Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ketahanan Pangan Semu

28 Januari 2020   09:55 Diperbarui: 28 Januari 2020   14:11 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

KETAHANAN PANGAN SEMU

Dalam perjalanan pulang dari Jogyakarta  ke Jakarta via kereta eksekutif Taksaka pagi sampai siang hari pada bulan Juli 2019 lalu , terdapat pemandangan yang sangat menarik dari mulai Subang, Purwakarta sampai Karawang. Sepanjang jalan menyusur rel kereta, kiri kanan terdapat hamparan sawah yang hijau. 

Sebagian, ada yang sementara ditanam dan ada yang baru ditanam dengan aliran air dari irigasi teknis. Sementara dibelahan provinsi lain, kekeringan dapat mendera sampai terjadi krisis air karena memasuki kemarau panjang yang diperkirakan sampai dengan bulan Oktober tahun 2019. 

Sayangnya, pemandangan  indah itu sedikit dirusak oleh pembangunan rumah yang kelihatannya dibangunan oleh pengembang dengan mengambil luasan hamparan sawah tersebut. Kondisi ini sangat merugikan kalau tidak dihentikan karena mengancam produktifitas hasil panen dan pada muaranya mengganggu ketahanan pangan. 

Menurut data, pengurangan atau laju penurunan luas lahan sawah beririgasi teknis terus terjadi setiap tahunnya. Dinas Pertanian kabupaten Karawang mencatat dari tahun 2016 -- 2018 terjadi penurunan luas sawah sebesar 1.195 ha. Sedangkan kabupaten Indramayu dalam 10 tahun terakhir (2008-2018), luas lahan sawah telah menyusut sebesar 1.756 ha (kompas, 26 Juli 2019). 

Meski pemda Karawang tahun 2018 lalu telah mengeluarkan peraturan daerah untuk mencegah alih fungsi lahan sawah rasanya belum cukup apabila fenomena ini tidak diangkat pada skala nasional.

Pada lahan sawah yang beririgasi teknis yang mampu panen tiga kali setahun, pemerintah wajib mempertahankan luasan yang ada bahkan syukur-syukur mampu menambah luasannya. 

Prinsip intensifikasi plus harus diterapkan.  Untuk itu, pemerintah telah  menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah. Peraturan ini dimaksudkan untuk  agar tingkat alih fungsi lahan pangan, khususnya sawah menjadi non sawah, semakin terkendali. 

Sebagai tindak lanjut dari operasionalisasi peraturan ini, pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah menyiapkan insentif untuk mendorong pemerintah daerah agar tidak melakukan alih fungsi lahan sawah. Insentif tersebut berupa bantuan sarana dan prasarana pertanian, percepatan sertifikasi tanah hingga sarana dan prasarana irigasi, sesuai dengan kemampuan negara. 

Rencana Menteri Pertanian Sahrul Yasin Limpo yang akan memperkarakan secara pidana bagi siapa yang membandel  dan tetap akan mengalih fungsi lahan sawah untuk non sawah perlu disambut dengan gembira karena akan mempertahankan dan menjaga luasan sawah yang produktif dan khususnya yang beririgasi teknis.

Usaha lain untuk dapat mengatasi hal ini, pemerintah dapat membentuk BUMN dalam bentuk Perum Persawahan Irigasi Nasional yang bertugas untuk mengambil alih sawah beririgasi teknis yang akan dijual petani kepihak lain. 

Meskipun membutuhkan investasi yang besar, namun tidak berarti apa apa bila dibandingkan dengan investasi untuk membangun bendungan yang telah ada dan manfaat ekonomis dan sosial yang selama ini telah diperoleh dari keberadaan persawahan teknis tersebut.

Untuk mempertahankan kecukupan pangan, pencetakan  sawah baru sebagai upaya ekstensifikasi dirasa tidak cukup mengingat laju pertumbuhan penduduk yang begitu pesat. Indonesia pernah mengalami kejayaan sektor pertanian dengan mencapai swasembada beras tahun 1984 dan mendapatkan penghargaan Badan Pangan Dunia (FAO) dengan jumlah penduduk sekitar 130 juta jiwa pada waktu itu. 

Memasuki tahun 2020, jumlah penduduk Indonesia telah bertumbuh menjadi dua kali lipatnya (sekitar 267 juta jiwa), yang membutuhkan pangan dengan jumlah yang lebih banyak lagi dibandingkan dengan 36 tahun yang lalu. Bagaimana menambah kecukupan pangan terutama beras untuk masa yang akan datang?.

Indonesia dikarunia lahan yang sangat luas yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Dari program reforma agrarian saja, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sampai akhir tahun 2019, telah menyediakan lahan hutan seluas 12,7 juta ha untuk kegiatan Perhutanan Sosial. 

Kenapa lahan seluas ini tidak dimanfaatkan untuk pertanian lahan kering, dengan sistim tumpangsari padi gogo rancah (goro) yang pernah sukses dilaksanakan di provinsi NTB pada saat pemerintah orde baru. 

Ekstensifikasi pertanian lahan kering dengan memanfaatkan program Perhutanan Sosial ini mempunyai potensi yang mampu mendongkrak swasembada pangan terutama beras.

Hitung hitungan saya dari total luas 12,7 juta, 50 persen untuk tumpasang sari padi goro (6 juta ha) akan menghasilkan padi 24 juta ton brutto (satu hektar menghasilkan 4 ton padi) setiap kali panen. Potensi penambahan produksi padi yang selama ini belum terpikirkan oleh Kementerian Pertanian.

Rencana menteri pertanian sekarang Syahrul Yasin Limpo untuk mengembalikan kejayaan sektor pertanian akan lebih sukses apabila segala upaya dapat ditempuh tidak hanya menggerakkan penyuluh pertanian melalui Kostratani tetapi juga intensifikasi, intensifikasi plus, ekstensifikasi sawah, lahan kering, menggerakkan off farm dan seterusnya. 

Optimisme kita akan tumbuh dalam mencukupi kebutuhan dan ketahanan pangan melihat semangat luar biasa dari Menteri Pertanian kita yang baru. Cara berpikirnya selalu  "open mind" kepada siapa saja,  para pihak yang peduli kepada sektor pertanian.

Pramono DS

Pensiunan Rimbawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun