[caption caption="Seorang bocah mengibarkan bendera Leicester City. GETTY IMAGES/LAURENCE GRIFFITHS"][/caption]Sebelas orang itu keluar dari ruang ganti. Sebagian memicingkan mata tanda keseriusan, sebagian lagi menghela nafas panjang. Untuk ketenangan, demi kemenangan.
Satu persatu mereka berbaris. Kaki yang kekar memperlihatkan betapa keras mereka berlatih. Beberapa luka terlihat tak seberapa. Yang penting adalah mendorong fisik sampai batas akhir, mendorong lelah sampai titik nadir.
Dibalut seragam biru dengan lambang serigala di dada. Perlahan mereka berjalan, menyusuri lorong, menggandeng anak gawang. Kepala tengadah meski di sebelah mereka berbaris lawan yang tidak sepadan. Tapi, ah... itu tidak penting. Yang penting hanyalah satu, tekad kemenangan.
The Foxes, kemudian mereka dikenal...
Foxes (para rubah), bukan tanpa alasan julukan ini diberikan. Bukan hanya karena sekadar lambang, namun karena mereka punya jiwa serupa serigala. Hidup dalam kawanan, memburu dan memangsa.
Tapi di negara asalnya, serigala ini dianggap tak bertaring...
---
"You're a town full of Pakis..."
"You're just a town full of Pakis..."
Stadion bergemuruh. Mereka menyanyi dengan lantang. Para penonton berteriak dengan nyaring, penuh semangat dan luapan emosi. Sayang, bukan untuk mengangkat, tapi untuk menjatuhkan. Nyanyian rasis terdengar menggaung, membelah di setiap sudut tribun.
Ah... Sudah biasa...
Sudah biasa (dan terlalu biasa) mereka dikucilkan. Ia dikucilkan, dibuang, seperti tidak dianggap bagian dari Inggris Raya.