Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Jokowi yang Tidak Percaya Diri dan Prabowo yang Pragmatis

10 Agustus 2018   08:19 Diperbarui: 10 Agustus 2018   10:51 1130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo dan Jokowi saat buka bersama (tempo.co)

Kedekatan Jokowi dengan Ahok memang membuat dirinya kerap diserang isu SARA. Jokowi dituduh tidak pro terhadap Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia. Jokowi juga dituduh sering mengkriminalisasi ulama-ulama, terutama yang berseberangan dengan pemerintah. Karena itulah, menjelang pilpres, beberapa langkah diambil Jokowi untuk menghilangkan stigma negatif terhadap dirinya tersebut.

Langkah pertama, dirangkullah Ali Mochtar Ngabalin, yang oleh Jokowi dianggap bisa menjadi representasi perwakilan kalangan Islam yang berseberangan dengan dirinya. Langkah ini kemudian dianggap tidak cukup, lantaran Ngabalin sendiri bukan tokoh yang memiliki magnet kharisma dan basis massa yang kuat. 

Karena itu, Jokowi pun berpaling pada golongan Islam tradisional untuk mengamankan suara. Hubungan pemerintah dengan Nahdlatul Ulama, organisasi masyarakat terbesar di Indonesia pun kian dipererat.

Masalahnya, dalam koalisi gemuk di kubu pemerintah, banyak kandidat yang berdarah NU, selain beberapa kandidat lain di luar NU yang juga punya kapabilitas mumpuni. 

Banyaknya kandidat cawapres ini tentu saja menjadi buah simalakama tersendiri bagi Jokowi. Salah pilih calon, bisa-bisa koalisi gemuk yang digalang pihaknya akan buyar dan layu sebelum pilpres menjelang.

Beberapa kandidat bahkan sudah lebih dahulu berkampanye supaya memiliki nilai tawar untuk dipilih Jokowi. Ada Ketua Umum Golkar Airlangga Hartanto, ada Ketua Umum PPP Romahurmuzzy serta yang terlihat paling ambisius adalah ketua umum PKB Muhaimin Iskandar. 

Di luar ketiga calon ini masih ada beberapa kandidat lain seperti Moeldoko yang bisa menjadi representasi kalangan militer, Mahfud MD, Sri Mulyani, dan tidak ketinggalan Puan Maharani. Nama Ma'ruf Amin nyaris tidak terpikir dan terdengar saat itu.

Karena itu, meski dinilai sebagai langkah taktis untuk menepis isu SARA, dipilihnya KH. Ma'ruf Amin juga bisa menggambarkan ketidakpercayaan kubu Jokowi dalam menghadapi pilpres 2019 mendatang. 

Jokowi lebih memilih Ma'ruf Amin yang minim pengalaman kenegaraan dan birokrasi pemerintah hanya supaya suara dari kalangan Islam tradisional dan NU pada khususnya tidak keluar. 

Pasalnya, beberapa hari sebelum deklarasi, PBNU sempat menyatakan akan mempertimbangkan dukungannya apabila Jokowi tidak memilih kader NU untuk duduk di kursi cawapres. 

Mengingat banyak kader NU yang berada dalam koalisinya, Jokowi pun memilih Ma'ruf Amin, tokoh senior, ulama yang dihormati untuk meredam gejolak suara NU yang bisa jadi nanti akan menjadi basis massa terbesarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun