
Makanya, mereka masih belum bisa menerima ketika saya jelaskan bahwa pekerjaan saya lebih banyak dilakukan di rumah.
"Kerja apa sih Mas kok di rumah terus," tanya mereka.
Ketika saya jawab menulis atau ngeblog, banyak tetangga, teman juga keluarga sendiri yang masih belum bisa menerima kenyataan bahwa menulis itu jenis pekerjaan dan bisa menjadi pilihan karir. Anggapan mereka, menulis itu hobi.