Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pak Hakim MK, Apa Salahnya Orang Kampung Jadi Saksi?

20 Juni 2019   12:52 Diperbarui: 20 Juni 2019   13:05 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Idham Amiruddin saat memberi kesaksian di sidang Mahkamah Konstitusi (sumber foto: liputan6.com)

Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang lanjutan perkara gugatan Pemilu pada Rabu (19/6). Agenda sidang lanjutan tersebut adalah untuk mendengarkan saksi-saksi dari pihak pemohon, dalam hal ini tim kuasa hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi.

Salah satu saksi yang dihadirkan oleh tim hukum BPN adalah Idham Amiruddin. Ada satu kejadian menarik dari kesaksiannya di MK saat itu. Awalnya, anggota hakim MK Arief Hidayat menanyakan pada saksi Idham tentang posisinya dalam pilpres lalu. Idham mengaku tidak memiliki posisi apapun, namun mengklaim menemukan kecurangan.

"Saudara bukan tim BPN?" tanya Arief.

"Bukan. Saya di kampung," jawab Idham.

Arief pun menanyakan kaitan kesaksian Idham yang berasal dari kampung dengan permasalahan yang akan disampaikan dalam sidang.

"Kalau dari kampung mestinya yang diketahui situasi di kampung," kata Arief.

Belum sempat terdengar jawaban dari Idham, ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto (BW) menjawab pertanyaan Arief Hidayat.

"Saya di kampung, tapi bisa mengakses dunia di kampung," ucap BW. "Jadi jangan judgement seolah-olah orang kampung tidak tahu apa-apa. Mohon dengarkan saja dulu Pak apa yang akan dijelaskan," imbuh BW.

Suasana pun mulai memanas karena Arief meminta agar BW tak menjawab, sementara BW tetap tak terima karena merasa saksinya ditekan oleh Arief dan diremehkan hanya karena dari kampung.

Saya tidak akan membahas materi kesaksian Idham Amiruddin. Saya hanya tertarik dan menyoroti pernyataan hakim Arief Hidayat tentang kesaksian orang kampung. Saya memahami apa yang menyebabkan BW ngotot membela saksinya dan terkesan tersinggung dengan pernyataan hakim Arief Hidayat tentang domisili Idham yang berada di kampung.

Saya tidak tahu, apakah menurut etika hukum dan pengadilan di Indonesia, seorang hakim diperbolehkan meragukan kapasitas saksi yang diajukan sebelum mendengar kesaksiannya. Karena itu yang saya tangkap dari pernyataan hakim Arief Hidayat terhadap Idham Amiruddin.

Bila pernyataan itu dilontarkan tim hukum pihak termohon, saya menganggapnya wajar karena itu bisa jadi bagian dari strategi pembelaan mereka. Yakni melemahkan posisi saksi dan kesaksiannya di mata hakim. Tapi bila ada hakim yang meragukan kesaksian seseorang hanya karena didasarkan latar belakang pribadinya bahkan sebelum saksi itu memberikan keterangan apapun, saya anggap itu aneh. Karena itu wajar bila BW meminta hakim Arief Hidayat untuk tidak menghakimi sebelum mendengar penjelasan Idham.

Saya merasa, pernyataan tersebut tidak pada tempatnya dan tidak semestinya dilontarkan Arief Hidayat selaku hakim yang mengadili sengketa pemilu ini. Idham Amiruddin bukan saksi ahli, melainkan saksi fakta. Karena itu, mempertanyakan kapabilitas dan kompetensi dari Idham bukan pada tempatnya. Lain halnya apabila Idham diminta maju ke sidang sebagai saksi ahli, maka tim hukum dari pihak tergugat atau hakim sekalipun bisa mempertanyakan kredibilitas kesaksiannya dengan dari latar belakangnya.

Pernyataan hakim Arief Hidayat juga saya anggap melecehkan dan merendahkan status orang kampung. Apa yang salah dengan orang kampung? Apakah sebuah hal yang aneh dan tidak wajar apabila orang kampung bisa mengetahui situasi nasional, apapun yang terjadi di luar kampungnya? Apakah dengan berasal dari kampung, lantas kesaksian Idham diragukan bahkan sebelum hakim Arief Hidayat mendengarkan apa yang akan dijelaskannya? Apa salahnya orang kampung jadi saksi?

Mungkin hakim Arief Hidayat tidak tahu, banyak orang kampung yang sukses dan menjadi bagian dari orang-orang penting yang memerintah negara ini. Soekarno dulu orang kampung, begitu pula dengan Hatta. Bahkan Jokowi sendiri pernah membanggakan statusnya sebagai orang kampung, bukan bagian dari segelintir orang elit yang tinggal di kota.

Lebih dari itu, pernyataan hakim Arief Hidayat juga memberi kesan menafikan dan meremehkan kekuatan internet dan akses informasi di era digital sekarang ini. Apakah dengan tinggal di kampung lantas orang tersebut selalu ketinggalan berita dan informasi? Tidak bukan?

Selama orang bisa mengakses internet di manapun ia tinggal, ia tidak akan ketinggalan informasi apapun juga. Seperti yang dikatakan BW, orang kampung juga bisa mengakses dunia di kampung mereka. Dengan kata lain, lewat pernyataannya tersebut saya menganggap hakim Arief Hidayat sudah meragukan fungsi dan tugas pemerintah untuk menyebarluaskan informasi dan menjamin hak warga negaranya pada akses informasi yang tersedia.

Pak hakim Arief Hidayat mungkin tidak tahu juga, saya menulis dan menyebarluaskan tulisan saya ini dari sebuah kampung. Dan dengan tidak menghilangkan rasa hormat saya pada hakim Arief Hidayat, saya hanya berharap saat melontarkan pernyataan tersebut, beliau tidak sampai lupa bahwa beliau dulu juga tinggal di kampung, dan suatu saat mungkin merindukan kampung halamannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun