Mohon tunggu...
Firman Prima Laras
Firman Prima Laras Mohon Tunggu... Pekerja dan Mahasiswa

Seorang pekerja yang sedang menempuh 2 program studi yaitu: Hubungan Internasional dan Ilmu Pemerintahan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Buzzer: Mesin Propaganda yang Destruktif

16 Maret 2025   22:08 Diperbarui: 16 Maret 2025   22:07 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peran buzzer dalam perpolitikan Indonesia telah menjadi fenomena yang menarik sekaligus kontroversial. Keberadaan mereka sering dikaitkan dengan upaya membentuk opini publik, mendukung atau menyerang tokoh politik, serta memengaruhi narasi di media sosial. Namun, peran buzzer ini menimbulkan berbagai kritik, baik dari perspektif etika komunikasi, demokrasi, maupun kualitas diskursus publik.

Fenomena kehadiran buzzer dalam dunia politik mengundang berbagai hal negatif meskipun kita sama-sama mengetahui bahwa fenomena ini bukanlah hal baru,hanya berbeda media dan individu yang mengoperasikan. Tujuannya sama yaitu propaganda.

Berbagai sisi negatif yang ada sebagai berikut:

Distorsi Informasi dan Hoaks
Para buzzer yang tidak hanya menyebarkan opini, tetapi juga informasi yang belum diverifikasi, bahkan hoaks. Mereka sering menggunakan narasi yang tidak berbasis fakta untuk menyerang lawan politik atau membangun citra positif klien mereka. Ini memperburuk misinformasi dan disinformasi di ruang publik.

Polarisasi dan Perpecahan Sosial
Alih-alih mendorong diskusi yang sehat, buzzer sering kali memperburuk polarisasi politik di masyarakat. Mereka menciptakan narasi hitam-putih yang memisahkan masyarakat menjadi dua kubu yang saling bermusuhan, membuat ruang diskusi politik menjadi tidak sehat dan penuh kebencian.

Serangan terhadap Kebebasan Berpendapat
Banyak buzzer digunakan untuk menyerang kritikus pemerintah, akademisi, aktivis, atau jurnalis yang menyuarakan pendapatnya. Serangan ini sering berbentuk doxing (membocorkan data pribadi), fitnah, atau cyberbullying, yang mengancam kebebasan berpendapat di Indonesia.

Memanipulasi Opini Publik
Dengan memanfaatkan algoritma media sosial, buzzer bisa membuat isu tertentu menjadi trending dan terlihat seolah-olah mendapat dukungan luas. Padahal, banyak dari mereka bekerja secara terorganisir dan menggunakan akun-akun anonim atau bot, sehingga opini publik yang tercermin di media sosial tidak selalu mencerminkan realitas sebenarnya.

Etika dan Transparansi
Buzzer bekerja tanpa transparansi mengenai siapa yang membiayai mereka dan dengan motif apa. Hal ini menjadi masalah etika dalam komunikasi politik, di mana informasi yang diterima publik tidak datang dari sumber yang kredibel atau bertanggung jawab.

Mengurangi Kualitas Demokrasi
Dalam demokrasi yang sehat, opini publik seharusnya dibentuk melalui argumen rasional, debat yang terbuka, dan informasi yang akurat. Namun, kehadiran buzzer justru sering merusak prinsip ini dengan menjadikan politik sebagai ajang perang propaganda, bukan diskusi yang substantif.

Peran buzzer di Indonesia semenjak 10 tahun terakhir semakin mendapatkan panggung, bahkan tidak sedikit yang mengisi posisi-posisi strategis dikarenakan keberhasilan jasanya dalam memoles citra penguasa. Dunia politik yang dipenuhi buzzer sudah tidak relevan dengan tujuan negara, karena semua hanya bermain di ranah popularitas. Kebijakan yang prematur dilempar ke publik, lalu buzzer bekerja. Jika reaksi masyarakat tidak terbendung, barulah kebijakan ditarik/dievaluasi kembali.

Kegagalan yang dibalut dan dipoles sedemikian rupa hanya akan membawa negara ini kepada kejatuhan. Jika anda adalah salah satu orang yang berprofesi menjadi buzzer, saya ucapkan selamat, karena anda telah mengambil bagian dari proses keruntuhan suatu peradaban.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun