Pada hari Sabtu, tanggal 10 Mei 2025, para pemimpin Eropa menyampaikan ultimatum kepada Russia, menuntut gencatan senjata dan dimulainya negosiasi damai dengan Ukraina. Jika Russia tidak merespons dalam waktu 36 jam, maka Eropa mengancam akan memberlakukan sanksi yang lebih berat dan masif terhadap Russia dan mencabut pembatasan penggunaan senjata Barat oleh Ukraina untuk menyerang target di dalam wilayah Russia.
Langkah ini mencerminkan betapa semakin frustrasinya negara-negara Eropa terhadap keengganan Russia untuk mengakhiri perang dan kekhawatiran atas berkurangnya dukungan Amerika Serikat terhadap Ukraina.
Dalam pertemuan di Kyiv, ibukota Ukraina, para pemimpin dari Inggris, Perancis, Jerman, dan Polandia, bersama dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, menuntut agar Presiden Vladimir Putin menyetujui gencatan senjata tanpa syarat selama 30 hari sebelum hari Senin berikutnya. Jika tidak, Russia akan menghadapi sanksi yang lebih berat dan peningkatan dukungan militer Barat untuk Ukraina.
Ultimatum ini disampaikan dalam konteks kerja sama antara negara-negara Eropa yang tergabung dalam aliansi Weimar+, yang merupakan perluasan dari Weimar Triangle (Perancis, Jerman, dan Polandia) dengan menambahkan Inggris dan Italia. Aliansi ini dibentuk pada bulan Februari 2025 sebagai respons terhadap perubahan kebijakan Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump, yang cenderung tidak mau melibatkan Eropa dalam negosiasi terkait perang antara Russia dan Ukraina.
Batas waktu ultimatum sudah lewat, dan sebagai respons, Presiden Vladimir Putin malah mengajukan serangkaian tuntutan untuk mengakhiri perang, termasuk jaminan tertulis bahwa Ukraina tidak akan bergabung dengan NATO, penghentian ekspansi NATO ke Eropa Timur, dan pencabutan sanksi Barat. Namun, tuntutan ini dianggap oleh banyak pihak sebagai upaya untuk memperkuat posisi Russia daripada niat tulus untuk mencapai perdamaian.
Baca juga: Ekspansi NATO atau Uni Eropa, Mana yang Lebih Mengkhawatirkan Russia?
Rudal Jelajah Taurus Untuk Ukraina?
Hingga akhir bulan Mei 2025, Jerman belum memutuskan apakah akan mengirimkan rudal jelajah Taurus ke Ukraina atau tidak. Namun, pemerintahan Kanselir Friedrich Merz telah mengambil langkah signifikan dengan menyetujui kerja sama produksi senjata jarak jauh bersama Ukraina.
Langkah ini mencakup pendanaan sebesar 5 miliar untuk bantuan militer, termasuk 1 miliar untuk pertahanan udara dan dukungan finansial bagi produksi senjata jarak jauh di Ukraina. Meskipun pengiriman langsung rudal Taurus belum dilakukan, kerja sama ini memungkinkan Ukraina untuk mengembangkan dan memproduksi sistem senjata dengan jangkauan yang dapat mencapai wilayah Russia.