Dalam momen langka yang memperlihatkan titik terang di tengah perang dagang yang panjang, Amerika Serikat dan China pada akhir bulan Juni 2025 berhasil mencapai kesepakatan penting dalam forum dagang bilateral di London. Kesepakatan ini datang setelah bertahun-tahun ketegangan, saling tuding pelanggaran aturan dagang, dan perang tarif yang melumpuhkan rantai pasok global.
Meskipun Organisasi Perdagangan Dunia / World Trade Organization (WTO) tidak hadir sebagai fasilitator utama dalam perundingan ini, prinsip-prinsip dasar WTO seperti non-diskriminasi dan Most Favoured Nation tetap menjadi landasan norma. Namun, bagaimana isi kesepakatan ini? Apa dampaknya bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia dan ASEAN? Dan bagaimana masa depan hubungan ekonomi dua kekuatan ekonomi terbesar dunia ini di masa yang akan datang?
Isi Kesepakatan Dagang: Penurunan Tarif dan Mekanisme Baru
Dalam pertemuan tingkat tinggi di London, delegasi Amerika Serikat dan China menyepakati kerangka kerja perdagangan baru yang menekankan tiga hal utama: penurunan tarif pada barang-barang teknologi dan pertanian, jaminan transparansi untuk subsidi industri strategis, serta penciptaan mekanisme penyelesaian sengketa bilateral di luar kerangka WTO.
Kesepakatan ini secara spesifik akan menurunkan tarif atas ekspor semikonduktor Amerika ke China sebesar 30% dalam dua tahun ke depan. Sebagai imbalannya, Amerika Serikat akan menghapus tarif atas produk agrikultur China, terutama kedelai dan produk olahan pangan. Mekanisme pengawasan akan dikoordinasikan melalui unit gabungan bilateral yang bersifat semi-independen dan berkantor di Geneva, dekat kantor pusat WTO.
Peran WTO: Tidak Langsung Namun Tetap Relevan
Meskipun WTO tidak menjadi pihak penandatangan atau berfungsi sebagai forum resmi bagi penandatanganan kesepakatan ini, prinsip-prinsip dasar WTO seperti Most Favoured Nations (MFN), aturan transparansi, dan aturan anti-dumping tetap dijadikan rujukan.
Dalam dokumen resmi kesepakatan, kedua negara menyatakan komitmen terhadap sistem perdagangan multilateral dan berjanji untuk tetap menghormati aturan-aturan WTO dalam perjanjian bilateral ini. Hal ini mencerminkan bahwa WTO, meskipun tengah menghadapi krisis legitimasi, tetap menjadi rujukan normatif dalam tata kelola perdagangan global.
Efektivitas dan Durasi Kesepakatan
Kesepakatan ini mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Oktober 2025, dengan periode evaluasi setiap dua tahun dan durasi berlaku awal selama lima tahun. Pemerintah masing-masing negara memiliki kewajiban untuk meratifikasi perjanjian tersebut melalui prosedur domestik, yang menurut pejabat Gedung Putih dan Kementerian Perdagangan China, akan rampung dalam waktu tiga bulan ke depan.
Dampak Global: Reaksi Dunia dan Potensi Efek Domino
Reaksi dari negara-negara lain datang cepat dan penuh nuansa. Uni Eropa menyambut baik penurunan tensi antara dua raksasa ekonomi ini, meskipun ada kekhawatiran soal diskriminasi pasar dan potensi pergeseran jalur investasi. Inggris, sebagai tuan rumah kesepakatan, berharap akan ada spillover positif terhadap kesepakatan pasca-Brexit dengan China dan Amerika Serikat.