Infrastruktur Digital sebagai Fondasi EKONOMI DIGITAL Indonesia.
Ekonomi digital telah menjadi motor baru pertumbuhan ekonomi nasional di banyak negara, termasuk Indonesia. Fenomena ini tidak hanya mengubah wajah sektor perdagangan dan jasa, tetapi juga mendorong transformasi mendalam dalam tata kelola pemerintahan, pendidikan, kesehatan, serta sistem keuangan. Namun, di balik semua kemajuan tersebut, ada prasyarat utama yang tidak harus ada, yaitu infrastruktur digital yang kuat, merata hingga seluruh wilayah, dan berkelanjutan.
Cakupan infrastruktur digital ini merupakan keseluruhan sistem yang memungkinkan aktivitas digital terjadi. Mulai dari jaringan telekomunikasi (fiber optic, BTS, satelit), koneksi pita lebar (broadband), pusat data, komputasi awan, serta sistem pendukung seperti sistem pembayaran digital dan arsitektur keamanan siber. Sebagaimana ditegaskan oleh Bukht dan Heeks (2018, h. 6), No digital economy can emerge or thrive without digital infrastructure. It is the very substrate upon which digital economic interactions are built. Di Indonesia, kebutuhan akan infrastruktur digital menjadi sangat krusial mengingat luasnya wilayah, tantangan geografis, dan ketimpangan pembangunan antar daerah.
Kebutuhan Infrastruktur Digital
Pertumbuhan ekonomi digital Indonesia sangat pesat. Laporan Google, Temasek, dan Bain & Company tahun 2023 mencatat bahwa nilai ekonomi digital Indonesia mencapai US$82 miliar, dengan proyeksi mencapai US$130 miliar atau sekitar Rp2.080 triliun pada 2025. Sektor yang paling dominan adalah e-commerce, transportasi daring, layanan keuangan digital, dan layanan berbasis konten. Namun, sayangnya pertumbuhan ini masih sangat terkonsentrasi di wilayah perkotaan, terutama di Pulau Jawa.
Di sinilah persoalan mendasarnya, yaitu tentang ketimpangan infrastruktur digital yang dapat menghambat pemerataan manfaat ekonomi digital. Masyarakat di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) belum dapat menikmati akses internet berkualitas, apalagi berpartisipasi dalam ekonomi digital. Padahal, seperti disampaikan Kominfo (2023), "akses terhadap internet yang cepat, aman, dan stabil bukan lagi kebutuhan tersier, tetapi prasyarat utama bagi transformasi ekonomi dan pemerataan pembangunan."
Menjawab tantangan tersebut, pemerintah Indonesia telah merancang dan merealisasikan proyek strategis Palapa Ring, yang dijuluki sebagai "tol langit". Palapa Ring merupakan pembangunan jaringan serat optik sepanjang lebih dari 35.000 km, yang menghubungkan seluruh ibu kota kabupaten dan kota di Indonesia. Proyek ini terdiri dari tiga paket wilayah, yaitu Barat, Tengah, dan Timur. Palapa Ring tidak hanya bertujuan menyediakan konektivitas, tetapi juga menjadi infrastruktur dasar untuk pembangunan layanan publik berbasis digital termasuk ekonomi digital (Kominfo, 2020).
Namun, keberadaan backbone saja tidak cukup. Banyak wilayah yang telah dilewati Palapa Ring tetapi masyarakatnya belum dapat mengakses internet karena terbatasnya infrastruktur BTS (Base Transceiver Station) yang berfungsi sebagai perantara. Oleh karena itulah, program BTS 4G dan proyek Satelit SATRIA-1 (Satelit Republik Indonesia) diluncurkan. Satelit ini memiliki kapasitas transmisi 150 Gbps, dan akan melayani lebih dari 150.000 titik layanan publik, termasuk sekolah, puskesmas, dan kantor desa di wilayah 3T (Kominfo, 2023).
Melalui kombinasi infrastruktur darat dan udara, pemerintah berharap konektivitas tidak hanya merata secara geografis, tetapi juga mendorong lahirnya ekosistem digital lokal yang mandiri.
Â