PERHUTANAN Â SOSIAL Â DALAM Â UU Â CIPTA KERJA: Â APA MANFAATNYA ?
UU Cipta Kerja  dalam bentuk draf final (812 halaman) paragraph 4 tentang kehutanan masih menyisakan beberapa pertanyaan yang jawabannya masih ditunggu, karena diatur dalam peraturan pemerintah (PP) yang akan disusun kemudian.Â
Salah satunya adalah tentang dicantumkannya Perhutanan Sosial dalam pasal 29 A dan 29 B. Pasal 29 A ayat (1) berbunyi : pemanfaatan hutan lindung dan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 28 dapat dilakukan kegiatan Perhutanan sosial.Â
Sedangkan pasal 29 B berbunyi : ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha pemanfaatan hutan dan kegiatan perhutanan sosial diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Secara hirarkhi peraturan perundangan (regulasi), payung hukum yang melindungi kegiatan perhutanan sosial menjadi lebih kuat karena diatur oleh undang-undang, regulasi dua tingkat diatasnya dari sekedar peraturan menteri LHK no. P.83/2016 tentang kegiatan yang sama.Â
Sebelum adanya UU Cipta Kerja, selama ini UU 41/1999 tentang kehutanan dan PP 6/2007 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan tidak secara tersurat menyebut secara khusus tentang perhutanan sosial.Â
Kalau memang ada, sifatnya hanya tersirat. UU no. 41/1999, dalam penjelasan pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat disebut hutan kemasyarakatan (salah satu dari kegiatan perhutanan sosial). Sedangkan PP 6/2006 menyebut tentang pemberdayaan masyarakat setempat (pasal 83).Â
Pemberdayaan masyarakat setempat dapat dilakukan melalui kegiatan hutan desa (HD), hutan kemasyarakatan (HKm) dan kemitraan kehutanan (KK) (ketiganya adalah kegiatan dari lima kegiatan perhutanan sosial). Oleh karena itu, dengan akan disusunnya PP baru khusus tentang perhutanan sosial ini perlu diperjelas dalam PP tersebut beberapa hal :
Pertama, Perlu dipertegas perbedaan  hak pengelolaan dan perizinan berusaha. Selama ini yang berlaku pada lima kegiatan hutan kemasyarakatan (HA, HD, HKm, HTR, KK) menurut Permen LHK P.86/2016, yang digolongkan dalam hak pengelolaan hanya kegiatan hutan desa sedangkan hutan kemasyarakatan dan hutan tanaman rakyat masuk dalam katagori izin usaha (perizinan berusaha). Hutan adat dan kemitraan kehutanan tidak termasuk dalam katagori hak pengelolaan dan izin berusaha.
Apabila kegiatan perhutanan sosial masuk dalam katagori perizinan berusaha, konsekuensinya adalah kegiatan ini juga diberlakukan ketentuan pasal 35 ayat (1), (3) dan (4). Â Pasal 35 ayat (1) berbunyi : setiap pemegang perizinan berusaha terkait pemanfaatan hutan dikenakan penerimaan negara bukan pajak di bidang kehutanan.Â
Ayat (3) berbunyi  : setiap pemegang perizinan berusaha terkait pemanfaatan hutan wajib menyediakan dana investasi untuk biaya pelestarian hutan. Sedangkan ayat (4) berbunyi : setiap pemegang perizinan berusaha terkait pemungutan hasil hutan hanya dikenakan penerimaan negara bukan pajak berupa provisi di bidang kehutanan.Â