Tidak hanya tradisi, ini merupakan kebaikan yang diajarkan agama dan generasinya, salaman telah menjadi budaya dan salaman menjadi jalan saling menyambungkan yang lama dan mendekatkan yang dekat semakin dekat.Â
Tradisi Idul Fitri sangat identik dengan salaman, setiap bertemu dengan orang semua ber-salaman dan begitu seterusnya sampai idul Fitri itu berlalu tetapi bersalaman tetap terjaga.Â
Hubungan manusia dengan manusia yang tidak luput dengan kesalahan akan selesai apabila dibangun dengan ber-salaman. Hubungan manusia menjadi kunci keharmonisan hidup dan keteraturan budaya, kuncinya ada pada salaman.Â
Seorang psikolog menyatakan bahwa ketika seseorang sedang berjabat tangan maka terhubung rasa keseruan dan keteguhan dari seseorang untuk membangun hubungan yang lebih baik, sehingga berjabat tangan menunjukkan sikap ekstrover serta keterbukaan terhadap pengalaman baru, dan inilah sisi manusia.Â
Keterbukaan tentu menjadi modal dalam suasana idul Fitri, apabila seseorang menginginkan kembali pada kesucian atau fitrah maka bangunan satu-satunya harus terbuka dan membuka diri untuk saling bermaaf-maafan dan inilah jalan kembali pada ke-fitrian.Â
Ada banyak model jabat tangan atau bersalaman, berikut diantaranya:Â
Pertama, jabat tangan dengan tegas, hal ini yang menunjukkan keterbukaan dan ketulusan antara dua orang atau lebih.Â
Kedua, jabat tangan dengan lemas, ini menunjukkan ketidak pedulian atau respon tidak baik-baik saja.Â
Ketiga, jabat tangan politisi, hal ini dilakukan dengan dua tangan yang menunjukkan adanya harapan dan kejujuran.Â
Keempat, jabat tangan yang terburu-buru, hal ini dilakukan sama sekali tidak peduli dan hanya menggugurkan pertemuan saja.Â
Kelima, jabat tangan tanpa kontak mata, ini menunjukkan bulan hanya tidak peduli akan tetapi bagian yang seperti ini dapat  menunjukkan kecanggungan pada seseorang. Seorang santri yang menjabat tangan gurunya bahkan diciumnya tidak akan melakukan kontak mata dan ini menunjukkan kecanggungan dari penghormatan.Â