Mohon tunggu...
Moh Vicky Indra Pradicta
Moh Vicky Indra Pradicta Mohon Tunggu... Dokter - Food safety and quality leader, an opinion writer and one health initiative

I’m Vicky, a food safety and quality leader who worked in food industry more than 7 years, a writer in opinion essay and One Health initiative. I am also content educator for food safety and quality, food registration and writing tips.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Meluruskan Kembali Apa Esensi Utama Menulis

7 Agustus 2021   13:22 Diperbarui: 7 Agustus 2021   13:28 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Jika ada sebuah pertanyaan yang ingin saya ajukan, apa sebenarnya tujuan utama kalian saat kalian putuskan untuk menulis? Apa yang ingin diharapkan dari sebuah tulisan yang kita buat? Apakah iming-iming uang yang diberikan bagi penulis dari setiap artikel yang terbit atau perasaan ingin dikenal karena tulisan kita terpampang di berbagai media?

Apabila tujuannya untuk itu yang diharapkan dari menulis, tentu itu tidak sepenuhnya salah. Karena saya pun demikian. Jujur saja pada awalnya saya memang mematok target tersebut. Tetapi sekarang ini pelan-pelan saya pun paham bahwa kebahagiaan dari menerima insentif dan rasa bangga saat tulisan kita terbit tidak sebanding dengan manfaat dalam arti yang sebenarnya yang kita terima.

Sedikit flash back, saya sendiri sudah lama sekali bergelut di dunia tulis-menulis. Sejak saya masuk di bangku Sekolah Menengah Pertama hingga kuliah. Tetapi sedikit berbeda dengan saat ini dimana dulu saya hanya focus pada menulis dalam bentuk karya tulis ilmiah atau scientific paper sedangkan saat ini saya lebih sering menulis tentang opini, essai dan sejenisnya.

Hasilnya bagaimana? Tentunya dari sana lah saya bisa mendapatkan kesempatan untuk berkeliling di beberapa tempat atau kampus di luar Surabaya. Selain itu, hal yang selalu membuat saya terus menerus semangat adalah hadiahnya dalam bentuk uang tunai. Sebenarnya inilah yang seakan menjadi bahan bakar saya untuk tetap terus menulis.

Hal lainnya selain bonus uang tunai tentu adalah ada perasaan rasa bangga dan 'merasa lebih' karena karya kita bisa dipublish di media cetak maupun online. Ini yang saya rasakan ketika salah satu artikel opini saya dapat dipublikasikan di The Jakarta Post. Siapa yang tidak tahu JakPost? Saya rasa hampir kebanyakan mengenal dan mungkin sebagian juga adalah penikmat Rubrik Opini dari Jakpost. Bisa lolos moderasi dan mendapatkan kesempatan artikel kita terpampang tentunya memberikan kebahagiaan dan rasa kebanggan tersendiri. Apalagi dari sini juga saya di-tag oleh salah satu media di Twitter.

Namun sejatinya perasaan nikmat dan bangga sendiri merupakan kebahagiaan yang semu. Lantas pertanyaannya apakah kita tidak boleh happy? Bangga? Atau berbagi kebahagiaan atas 'cairnya' insentif dengan keluarga? Saya jawab tentu boleh dan hukumnya fardlu ain. Hanya seringkali yang kita lupa adalah bagaimana respon yang kita berikan selanjutnya.

Kecenderungan respon yang ditunjukkan selanjutnya adalah tanpa sadar pikiran kita terpolarisasi secara tidak langsung. Dalam bawah sadar kita akan mencoba terus memikirkan topik atau ide apa yang akan kita tulis selanjutnya. Kita coba untuk memaksa mencari ide-ide menarik apa yang ada diluar sana yang bisa kita tulis. Terus menggali hal-hal yang tengah menjadi isu perbincangan saat ini dengan harapan semakin up-to-date maka semakin besar peluang tulisan kita terpampang kembali. Dan secara tidak langsung kita akan coba untuk mencari formulasi dan selera yang pas dari suatu media.

Inilah yang patut kita khawatirkan. Kenapa? Karena kita akan terbelenggu oleh sekat-sekat tak kasat mata. Pikiran kita akan didorong untuk menuliskan apa yang menjadi tren saat ini dibandingkan dengan urgensi dari topik itu sendiri. Padahal jika kita oleh jujur, hal tersebut sejatinya sudah melenceng dari esensi utama menulis.

Esensi utama dari menulis adalah membebaskan. Bebas terkungkung dari hal-hal yang menyandera saat ini. Bebas untuk mengekspresikan dari setiap kegelisahan dan kegusaran yang sedang mendera kita saat ini. Bisa jadi soal kejenuhan selama pandemic, suasana kerja yang kurang kondusif atau perasaan-perasaan lainnya yang sedang kita rasakan saat ini. Tidak ada yang salah dari menunjukkan emosi tersebut melalui sebuah tulisan. Karena tulisan yang baik adalah tulisan yang jujur. Artinya tidak mengada-ada.

Dan pada saat kita lebih focus mencari isu apa yang lagi hits saat ini dibandingkan dengan kejujuran maka kita akan kehilangan bahan bakar tersebut. Kehilangan alasan kenapa kita harus menulis. Dalam konteks Golden Circle, kita akan hilang 'Why' dan jika keadaan ini berlangsung lama maka perlahan kita akan kehilangan semangat untuk menulis.

Secara garis besar, Golden Circle dibagi menjadi 3 bagian lingkaran. Dari yang mulai dalam adalah Why, How dan yang paling luar yakni What. Normalnya setiap aktivitas yang kita lakukan dimulai dari Why, lanjut ke How dan terakhir What. Jika kita bisa melakukannya maka kita akan bisa memperoleh kebahagiaan yang sifatnya long lasting dan tidak jangka pendek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun