Mohon tunggu...
Prananda Ilyasya
Prananda Ilyasya Mohon Tunggu... Teknisi - Investigasi

Buanapos. Net

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Papua, Kepingan Surga yang Penuh dengan Konspirasi

29 Januari 2021   10:15 Diperbarui: 29 Januari 2021   10:20 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Prananda Ilyasya Nasution

Fak. Psikologi UMA

Hidup memang selalu berdampingan dengan masalah, tidak akan ada habisnya ketika kita membicarakan tentang papua. Topik tentang Papua yang hangat saat ini turut memunculkan konspirasi. Jika dilihat dalam bingkai NKRI memberikan beberapa kesimpulan, namun disatu sisi, Papua telah menjadi magnet bagi para pemburu keuntungan untuk mempertahankan kepemilikan status sebagai adikuasa, bahkan papua menjadi objek yang menggoda bagi pihak luar sana.

Perdebatan dan konspirasi pun terjadi, dan masyarakat umum pun bertanya tanya “ Sebenarnya apa yang terjadi ditanah kepingan surga itu?”.

Amerika dan eropa memegang peran sebagai pendulum , sebut saja begitu. Mereka memiliki kepentingan dekolonialisasi ( pembongkaran terhadap semua struktur ekonomi, politik, sosial, bahkan budaya yang merintangi proyek emansipasi nasional). Pada saat itu Belanda langsung menancapkan taring kolonialnya di tanah papua, sementara Amerika perlahan memasuki papua dengan membawa nama “Demokrasi”.

Jauh dari kata kebebasan, rakyat papua tetap saja di jajah sejak penemuan gunung emas di tahun 1950 silam membuat mereka mengalami kesulitan dalam memaknai apa itu “MERDEKA” yang dalam arti kata merdeka dari segi ekonomi, kesehatan, bahkan pendidikan pun mereka cukup memprihatinkan.

Indonesia perlu menerangi papua agar tidak merasa seperti anak tiri, tentang kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan segera atasi, disuarakan dan didialogkan. Bagaimana jika tidak? Perlawanan terus terjadi. Rakyat Papua terus akan merasa dibedakan sendiri, Nanti apapun yang dikatakan pemerintah, mereka meresponnya secara berbeda dengan cara Menentang. Ketika negara kehilangan kekuatan untuk menegosiasikan persoalan, bisa saja munculnya korban dari semua pihak, mengerikan bukan? 

Rasa kegelisahan publik tentang papua saat ini masih bisa dirasakan, Negara sudah seharusnya hadir dalam berbagai segmen dan fragmen aspirasi tanpa mengucilkan mereka termasuk pengabaian fundamental kebangsaan dan kenegaraan tidak bisa di diskriminasi.

Mendengar kata pihak asing, pandangan publik langsung tertuju pada perburuan keuntungan, perebutan, dominasi bahkan menganggap sebagai ancaman. Pentingnya demokrasi di Tanah air membuat publik papua tersadar bahwa kebebasan bukan slogan perlawanan Melainkan HAK ASASI MANUSIA ( HAM) yang harus terus diperjuangkan. Seperti akhir akhir ini saya mendengar “komik strip” dialog natalius pigai dan gorilla yang dibagikan Ambroncius Nababan

lewat akun media sosialnya, kini direspon Bareskrim Polri sebagai sangkaan tindakan rasis. Tapi lebih tepat dikategorikan tindakan Humiliasi? Saya akan menggambarkan konsep humiliasi (menurunkan keposisi yang lebih rendah di mata seseorang ) malu atau tak nyaman.sedangkan rasis adalah perbedaan ras yang lebih tinggi dari ras lainnya seperti contoh orang kulit putih lebih tinggi derajatnya daripada orang yang berkuit hitam ( seperti itu politik di afrika selatan ) mendengar berita di media sosial tentang rasisme yang dialami masyarakat papua, seperti unggahan “Komik strip dialog natalis dan gorilla tentang vaksin” itu kategori tindakan rasis? Sejauh fakta yang tersedia yaitu unggahan Ambroncius, tidak ada indikasi menjurus ke rasisme. Tidak ada kata kunci “ Papua “ Dalam unggahan itu, juga tidak ada kata, Frasa, atau gambar yang secara eksplisit (positif) merendahkan ras Negroid atau khususnya etnis papua.

Data yang ada sejauh ini, hanya cukup untuk mengatakan bahwa unggahan Humiliasi yang bersifat personal terhadap Natalius. Personal terhadap personal, bukan ras terhadap ras. Dasar tindakan humiliasi oleh ambroncius itu lebih pada kepentingan poitik personal. Bisa dikatakan ada indikasi bahwa kasus unggahan itu sejatinya bersifat personal tapi kemudian dipolitisir dan di angkat ke tataran isu rasisme. “Bukan sebuah kebetulan kalau Ambroncius dan Natalius adalah pemain politik”. Mereka berdua paham betul cara menangguk manfaat politik dari sebuah isu sensitif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun