Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Perhutanan Sosial dalam UU Cipta Kerja: Apa Manfaatnya?

25 Oktober 2020   09:40 Diperbarui: 25 Oktober 2020   09:50 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Konsekuensi yang berikutnya adalah tidak diperlukan lagi pembatasan pencadangan areal perhutanan sosial seluas 12,7 juta ha yang selama ini targetnya dikejar untuk direalisasikan tidak diperlukan lagi, karena sesungguhnya kegiatan perhutanan sosial harus diperlakukan sama dengan perizinan berusaha yang lain.

Kedua, apabila kegiatan perhutanan sosial masuk dalam katagori hak pengelolaan. Sejatinya, dari awal digaungkan kegiatan perhutanan sosial, adalah program populis yang mendukung program Nawa Cita presiden Joko Widodo yang salah satunya adalah reforma agraria. Reforma agraria adalah proses alokasi dan konsolidasi kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan lahan, baik tanah di hutan ataupun di desa-desa. 

Dalam reforma agraria tersebut terdapat dua hal yang diperhatikan pemerintah, yakni tanah objek reforma agraria (TORA) dan perhutanan sosial. Dalam praktiknya, lahan yang termasuk dalam TORA dan perhutanan sosial akan dibuat secara per klaster dan dikelola oleh kelompok masyarakat terutama untuk diberdayakan di bidang pangan. 

Namun, bedanya terletak pada hak pemanfataannya. Jika lahan TORA bisa digunakan dengan hak milik atas tanah, maka lahan perhutanan sosial digunakan melalui hak akses/izin/kemitraan pengelolaan hutan. 

Untuk lahan TORA adalah hak milik yang sertifikatnya akan dibuat untuk tidak bisa dijual dan tidak bisa dipecah melalui sistem waris. Sedangkan penggunaan lahan perhutanan sosial tidak boleh merusak ekosistem hutan dan penebangan kayu hanya dibolehkan di hutan produksi.

Konsekuensi dari hak pengelolaan ini adalah perlu adanya perlakuan khusus dengan tidak  diberlakukannya pasal 35 ayat (1), (3), dan (4) sampai batas waktu Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) telah mencapai minimal pada tahap Gold (kelompok sudah dianggap mandiri baik dari kegiatan berusaha maupun finansial)  setelah dilakukan evaluasi oleh pihak berwenang (Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Ditjen PSKL) KLHK). 

Berdasarkan panduan pendampingan perhutanan sosial, kelas yang dimaksud adalah Gold, jika kegiatan pendampingan telah berhasil dalam pembinaan pada aspek kelembagaan, kawasan dan usaha. 

Silver, jika kegiatan pendampingan baru berhasil dalam pembinaan pada aspek kelembagaan dan kawasan dan Blue, bila kegiatan pendampingan telah berhasil dalam pembinaan pada aspek kelembagaan. Dan yang sempurna adalah Platinum jika KUPS tersebut telah memiliki pasar yang luas baik nasional maupun internasional. 

Hasil penilaian terakhir yang dilakukan oleh Ditjen PSKL KLHK pada 5.208 KUPS ( 81,23 % dari total 6.411 KUPS) , baru 48 KUPS (0,92%) yang benar-benar mandiri/platinum. 

Sisanya,  433 (8,31%) ada di tahap maju (emas/gold), 1.286 (24,69%) di tahap moderat (silver/perak), dan yang terbanyak 3.441 (66,07%) masih di tahap awal (biru).

 Ketiga, konsistensi aturan perundangan (regulasi) dibawahnya (UU, PP, Permen). Sebagai contoh UU Cipta Kerja pasal 29 A mengamanatkan kegiatan perhutanan sosial yang dapat dilakukan dihutan lindung dan hutan produksi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun