Mohon tunggu...
Firman Prima Laras
Firman Prima Laras Mohon Tunggu... Pekerja dan Mahasiswa

Seorang pekerja yang sedang menempuh 2 program studi yaitu: Hubungan Internasional dan Ilmu Pemerintahan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pecutan itu bernama Neneng Rosdiyana

13 Maret 2025   21:05 Diperbarui: 13 Maret 2025   21:01 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat itu aku sedang beristirahat sambil melihat reels Instagram. Aku terbiasa melihat konten-konten lelucon untuk penyegaran dari penatnya isi kepala. Lewatlah di beranda, sebuah meme tentang seorang wanita yang mengambil alih halaman Facebook bernama 'Marxisme Indonesia' menjadikannya halaman pribadi. Seorang wanita tersebut bernama Neneng Rosdiyana.

Aku tersenyum sedikit, terlebih setelah membaca beragam komentar netizen seperti,  "Runtuhnya Marxisme Indonesia di tangan Neneng Rosdiyana", "Semua akan menjadi kapitalis pada akhirnya.". Apalagi sepertinya sosok Neneng Rosdiyana ini adalah wanita lugu yang tidak memahami apa itu Marxisme atau akun yang dibelinya, sempat ia mengira bahwa Karl Marx adalah nama dari sebuah band.

Awalnya aku berpikir ini merupakan lelucon. Namun seiringnya waktu, anggapan kami salah besar. Neneng Rosdiyana merupakan sosok wanita luar biasa.

Ia secara aktif membagikan kegiatan sehari-harinya seperti mengaji dan bertani bersama kelompok perempuan lain yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) Mentari. Neneng memberdayakan perempuan-perempuan di sekitarnya dalam mengupayakan ketahanan pangan dengan bertani sayur-mayur. Tidak lupa juga Ia memamerkan hasil tani di bazzar UMKM serta ajakan berbelanja ke warung lokal. Mungkin terdengar biasa saja namun dibenakku berpikir bukankah itu sangat dekat dengan semangat Sosialisme?

Beberapa kali Neneng juga menyindir perilaku orang-orang yang suka berteori dan berdebat soal kapitalis yang menindas sambil menyeruput kopi di kafe mahal. Perlawananya terhadap kelompok yang dirinya sebut "bandit desa". Sungguh Neneng Rosdiyana adalah aktivis dengan dampak yang nyata.

Pecutan demi pecutan ia layangkan ke wajah kita (si pandai teori tanpa praktik nyata), kepada para mahasiswa-i yang kerja nyata hanya untuk syarat kelulusan, yang tidak berangkat dari ketulusan hati untuk berdampak pada sosial, kepada kebiasaan masyarakat yang enggan untuk berbelanja di warung lokal dan menjadikannya untuk tempat berhutang (kasbon) saja, praktik pengajian ibu-ibu yang didefinisikan beliau sebagai kegiatan atau praktik penyetaraan, bahkan Karl Marx tidak luput dari pecutannya.

Neneng Rosdiyana mengajak kita untuk tidak hanya berdebat teoritis di ranah falsafah namun juga bertindak. Terkadang kita semua terlalu seru memperdebatkan bagaimana cara untuk menjadi sesuatu tanpa bertindak untuk jadi salah satunya.

Kami terpecut, ampuni kami bu.

Sempatku berpikir,

Apakah ia adalah sosok asli? ataukah sebuah "proxy thinking" oleh seseorang yang menjadi "ghostwriter"nya? Namun aku tetap terpecut keras.

Semoga ada kesempatan, waktu, serta kesehatan yang mendukung untuk mengunjungi dan belajar langsung dari Neneng Rosdiyana.

Terima kasih Neneng Rosdiyana,

Hidup Nenengsime!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun