Putih, dalam konteks Katolik, melambangkan kemurnian, spiritualitas, dan terang Kristus. Dalam hal ini, Privilege du Blanc mengandung filosofi bahwa sosok yang memakainya dianggap memiliki posisi istimewa dalam tatanan simbolik gereja, sebagai "ratu Katolik" yang menjunjung nilai-nilai Kristiani dan membela iman dalam lingkup kenegaraan.
Namun, warna ini juga sarat makna politis dan kultural. Mengenakan putih dalam hadirat Paus menjadi bentuk komunikasi nonverbal tentang kesetiaan, status, dan peran perempuan Katolik dalam diplomasi spiritual.
Siapa yang Berhak dan Mengapa
Secara tradisional, hak istimewa ini berlaku atau diterapkan kepada:
- Permaisuri Kekaisaran Roma Suci dan Austria-Hongaria (termasuk Archduchess Austria (Maria Theresia) dan Ratu Hongaria & Bohemia (Maria Theresia),
- Ratu Bavaria,
- Ratu Belgia,
- Ratu Perancis,
- Ratu Italia (sekarang dipegang oleh Putri Napoli, istri Kepala Keluarga Savoy, sejak Italia menjadi republik)
- Ratu Polandia,
- Ratu Portugal,
- Ratu Spanyol,
- Grand Duchess Lithuania,
- Grand Duchess Luxembourg (setelah uni personal antara Kerajaan Belanda dan Keharyapatihan (Grand Duchy) Luxembourg berpisah di tahun 1890), dan
- beberapa Putri atau Ratu Jerman.
Akan tetapi, beberapa monarki kini telah digantikan oleh republik, yang memperpendek daftarnya secara signifikan, sehingga kini selain Ratu Belgia dan Ratu Spanyol, Grand Duchess Luxembourg dan Putri Monaco, istri kepala Dinasti Savoy (penuntut (claimant) takhta Italia, jika Italia dikembalikan ke bentuk monarki) diberi hak istimewa ini.
Mereka diberikan hak ini karena negara mereka menjunjung Katolik sebagai agama negara, atau memiliki sejarah panjang sebagai penjaga nilai Katolik dalam konteks monarki. Selain itu, mereka juga harus beragama Katolik dan, jika statusnya adalah Permaisuri dan bukan Ratu atau Grand Duchess yang bertakhta, maka suaminya yang Raja atau Grand Duke, harus beragama Katolik.
Tidak ada catatan sejarah yang mengatakan secara tegas bahwa Maria Theresia atau para Permaisuri Kekaisaran Roma Suci dan Austria-Hongaria (seperti Permaisuri Elisabeth (Sisi) dan Permaisuri Zita de Bourbon-Parma) pernah memanfaatkan hak istimewa ini.
Konsep privilege du blanc baru distandarkan secara protokoler pada abad ke-19 hingga ke-20, ketika Vatican mulai menyusun aturan diplomatik yang lebih eksplisit, seiring perubahan hubungan internasional dan Konsili Vatican I.
Maria Theresia adalah Permaisuri dari Kekaisaran Romawi Suci, sekaligus penguasa sendiri di wilayah Habsburg (Austria, Hongaria, Bohemia dan lain-lain).
Pada masa itu, hubungan antara Kekaisaran Habsburg dan Vatican kerap tegang, terutama terkait pengaruh negara terhadap gereja (contohnya, kebijakan Josephinisme oleh putranya, Kaisar Joseph II, yang berupaya membatasi kuasa Paus di wilayah Kekaisaran).