ANCAMAN Â KELESTARIAN Â HUTAN
(UU CIPTA KERJA SEKTOR KEHUTANAN)
Keputusan DPR yang menyetujui Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja disahkan menjadi Undang Undang (UU) (Kompas, 6 Oktober 2020), menyisakan celah yang membahayakan bagi kelestarian hutan di Indonesia.Â
Sebagian besar kalangan rimbawan (presiden Joko Widodo adalah juga rimbawan), pemerhati kehutanan dan penggiat lingkungan resah terhadap pasal- pasal yang terkait dengan kehutanan.Â
Betapa tidak, undang-undang sapu jagad ini, nampaknya hanya mengedepankan kepentingan ekonomi, semata mata hanya  untuk menggenjot laju pembangunan.Â
Penghapusan pasal 18 ayat (2) UU no. 41/1999 tentang kehutanan yang berbunyi  Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30 % (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional diperkiraan oleh beberapa kalangan akan mempercepat menyusutnya luas kawasan hutan yang dimiliki Indonesia.Â
Penghapusan ini berpotensi  membuka seluruh kawasan hutan untuk berinvestasi.  Pemerintah memberi kesan memanjakan dan mengistimewakan korporasi dalam berinvestasi.Â
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menjelaskan, filosofi penghapusan itu bertujuan menghilangkan pembatas bagi daerah yang luas kawasan hutannya kurang dari 30% agar tetap bisa melakukan pembangunan. seperti daerah-daerah lain di Indonesia.Â
"Kalau di UU dicantumkan  angka (persentase minimal), maka bisa mengandung arti membatasi sehingga tidak semua daerah bisa membangun bersama-sama.Â
Sejauh ini, rasio luas kawasan hutan terhadap luas daratan masih 63,1% dan rasio luas areal berhutan terhadap luas daratan sekitar 51% lebih. Namun, untuk Pulau Jawa, rasio itu lebih rendah dari 30%, sementara jumlah penduduk terus bertambah.
Dalam UU Cipta Kerja yang akan segera disahkan oleh presiden, pasal 18 tersebut diubah dari dua ayat menjadi tiga ayat dan berbunyiÂ