FPI (Front Pembela Islam) dalam berbagai kesempatan menunjukkan bahwa mereka memiliki keyakinan bahwa Indonesia seharusnya tidak boleh memiliki pemimpin yang non pribumi dan non muslim. Mereka bersikukuh bahwa Indonesia yang dibentuk dengan konsep heterogen oleh para pendiri bangsa sebagai konsep yang "tidak murni" karena tidak menyama-ratakan tempat bagi semau agama,dan bersikukuh agar keadilan ini dihancurkan dengan memberikan tempat yang khusus bagi umat Islam.
Hal ini perlu diwaspadai oleh seluruh bangsa Indonesia, baik yang muslim maupun non-muslim, karena Indonesia pada dasarnya adalah negara multi etnis dan multi agama. Indonesia adalah peradaban Islam yang saat ini paling maju di dunia, dengan kemampuannya maju bersama-sama dengan agama lain untuk memajukan bangsa, tidak seharusnya dipaksa untuk berubah menjadi negara Islam yang jelas-jelas banyak yang gagal seperti di Timur Tengah (argumen dari Dr. KH. Said Aqil Siroj, M.A).
Beberapa tanda-tanda yang saya pantau adalah:
1) FPI secara tegas menyatakan bahwa Pancasila sila ke satu yang kita telah sepakati dan jalani selama 71 tahun Indonesia merdeka adalah salah.
2) FPI secara tegas menyatakan bahwa pemimpin harus orang pribumi dan Islam. Jika hal ini dijalankan, maka sama saja warga Islam di Indonesia menjajah warga non Muslimnya karena merampas hak berpolitik warganya.
3) Mulai ada dorongan untuk menyingkirkan ulama dan kiai yang lebih bertoleransi terhadap agama lain, seperti Dr. KH. Said Aqil Siroj, M.A. Beliau memiliki pola pikir yang sangat maju seperti almarhum KH. GusDur (Abdurrahman Wahid), bagi teman-teman yang kangen dan yang mungkin dulu tidak sempat menikmati seberapa visionernya GusDur yang legendaris itu, coba dipelajari lagi via YouTube.
4) Dengan FPI sebagai pemimpin GNPF-MUI (Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia), seakan-akan terlihat bahwa konsep yang dibawakan FPI didukung oleh seluruh warga Islam di Indonesia, padahal yang didukung adalah Fatwa MUInya, bukan konsep yang dibawakan FPI. Lebih ngeri lagi ketika kesepakatan antara Kapolri dan GNPF-MUI yang dijembatani oleh MUI, dipakai oleh FPI dengan mencantumkan foto oleh Kapolri dan diberikan catatan yang berkesan bahwa Kapolri mendukung dalam memenjarakan Ahok (Padahal Kapolri berposisi netral dan berusaha memberikan keadilan sesuai perannya dalam hukum).
Dengan memahami latar belakang Habib Rizieq yang belajar di Malaysia, saya tidak begitu heran atas pandangan yang beliau bawa. Namun argumen yang beliau bawa dengan argumen yang KH. Said Aqil Siroj percaya sebagai ketua PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) dan juga GusMus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) sebagai salah satu cendikiawan dari NU, dapat dengan mudah dipahami bahwa Islam yang ada di Indonesia saat ini merupakan Islam yang telah tepat. Fakta ini membuat saya memahami mengapa NU adalah ormas Islam terbesar di Indonesia, dan sekaligus membuat saya lebih berwaspada atas Islam di Indonesia yang didorong ke bentuk Islam yang tidak berkeadilan dalam membentuk pemerintahan.
Saya tidak mengatakan bahwa FPI adalah ormas yang pure evil, saya lebih suka berpositive thinking dengan menyatakan bahwa FPI sebagai ormas yang baik namun memiliki paham cara yang berbeda dengan saya. Namun di dalam negara demokrasi, secara konsep idealnya bahwa semua anggotanya berniat baik, namun diwujudkan dengan cara apa, itu yang diperjuangkan dengan cara berpolitik. Semoga FPI menjadi partai sehingga dapat dilihat secara nyata dalam bentuk suara, berapa banyak sesungguhnya orang yang memiliki konsep berpikir seperti FPI.
Semoga warga Muslim Indonesia tidak terbawa arus dalam memisahkan mana yang baik dan mana yang buruk guna menghindari perpecahan bangsa dan negara.
Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H