Perintah penangkapan internasional (arrest warrant) yang dikeluarkan oleh Pengadilan Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) terhadap Presiden Federasi Rusia, Vladimir Putin, dan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah menimbulkan ketegangan diplomatik dan tantangan hukum yang kompleks.
Di satu sisi, mandat ini mencerminkan upaya komunitas internasional untuk menegakkan prinsip keadilan universal. Di sisi lain, ketidakmerataan penerimaan dan implementasi Statuta Roma yang menjadi dasar hukum bagi ICC memperlihatkan keterbatasan dalam pelaksanaan keadilan global.
Ketika kedua pemimpin tetap berada di negara mereka masing-masing atau hanya bepergian ke negara-negara yang bukan penandatangan Statuta Roma, pertanyaan mendasar pun muncul: bagaimana komunitas internasional dapat menegakkan mandat hukum tanpa sarana yang benar-benar mengikat secara universal?
Mandat ICC dan Kedaulatan Negara
Statuta Roma, sebagai dasar hukum ICC, hanya mengikat negara-negara yang secara eksplisit meratifikasi perjanjian tersebut. Oleh karena itu, ICC hanya memiliki yurisdiksi terhadap individu yang berada di dalam wilayah negara-negara pihak atau jika Dewan Keamanan PBB merujuk suatu situasi ke ICC.
Masalah muncul ketika individu yang dikenai arrest warrant, seperti Presiden Vladimir Putin dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, berada di negara yang bukan pihak yang menandatangani Statuta Roma atau memiliki kebijakan politik yang enggan menegakkan mandat ICC, bahkan sekalipun ketika negaranya adalah anggota ICC. Misalnya, Rusia secara resmi menarik diri dari Statuta Roma pada 2016, sedangkan Israel tidak pernah meratifikasinya.
Kasus Presiden Vladimir Putin menjadi sorotan ketika Afrika Selatan, yang merupakan anggota ICC, menjadi tuan rumah KTT BRICS pada 2023 dan menghadapi dilema diplomatik tentang kemungkinan kehadiran Vladimir Putin. Walau akhirnya ia tidak hadir secara langsung, situasi ini menunjukkan bagaimana politik dan kepentingan nasional dapat mengalahkan kewajiban hukum internasional.
Demikian pula, kunjungan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu ke Hongaria, negara anggota ICC, tidak diikuti penangkapan, memperlihatkan inkonsistensi implementasi kewajiban hukum yang bersifat internasional.