Tapi jujur aja, banyak yang menanggapi nasihat itu dengan setengah hati. Rasanya seperti sesuatu yang "baik dilakukan", tapi nggak terlalu mendesak.
Kadang malah terasa membosankan. Padahal, kalau kita lihat lebih dalam, menabung itu bukan sekadar soal uang, tapi soal bertahan hidup, persis seperti pohon mangga.
Pohon mangga menabung air supaya tetap hidup saat musim kering. Kita menabung uang (atau emas, atau bahan makanan) supaya tetap bisa bertahan saat musim sulit datang.
Fungsinya sama, cadangan untuk bertahan.
Musim Sulit Pasti Datang
Nggak ada hidup yang mulus terus. Cepat atau lambat, "musim kemarau" akan datang dalam bentuk yang berbeda-beda:
- Gaji tiba-tiba dipotong karena kondisi perusahaan memburuk.
- Usaha turun drastis karena perubahan tren pasar.
- Biaya hidup naik pelan-pelan tanpa kita sadari.
- Tiba-tiba ada anggota keluarga yang sakit dan butuh biaya besar.
- Atau krisis ekonomi global yang bikin harga-harga melambung dan pasar keuangan gonjang-ganjing.
Di saat seperti itu, siapa yang bisa bertahan?
Jawabannya jelas, mereka yang punya tabungan. Bukan hanya tabungan uang, tapi juga tabungan ketenangan batin.
Kalau kita terbiasa menyisihkan sebagian penghasilan dan menyimpannya dengan disiplin, kita punya ruang untuk bernapas saat badai datang. Kita nggak perlu panik, nggak perlu langsung ngutang, dan bisa fokus mencari solusi dengan kepala dingin.
Tapi kalau semuanya dihabiskan setiap bulan tanpa sisa, saat krisis datang, posisinya mirip rumput kering di kemarau panjang, Â kaget, panik, dan perlahan "layu" karena nggak punya cadangan.
Menabung Itu Tentang Pola Pikir
Banyak orang menganggap menabung itu artinya "menyiksa diri sekarang demi masa depan yang belum pasti". Padahal, mindset ini keliru.
Menabung bukan berarti kita harus hidup menderita sekarang. Menabung adalah cara kita melindungi diri sendiri, memberi ruang aman untuk masa depan.